Surabaya Basodara Papua

Teror bendera di comberan di Surabaya, telah menyulut ke-salah paham-an pemuda berlatar ke-suku-an. Menjadi provokasi unjukrasa di Manokwari (Papua Barat), dan kota lain di Papua. Gubernur Jawa Timur telah meminta maaf kepada seluruh rakyat Papua. Walau sebenarnya, in-toleran kesukuan bukan watak Jawa Timur. Sejak sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, rakyat Jawa Timur terbiasa bergaul dengan berbagai suku se-Indonesia.
Terbukti Kesadaran pluralisme, juga ditunjukkan dengan adanya tokoh-tokoh luar Jawa, sukses menjadi pemimpin di Jawa Timur. Termasuk banyak yang menjadi DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten dan Kota. Juga menjadi juru dakwah agama. Misalnya, Syeh Payage, asal Silimo Yakohimo, menuntut ilmu di pesantren Salafiyah Syafiiyah, Situbondo (Jawa Timur). Pesantren yang dibesarkan oleh tokoh NU (KH As’ad Syamsul Arifin, mendidik Payage sampai sarjana.
Kini, Payage memimpin pesantrennya sendiri di Jayapura Utara. Beberapa pesantrean lain di Jawa Timur, juga menerima dengan bangga santri asal Papua (dan Paoua Barat). Antaralain, tiga pesantren di Jombang, yakni Darul Ulum, Tebu Ireng, dan Tambak Beras. Bahkan pesantren Lirboyo (di Kota Kediri) meng-inisiasi berdirinya pesantren “Daarur Rasul,” di Bogor (Jawa Barat) khusus menampung santri asal Papua.
Jargon, “kita semua bersodara,” selalu melekat pada pergaulan masyarakat Jawa Timur dengan seluruh suku-suku se-Indonesia. Rekan dari Papua memperoleh perlakuan khusus, dianggap sebagai “adik manis” yang lebih diakrabi. Selain jumlahnya sedikit, anak Papua biasa pintar “mengambil hati,” dan santun. Walau harus diakui, beberapa rekan asal Papua (yang tua) memiliki kebiasaan buruk, suka mabuk, terutama pada akhir pekan.
Persaudaraan Jawa Timur (terutama Surabaya), nampak lebih kental pada area lapangan bola. Persebaya memiliki 8 pemain asal Papua, yang sangat dicintai ruporter, bonek. Masyarakat “gibol” (penggila bola) selalu mengeli-elukan Pahabol, Ruben Sanadi, Osvaldo Haay, dan Nelson Alom. Bahkan sejak perjuangan di Liga 2, rekan asal Papua, berkontribusi besar mengangkat Persebaya menjadi juara, dan masuk jajaran kasta Liga 1. Diantaranya, Ricky Kayame (penyerang), dan Fandri Imbiri (bek tengah).
Benang-merah persaudaraan (rekat) Surabaya-Papua, bukan basa-basi retorika. Lebih lagi kebutuhan sandang, pangan, sampai ke-energi-an dipasok dari Jawa Timur. Banyak pula warga Jawa Timur telah menjadi warga Papua. Bukan sekadar eks-transmigran di Arso, maupun perkebunan di Merauke. Melainkan juga kalangan profesi kerakyatan: tukang bengkel mobil, pedagang makanan siap saji, dan guru.
Tokoh-tokoh Jawa Timur banyak pula yang menjadi pemimpin di Papua. Antara lain, Mayjen (pur) Sutran, Gubernur Papua (tahun 1975-1981) asal Trenggalek. Juga Brigjen (pur) Acub Zaenal, asal Malang, yang membangkitkan per-sepakbola-an Papua. Serta Wakil Gubernur Papua (1983-1987), Brigjen (pur) Sugiyono, asal Malang.
Keguyuban persaudaraan nasional menjadi keniscayaan Indonesia. Pada paradigma santri disebut hubbul wathan, diyakini sebagai bagian dari realisasi keimanan. Ke-bhineka-an nasional, harus diupayakan dengan aksi sosial tanpa diskriminasi. Seperti kata pepatah, “dimana bumi dipijak disitu langit di junjung.” Petuah luhur itu, mengajarkan penghormatan terhadap negara sekaligus ke-setia kawan-an nasional.
Persaudaraan harus diupayakan tanpa henti. Lebih lagi terdapat upaya teror menyulut sengketa SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan). Tekad penguatan kemajemukan dan penegakan hukum tanpa diskriminasi, dinyatakan oleh presiden Jokowi. Penyelenggara negara akan bertindak tegas, terutama terhadap pengacau persatuan (pluiralisme nasional), serta gerakan menyimpangi konstitusi (UUD).
Tak berlebihan presiden Jokowi, berujar akan “meng-gebuk.” Sesuai amanat alenia ke-empat mukadimah UUD. Maka ke-majemuk-an NKRI, Pancasila, dan persatuan nasional wajib dijamin.

——— 000 ———

Rate this article!
Surabaya Basodara Papua,5 / 5 ( 1votes )
Tags: