Surabaya Masih Butuh Bozem

6-adv-surabaya-butuh-bozemDPRD Surabaya, Bhirawa
Kalangan legislator di Komisi C DPRD Kota Surabaya berpendapat, penambahan bozem untuk memperkecil terjadinya banjir, sudah sangat mendesak.
Sebab, bozem yang ada saat ini dinilai sudah tidak mampu menampung limpahan air dari saluran-saluran air yang terus dibenahi Pemerintah Kota Surabaya
Penambahan jumlah bozem, juga waduk ini disampaikan anggota Komisi C, karena sesuai fungsinya, yang tidak hanya menampung limpahan air dari sejumlah saluran, tapi juga bisa menahan gravitasi air.
“Supaya air tak mengalir begitu saja,” kata anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsesius, Jumat (2/12).
Usulan senada sebelumnya juga disampaikan Ketua Komisi C DPRD Surabaya Syaifuddin Zuhri. Menurut legislator yang akrab disapa Kaji Ipuk ini, waduk dan bozem baru, diharapkan bisa lebih memperlancar arus air di saluran-saluran pembuangan.
Dengan demikian, debit air di saluran yang menuju ke waduk atau bozem, tidak sampai meninggi. Sehingga bisa mencegah luberan air di saluran yang jadi penyebab timbulnya genangan di sejumlah kawasan di Kota Pahlawan.
“Surabaya masih membutuhkan waduk dan bozem. Ini yang perlu diperhatikan pemkot,” kata Syaifuddin.
Apalagi, tambah Kaji Ipuk, kualitas kontur tanah di Surabaya tidak mampu menyerap air lebih dari 10 persen. Sebab, kondisi tanahnya padat liat, terutama di kawasan Surabaya barat.
Vinsensius menambahkan, sejalan dengan penambahan bozem, pihaknya juga menilai rumah pompa dan pintu air perlu ditambah. Sebab, dengan kontur daratan yang posisinya di bawah permukaan air laut, Surabaya memerlukan pintu air dan rumah pompa.
Hal ini untuk mengatasi banjir yang tidak saja diakibatkan luberan air saluran, namun juga untuk mencegah banjir akibat luberan air laut (rob). “Tinggi daratan dan permukaan laut tak terpaut jauh. Makanya kadang ada banjir rob,” ujar Awey, sapaan Vinsensius.
Dia lantas menyebut beberapa kawasan yang rentan terjadi bencana banjir, meliputi wilayah Asemrowo, Sumberejo, Tambaklangon, dan Romokalisari. Selain kontur daratan, persoalan lain yang memicu terjadinya banjir, adalah masih banyak saluran air yang tak terkoneksi dan buntu.
Di sisi lain, sejumlah saluran air yang ada lebarnya juga berbeda-beda. Kawasan yang sering kali terdapat disparitas luasan saluran, yakni kawasan pemukiman padat dengan perumahan.
Menurutnya, saluran pematusan di kawasan pemukiman biasanya lebih kecil, sehingga tak mampu menampung derasnya air.
Meski demikian, pihaknya mengapresiasi pemkot yang terus berupaya mengatasi persoalan banjir.
Misalnya, pada 2017 mendatang, pemkot merencanakan pembangunan sejumlah sarana dan prasarana pematusan. Anggarannya, ungkap dia, lebih tinggi ketimbang tahun lalu.
Dalam menangani masalah banjir, sebutnya, dinas pekerjaan umum bina marga dan pematusan menganggarkan dana sekitar Rp 130 miliar untuk pemeliharaan atau rehabilitasi saluran drainase dan bozem.
Sedangkan, untuk pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana pematusan, imbuh Awey, dinas cipta karya menganggarkan sekitar Rp 231 miliar. [gat]

Rate this article!
Tags: