Surabaya Sudah Serahkan Data Aset SMA/SMK

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Kemendikbud Setuju 1 April Serah Terima
Dindik Jatim, Bhirawa
Di tengah upaya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melobi presiden dan rencana gugatan Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana untuk mempertahankan pengelolaan pendidikan menengah SMA/SMK,  Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya ternyata sudah menyelesaikan proses pelimpahan SMA/SMK ke Pemprov Jatim.
Hal tersebut diketahui dari instrumen pendataan Personel, Pembiayaan, Sarana Prasarana dan Dokumentasi (P3D) yang sudah diterima Dindik Jatim. “Sudah kita terima pendataan aset dan lain-lainnya dari Surabaya. Memang Surabaya yang paling akhir, tapi akhirnya juga tetap diserahkan,” tutur Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman, Rabu (24/2).
Dari instrumen pendataan tersebut, proses pelimpahan SMA/SMK saat ini telah berlanjut ke tahap audit lapangan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim. Melalui audit itu akan terlihat aset-aset SMA/SMK di daerah sudah terlaporkan semua atau belum.  “Proses akan tetap berlanjut sesuai aturan saja. Kita tidak ingin ngotot-ngototan,” tutur mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini.
Sebelumnya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengakui pihaknya telah melakukan konsultasi ke sejumlah kementerian yang terkait dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Selain itu, Risma juga telah melobi presiden agar SMA/SMK di Surabaya tetap di bawah kewenangannya. Selain itu, gugatan hukum juga direncanakan Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana dengan mengatasnamakan masyarakat.
Saiful berharap, pelimpahan ini benar-benar diikuti data yang akurat agar tidak ada masalah di kemudian hari. “Setelah ini kita ingin fokus pada peningkatan kualitas pendidikan. Program-program sudah kita siapkan. Jadi kita berharap pelimpahan nanti berjalan dengan kondusif,” tutur dia.
Sejauh ini, lanjut dia, pengembangan pendidikan menengah di kabupaten/kota dari segi fisik masih sangat tergantung pada anggaran dari APBN dan APBD provinsi. Baik melalui dekonsentrasi, bantuan keuangan  maupun hibah. “Jadi sarana prasarana untuk SMA/SMK selama ini orientasinya masih menggunakan APBN dan APBD. Jadi kalau sekarang dikelola provinsi sebenarnya itu tidak banyak perbedaan,” kata dia.
Tahun ini, Pemprov Jatim sendiri telah mengalokasikan sebesar Rp 408 miliar untuk bantuan keuangan SMA/SMK se-Jatim. Selain itu, Dindik Jatim juga mengalokasikan untuk hibah jasmas sebesar Rp 33 miliar.
Sementara terkait serah terima SMA/SMK dari kabupaten ke provinsi yang direncanakan Dindik Jatim mulai April mendatang tampaknya juga sudah mendapat lampu hijau dari Kemendikbud. Dalam rilisnya Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad mengatakan, mulai 1 April sampai 2 Oktober mendatang proses serah terima secara resmi mulai dilakukan. Jika sudah dilakukan serah terima baru anggaran pendidikan menengah dapat dirancang oleh provinsi.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemendikbud Aris Soviani mengungkapkan, dalam proses pengalihan pengelolaan, ada dua pilihan yang dapat dipakai oleh Dindik. Yakni pendampingan atau pembentukan cabang dinas.  Di Jatim misalnya, pemprov sudah membentuk 31 cabang dinas. Ia menambahkan, ada kekurangan dan kelebihan dari pilihan tersebut. Jika pemda memilih pendampingan, maka akan menghemat anggaran dan tidak perlu menambah struktur. Namun di sisi lain, proses peralihan tidak dapat dikontrol dengan baik karena tidak ada perwakilan yang menetap di kabupaten/kota. “Jika pemprov membentuk cabang dinas, proses akan lebih mudah dikontrol. Sebagai konsekuensi pembentukan struktur baru, maka akan ada penambahan beban anggaran,” pungkas Aris.

Blitar Ajukan MK
Menyusul langkah Kota Surabaya, pengelolaan pendidikan menengah SMA/SMK ke Pemprov Jatim mulai tahun ini juga mendapat perlawanan dari Wali Kota Blitar Muh Samanhudi Anwar.
Bahkan Wali Kota Blitar siap mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan penolakan pengelolaan SMA dan SMK kepada Pemprov Jatim, dan mendesak agar pengelolaannya tetap dilakukan oleh kab/kota.
“Selama ini kami yang membiayai dan membangun sarana dan prasarana untuk SMA dan SMK di Kota Blitar, sehingga kami selaku kepala daerah sangat tidak sepakat jika nantinya dikelola oleh provinsi,” kata Muh Samanhudi didampingi Wakil Wali Kota Blitar Drs Santoso MPd, Rabu (24/2) kemarin.
Bahkan meskipun wacana tersebut sudah lama didengar dan telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan peralihan pengelolaan SMA dan SMK dari kab/kota kepada provinsi, pihaknya tetap mengajak kepala daerah lainnya di Jatim untuk bersama-sama melakukan penolakan dengan mengajukan gugatan ke MK.
“Kami juga mempersilakan bagi kepala daerah lainnya untuk bersama-sama dengan kami melakukan penolakan dengan mengajukan gugatan kepada MK, dan secara teknis kami akan menyiapkan tim hukum yang akan mengajukan gugatan ke MK,” ujarnya.
Atas kebijakan ini  Muh Samanhudi menilai penyerahan Otonomi Daerah (Otoda) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah tingkat kabupaten/kota tidak sepenuhnya diberikan. Artinya ada pengebirian beberapa kewenangan dan kebijakan serta pengelolaan di tingkat kabupaten dan kota selama ini. “Ini namanya bukan Otoda sepenuhnya milik daerah, karena masih ada beberapa kebijakan yang masih bisa diambil yang selama ini sudah dikelola oleh daerah,” jelasnya.
Di sisi lain kekecewaannya karena selama lima tahun telah mengelola pendidikan gratis mulai tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai SMA dan SMK dengan memberikan sepatu gratis, seragam gratis, buku gratis, alat tulis gratis, bus sekolah gratis, tas gratis, SPP gratis, her regristasi gratis, yang gedung gratis dan pemberian tablet secara gratis kepada semua siswa dan siswi di Kota Blitar.
“Kalau ini nantinya dikelola oleh provinsi saya merasa sangat bersalah karena Pemprov Jatim tidak akan mampu memberikan fasilitas sekolah gratis secara sepenuhnya. Belum lagi kami juga sudah membangun gedung yang nilainya tidak kecil,” tegasnya. [tam,htn]

Tags: