Surat Paksa Bagi Perusahaan Bandel Tak Bayar PBB

Joko Santosa. [alikus/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Pajak Bumi Bangunan (PBB) termasuk tiga besar pajak daerah yang pemasukannya dominan bagi Kab Sidoarjo. Yakni Pajak Penerangan Jalan (PPJ), Pajak Bea Hak atas Tanah Bangunan (PBHTB) dan PBB. Tidak salah bila Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD)  Kab Sidoarjo, selalu mengoptimalkan perolehan pajak daerah itu.
Menurut Kepala BPPD Kab Sidoarjo, Drs Joko Santosa MSi, bagi Wajib Pajak (WP) yang tagihan pajaknya lebih dari Rp2 juta, pembayaranya maksimal 31 Agustus 2017, sedangkan WP yang tagihannya kurang dari Rp2 juta maksimal 30 September 2017.
Dari catatan, realisasi perolehan PBB tahun 2017 ini, per Juli lalu sudah mencapai Rp89.076 miliar atau 46,52 % dari target Rp191.5 miliar. ”Insya Allah, kami bisa mencapai target 100%,” kata Joko, saat dihubungi, Jumat (8/9) akhir pecan kemarin.
Upaya yang akan dilakukan, sebut Joko, dengan terus aktiv melakukan tagihan pada WP, terutama pada WP yang besar seperti perusahaan. Diakui, sampai saat ini masih ada beberapa perusahaan yang belum melunasi tagihan PBB nya.
Mereka yang seperti itu, menurut Joko akan diberikan surat teguran kesatu dan kedua. Tetapi kalau terus tetap tidak mengindahkan surat teguran yang dilayangkan, maka BPPD Kab Sidoarjo bisa mengeluarkan surat paksa.
Tetapi sebaliknya bagi WP perusahaan ataupun OPD di Kab Sidoarjo yang justru membayar tagihan PBB sebelum jatuh tempo, Pemkab Sidoarjo, kata Joko, tiap tahun akan memberikan penghargaan. Pemberian penghargaan yang dinamakan Bulan Panutan PBB itu, untuk tahun 2017 ini akan diselenggarakan pada pertengahan Bulan Oktober mendatang.
”Bulan Panutan PBB ini tujuannya, supaya bisa menjadi contoh bagi WP-WP lainnya di Kab Sidoarjo,” kata Joko.
Ia sempat menyampaikan, kedepan dari Sembilan pajak daerah di Kab Sidoarjo yang ada, BPPD Sidoarjo akan menggejot perolehan pajak Restauran. Ini dikarenakan dari evaluasi yang ada dirasa masih kurang maksimal.
Ini dikarenakan dari pihak restaurant belum semua melaporkan perolehan pajaknya ke BPPD Sidoarjo, padahal omset kuliner mereka besar. Dari pantauan di lapangan,  mereka dianggap tidak jujur. ”Sebetulnya yang bayar pajak adalah konsumen, restaurant hanya memungut saja, karena konsumen dikenai pajak 10% dari yang menu yang dimakan,” kata Joko.
Sudah ada 100 titik tempat yang dipasangi typing box dekat mesin cash di restaurant. Alat ini bisa merekam setiap transaksi. Hasilnya kata Joko ada perubahan positif. Pihak restaurant tidak bisa mengelak dan menipu lagi pembayaran pajak restaurant yang jadi kewajiban  mereka. [kus]

Tags: