Sumur Resapan Atasi Banjir Di Desa Wono Asri

FGD penangan banjir di Desa Wono Asri Kec. Tempurejo Jember, Senin (16/4/2018),

Jember, Bhirawa
Penangan banjir yang selalu terjadi di Desa Wono Asri Kec. Tempurejo setip musim penghujan, dibutuhkan sumur resapan secara masal. Sehingga setiap terjadi hujan, air tidak langsung mengalir ke aliran sungai.
Hal ini diungkapkan Dr. Ir. Sugeng Winarso, M.Si peneliti bidang pengelolaan sumber daya air sekaligus Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Jember dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Konservasi Sumber Daya Air Mendukung Pembangunan Berkelanjutan Di Taman Nasional Meru Betiri” di Balai Desa Wono Asri Kecamatan Tempurejo Jember, Senin (16/4) malam.
Menurut Sugeng Winarso, sumur resapan ini berfungsi untuk menyimpan air hujan di dalam tanah agar bisa dimanfaatkan saat kemarau.
Sumur resapan itu dibuat disela-sela pohon di lahan yang miring secara zig-zag. Sehingga, air hujan yang turun, tidaklah langsung mengalir begitu saja yang bisa berdampak pada banjir.
“Sebisa mungkin air jangan sampai mengalir. Karena air yang mengalir itu membawa energi yang cukup besar. Bisa dibayangkan jika semua air hujan yang turun di Wono Asri semuanya langsung mengalir. Maka yang akan terjadi adalah banjir atau energi air itu akan membawa tanah yang mengakibatkan terjadinya longsor. Oleh karena itu, air jangan dibuat mengalir namun diserap sebanyak mungkin melalui sumur serapan agar tersimpan ke dalam tanah,” imbuhnya.
Winarso menjelaskan, air yang terserap dan tersimpan di dalam tanah selain untuk mencegah terjadinya banjir juga berfungsi sebagai cadangan air saat musim kemarau tiba.”Jika banyak air yang tersimpan di dalam tanah saat kemarau tiba, sumber-sumber air tidak sampai mengering karena cadangan airnya masih banyak. Tetapi saat ini yang sering terjadi justru adalah saat musim penghujan terjadi banjir dimana-mana, namun saat kemarau kekeringan dimana-mana,” ujarnya pula.
Selain itu, pemerintah bersama-sama masyarakat perlu melakukan normalisasi fungsi hutan dengan melakukan penanaman hutan-hutan yang setiap tahun luasannya semakin berkurang.
“Pemeritah dalam hal ini pengelola Taman Nasional Meru Betiri harus mulai memberikan perhatian lebih pada lahan miring. Perhatian itu dengan cara menanami lahan miring tersebut dengan pohon secara tegak lurus yang berfungsi untuk mengikat tanah dan penahan air,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Desa Wono Asri Sugeng Riyadi mengatakan, secara geografis Desa Wono Asri yang berada di cekungan dari tiga desa penyangga Taman Nasional Meru Betiri yatitu Desa Andong Rejo, Sanen Rejo dan Curah Nongko. Akibatnya aliran air dari 3 desa tersebut kemudian berkumpul di Wono Asri.
“Jika sudah penghujan, kami semua warga Wono Asri waswas, takut tiba-tiba ada banjir kiriman dari desa sebelah. Karena kalau sudah banjir ketinggian air bisa mencapai hingga 3 meter dan merendam pemukiman penduduk dan ladang-ladang pertanian produktif,” ujar Sugeng.
Sugeng bersyukur kehadiran Universitas Jember ke Desa Wono Asri rupanya membawa angin segar dalam penanganan permasalahan air yang ada di Wono Asri. Tidak hanya memberikan penyuluhan mengenai siaga bencana, namun Universitas Jember juga turun langsung melakukan pemetaan masalah penanganan air.
“Sebelum desa kami dijadikan binaan oleh Universitas Jember, banjir yang terjadi bisa berlangsung hingga 1 minggu. Namun sejak Universitas Jember datang banjir terakhir yang melanda kami hanya berlangsung selama 7 jam saja. Tentu ini adalah hasil kerja keras semua pihak yang terkait. Namun kami sangat kagum atas kinerja Universitas Jember melalui mahasiswa KKN yang bekerja keras siang dan malam untuk mengatasi persoalan banjir di Wono Asri,” pungkasnya. [efi]

Tags: