Surabaya dan Gresik Lamban Bebaskan Lahan Kali Lamong

Banjir bandang di Kecamatan Benjeng Gresik akibat meluapnya Kali Lamong. Tak hanya di Gresik, luapan Kali Lamong juga merendam sebagian wilayah di Surabaya Barat yang berbatasan dengan Gresik seperti Pakal, Benowo.

Banjir bandang di Kecamatan Benjeng Gresik akibat meluapnya Kali Lamong. Tak hanya di Gresik, luapan Kali Lamong juga merendam sebagian wilayah di Surabaya Barat yang berbatasan dengan Gresik seperti Pakal, Benowo.

Pemprov, Bhirawa
Pemkot Surabaya dan Pemkab Gresik dinilai lamban dan kurang sigap dalam mengatasi pembebasan lahan di sekitar Kali Lamong yang diperuntukkan tanggul. Imbasnya banjir terus terjadi tiap tahun karena sungai yang jadi pembatas wilayah Surabaya dan Gresik tersebut selalu meluap.
“Pemkab Gresik dan Pemkot Surabaya kurang sigap dalam pembebasan lahan di sekitar Kali Lamong, padahal teknis dua daerah itu yang berwenang melakukan pembebasan. Kalau tak segera dilakukan pembangunan tanggul, akan selalu begitu (banjir tahunan),” kata Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, Selasa (10/2).
Seperti diberitakan kemarin, akibat luapan air Kali Lamong wilayah Kecamatan Pakal, Kota Surabaya dan wilayah Kabupaten Gresik seperti di Kecamatan Kedamean, Kecamatan Cerme, Kecamatan Menganti, Kecamatan Balongpanggang dan Benjeng terendam banjir. Saat ini, kapasitas Kali Lamong hanya mampu menampung debit air 600 kubik perdetik. Padahal jika hujan turun jumlahnya meningkat menjadi 700 – 800 kubik per detik.
Untuk mengatasinya, menurut Soekarwo, perlu dibuat tanggul, pengerukan endapan serta pelebaran sisi sungai. Namun, di sekitar Kali Lamong banyak pemukiman dan perusahaan berdiri. Karena itu, diperlukan pembebasan lahan yang secara teknis diserahkan sepenuhnya ke Pemkab Gresik dan Pemkot Surabaya.
Pemprov Jatim sudah mengarahkan teknisnya, namun belum ada tindakan dari dua daerah itu. Bahkan, Pemprov Jatim sudah mengucurkan dana dari APBD Jatim sebesar Rp 20 miliar, tapi tidak terserap termasuk dana APBN juga mengalami hal yang sama.
“Kita pernah anggarkan pada 2010 dan 2011. Namun tetap juga tidak terserap, padahal dana itu ada. Karena memang belum ada action pembebasan tanah dari Pemkab Gresik dan Pemkot Surabaya. Seharusnya sudah bisa dilakukan dan mungkin tanggul sekarang sudah terbangun,” katanya.
Ditegaskannya Pemprov hanya bisa memberikan anggaran sedangkan teknis pembebasan lahan diserahkan ke Gresik dan Surabaya. “Bila kita ikut juga dalam pembebasan lahan salah nanti. Karena itu urusan daerah,” tegas mantan Sekdaprov Jatim ini.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf menyempatkan diri melihat kondisi banjir di Kecamatan Cerme. Dalam kesempatan tersebut, Gus Ipul, sapaan lekat Saifullah Yusuf mengatakan, pembebasan lahan di Kali Lamong memang sulit dilakukan.
Ia mengakui, pemerintah kabupaten setempat sudah selama tiga tahun lebih meyakinkan warga untuk melepasnya. Namun masyarakat meminta harga cukup tinggi yakni mencapai Rp 100 ribu per meter dari harga appraisalnya sebesar Rp 35.000.
“Yang dibutuhkan 650 hektare. Kalau masyarakat minta Rp 100 ribu per meter maka butuh lebih dari Rp 600 miliar untuk anggaran pembebasan lahan dan jumlah itu tidak kecil. Karena itu, sekali lagi kami minta warga memikirkannya,” katanya.

Langsung Rapat
Pemkot Surabaya dan Pemkab Gresik, Selasa (10/2) kemarin duduk bersama membahas tentang banjir akibat luapan Kali Lamong.  Bencana banjir akibat luapan kali Lamong ini mendapat atensi serius dari dua pemerintah daerah, pasalnya kedua wilayah tersebut sama-sama terdampak cukup parah. Guna menemukan solusi terhadap problem klasik ini, rapat koordinasi digelar di Balai Kota Surabaya.
Rapat dipimpin langsung Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Bupati Gresik Sambari Halim Radianto. Turut hadir, sejumlah anggota DPRD Kota Surabaya, Badan Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, serta jajaran samping dari kejaksaan dan kepolisian.
Wali Kota Tri Rismaharini ketika mengawali pertemuan memberikan penjelasan upaya-upaya yang telah ditempuh Pemkot Surabaya. Sejauh ini, pemkot telah melakukan penguatan tanggul. Namun, tanggul yang dibangun hanya pada lokasi yang secara administratif berada di wilayah Kota Pahlawan.
Repotnya, problem luapan Kali Lamong ini bukan merupakan masalah satu kota/kabupaten saja. Melainkan, mencakup lintas wilayah mulai dari hulu hingga muara sungai.
“Kami bangun sendiri tanggul itu tapi kalau pada dasarnya Kali Lamong itu dangkal, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Makanya kami berharap bantuan dari BBWS mengurus masalah sungainya,” kata Risma.
Hal senada juga disampaikan Bupati Sambari. Menurut dia, tanggul bukan satu-satunya jalan keluar untuk masalah ini. Pengerukan Kali Lamong mutlak diperlukan.  ”Pada intinya dalam forum kali ini kami meminta kesanggupan BBWS menangani problem ini,” tuturnya.
Tensi pertemuan sempat meninggi saat Wali Kota Risma memaparkan kondisi warga yang terdampak banjir.  Dia mengatakan, banjir akibat luapan Kali Lamong yang terjadi tahun demi tahun telah mempengaruhi kondisi psikologis warga. Tak sedikit warga yang bersikap apatis karena merasa terbiasa dengan kondisi tersebut.
“Kasihan warga. Kondisi saat ini di daerah Gendong masih belum surut. Mayoritas warga mengalami banyak kerugian akibat gagal panen karena tambak dan sawahnya rusak,” ujar Risma dengan nada emosional.
Wali Kota yang juga mantan Kepala Bappeko ini berharap kapasitas saluran air di Kali Lamong bisa diperbesar. ”Sejauh ini kami hanya bisa berupaya penguatan tanggul. Sedangkan pengerukan Kali Lamong kami tidak berani karena bukan merupakan kewenangan kami,” papar Risma.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha termasuk salah satu yang bersuara lantang mendesak BBWS melakukan aksi nyata. Dia menyesalkan minimnya perhatian pusat, yang dalam hal ini diwakili BBWS, terhadap daerah-daerah rawan banjir akibat luapan sungai. ”Rumah saya di Tambakdono selama ini tidak pernah sampai air masuk ke rumah. Tapi kali ini air sampai masuk ke dalam rumah. Ini kan parah,” tegasnya.

BBWS Siapkan Rp 10 Miliar untuk Normalisasi
Kepala Badan Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo Yudi Pratondo mengatakan BBWS menganggarkan  Rp 10 miliar yang digunakan untuk normalisasi sedimentasi Kali Lamong.
Menurutnya, total dana yang dibutuhkan sejatinya mencapai Rp 900 miliar. ”Ini paling hanya untuk normalisasi, untuk penggalian sungai. Nanti kami akan ajukan ke Ibu Wali Kota Surabaya, pekerjaan kami (dari anggaran 10 miliar),” tegas Yudi Pratondo, Selasa (10/2).
Ditegaskan Yudi, untuk meminimalisir terjadinya luapan Kali Lamong, BBWS akan melakukan pelebaran sungai. Sungai yang sekarang lebarnya sekitar 10 meter, akan dilebarkan menjadi 30 meter sehingga bila kapasitas sungai lebih besar maka akan bisa menampung debit air dalam jumlah lebih besar.
Namun pelebaran itu akan membutuhkan waktu yang relatif lama.
“Tentu nggak bisa sim salabim. Makanya kita akan prioritaskan titik-titik urgen. Tapi yang jelas, nggak semua titik sama karena makin ke hilir makin kecil. Jadi nggak sama,” sambung Yudi. [iib,dre]

Tags: