Surabaya Masih Persoalkan Pengambilalihan SMA/SMK

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Dindik Jatim, Bhirawa
Peralihan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi masih menjadi persoalan di Surabaya. Alasan yang memberatkan masih berputar-putar soal anggaran. Sebab, selama ini Surabaya telah mampu menggratiskan seluruh biaya pendidikan hingga 12 tahun. Sehinga merasa perlu mendapat pengecualian.
Sayang, harapan tersebut dipastikan akan pupus. Sebab, peralihan pengelolaan SMA/SMK telah ditetapkan dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. “Apapun bentuknya kembali ke undang-undang, itu kuncinya. Dipolitisasi seperti apapun, undang-undang tetap undang-undang. Itu aturan yang mengikat,” tegas Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman saat dihubungi kemarin, Selasa (2/6).
Saiful menegaskan, provinsi hanya melaksanakan amanat UU saja. Sehingga pihaknya berusaha memproses ini secara cepat dan tepat. Karena pengalaman masa lalu, saat peralihan SMA/SMK dari Kanwil Diknas Jatim ke dindik kabupaten/kota juga dilakukan secara cepat. “Terus terang provinsi tidak mau cari masalah. Kita kalau tidak disuruh mengelola SMA/SMK juga tidak apa-apa. Malah enak, tidak berat tugas kita,” tutur dia.
Sebelumnya, Dindik Surabaya meminta adanya pengecualian karena selama ini telah dikenal dengan sekolah gratis. Sedangkan kalau dikelola propinsi, apakah bisa sama? Hal itu ditegaskan Kabid Dikmenjur Dindik Surabaya Sudarminto saat hearing dengan Komisi A DPRD Surabaya, Senin (1/6).
Dia juga menuturkan, persoalan anggaran operasional sekolah pada masa transisi yang belum jelas apakah akan ditanggung oleh Pemprov Jatim atau tidak. Pasalnya menurut UU No 23 Tahun 2014, penyerahan pendanaan personel, prasarana dan dokumen (P3D) ke pemprov paling akhir pada Oktober 2016, setelah itu pada 2017 diambil alih Pemprov.  “Terus dua bulan terakhir (November-Desember 2016) itu jadi tanggung jawab siapa,” kata dia.
Dia meminta ini harus ada solusi terbaik. Kalau memang masih jadi tanggungan pemkot, pihaknya meminta kepastian payung hukum yang jelas berbentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Terkait ini, Saiful menuturkan, peralihan kewenangan itu baru akan dilaksanakan pada 2017. Karena itu, seluruh kebutuhan yang masih dalam tahun anggaran 2016 menjadi tanggungan pemerintah daerah. “Peralihan ini secara bertahap. Oktober itu masih tahap peralihan aset. Sehingga pendanaannya masih ditanggung daerah,” kata dia.
Saiful juga menegaskan, pendidikan adalah tanggung jawab koheren. Karena itu, pihaknya meminta agar daerah tidak khawatir akan diabaikan dalam pengelolaan SMA/SMK ini. Karena provinsi tetap memerlukan koordinasi dengan daerah. “Selama ini kan provinsi juga tidak punya kewenangan apa-apa terhadap sekolah. Tapi toh kita tetap menganggarkan hampir Rp 1 triliun untuk pendidikan,” tutur dia.
Sementara itu, Sekretaris Dindik Jatim Sucipto menambahkan, peralihan kewenangan merupakan salah satu langkah untuk pemerataan mutu pendidikan. Soal pendanaan, ia memberikan solusi untuk melihat UU No 20 Tahun 2003 pasal 47 tentang pendanaan menjadi tanggung jawab bersama antara pemkot, pemprov, dan pemerintah pusat.
“Pemerintah pusat bisa pakai DAK, DAU, pemkot bisa berikan hibah atau lainnya.  Jangan sampai overlap, sudah dianggarkan provinsi lalu dianggarkan lagi oleh pemkot. Tidak menutup kemungkinan pemkot berikan hibah ke pemprov,” kata Sucipto.
Soal guru dan karyawan, ada edaran Mendagri  diusahakan tidak ada semacam mutasi tenaga pendidik agar tidak membingungkan. [tam,gat]

Tags: