Suku Tengger Gelar Tapa Brata, Bromo Tetap Ramai

50 ogoh-ogoh setelah diarak di setiap desa lalu dibawa ke Curah Kendil di Kabupaten Probolinggo. [wiwid agus pribadi]

Tawur Agung Jadi Salah Satu Daya Tarik Wisata Kota Kediri
Probolinggo, Bhirawa
Warga suku Tengger, umat Hindu di lereng Gunung Bromo Kabupaten Probolinggo dengan khidmat  merayakan Hari Raya Nyepi 1938 Tahun Baru Saka, Selasa (28/3). Nyaris tidak ada aktivitas yang dilakukan warga. Selain itu, suasana jalan, gang, maupun rumah warga juga nampak lengang. Warga suku Tengger khidmat melakukan tapa brata di dalam rumah masing-masing. Namun di area wisata gunung Bromo, tetap ramai dikunjungi wisatawan.
Suasana tampak sepi di perkampungan penduduk suku Tengger di lereng Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo yang bertepatan dengan perayaan Hari Raya Nyepi 1938 Saka. Rumah-rumah penduduk nyaris tidak ada aktivitas. Bahkan jalan-jalan, gang perkampungan, hingga rumah-rumah warga nampak lengang.
Rumah mereka tertutup, mulai pintu rumah, jendela dan gorden. Praktis aktivitas tak seperti hari-hari biasanya, tak ada hiruk pikuk. Warga Hindu Tengger yang merayakan Hari Raya Nyepi nampak khidmat dan khusuk, melakukan tapa brata di dalam rumah.
Hanya beberapa anak kecil, dan para orangtua yang sudah lanjut usia ada di luar rumah, karena mereka tidak diwajibkan melakukan tapa brata. Selain itu yang terlihat hanya lalu lalang kendaraan wisatawan. Agar tapa brata semakin khusyuk, beberapa jalan dan gang-gang ditutup menggunakan bambu.
Hal tersebut ditujukan agar tidak ada yang lalu lalang, hingga mengganggu tapabrata. Menurut salah satu warga setempat, Minan umumnya mereka yang menjalankan ibadah Nyepi adalah yang masih sehat dan sudah dewasa. Namun pemandangan sepi di perkampungan warga Tengger, kontras dengan suasana di area wisata Gunung Bromo, tepatnya di Dusun Cemorolawang Desa Ngadisari yang malah dipadati wisatawan.
Khusus pada perayaan Nyepi ini, para wisatawan diimbau berbicara pelan-pelan dan tak melakukan aktivitas berlebihan yang dapat mengganggu ketenangan umat Hindu yang sedang merayakan Nyepi. “Inilah bukti keharmonisan antara warga Hindu Tengger dan wisatawan, bisa saling menghormati sehingga ibadah Nyepi dapat berjalan khidmat,” ungkap Sudigo.
Sehari sebelumnya ribuan umat Hindu Tengger melaksanakan Tawur Kesanga atau Tawur Agung. Tawur Agung dan pawai ogoh-ogoh ini berlangsung meriah termasuk yang dilakukan suku Tengger Brang Wetan Probolinggo. Sekitar 50 ogoh-ogoh diarak ribuan umat Hindu di 5 desa di Kecamatan Sumber, yakni Desa Ledokombo, Wonokerso, Sumber Anom, Pandan Sari dan Gemito. Usai diarak di setiap desa, ogoh-ogoh itu kemudian dibawa ke Curah Kendil, Desa Sumber Anom. Diiringi tari tradisi, seperti tari topeng, dan tarian khas Suku Tengger yang ditampilkan oleh setiap perwakilan desa.
Ketua PHDI Kabupaten Probolinggo Bambang Suprapto mengatakan, Melasti adalah rangkaian ritual sebelum umat Hindu melaksanakan catur brata penyepian yang dititikberatkan pada upacara pembersihan. Baik itu pembersihan diri maupun barang atau harta benda.
Bagi suku Tengger, ritual Melasti sangat berarti dalam perjalanan spiritualnya. “Ketika mengikuti ritual ini, jiwa saya terasa sangat tentram. Merasa enteng dan kembali suci seperti saat dilahirkan ke dunia ini,” tutur Bambang.
Dalam rangkain Melasti ini, umat Hindu tak hanya berdoa dan menyucikan diri serta barang, mereka juga mengambil air suci. Air ini diambil dari Gua Widodaren yang berada diatas gunung. Air tersebut kemudian dibawa pulang ke rumah masing-masing untuk mensucikan barangnya.
Setelah ritual Melasti, selanjutnya umat Hindu akan menggelar upacara Tawur Agung yang dilaksanakan pada hari tilem Kesanga yang jatuh, Senin (27/3). Dalam Tawur Agung atau Tawur Kesanga, dimeriahkan dengan atraksi pawai ogoh-ogoh (patung raksasa) keliling desa. Ogoh-ogoh merupakan simbol angkara murka akan dimusnahkan dengan dibakar atau pralina, tambahnya.

Tags: