Survei IDM, Mayoritas Masyarakat Dukung Penurunan Tarif Interkoneksi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Mayoritas penguna jasa telekomunikasi seluler sangat mendukung rencana penurunan tarif interkoneksi melalui Revisi PP Nomor 52 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi oleh pemerintah. Hal ini tergambar dalam hasil survei Indonesia Development Monitoring (IDM)  yang digelar dengan tema Opini Publik Terkait Jasa Layanan Operator Telepon Seluler di Indonesia Terkait Tarif Yang Dibebankan Operator Jasa Telepon Seluler
Menurut Direktur Eksekutif IDM, Widodo Tri Sektianto, Kamis (8/9) kemarin, hasil temuan survei pada konsumen jasa telepon seluler sudah fix line sangat berharap dan mendukung lahirnya kebijakan pemerintah memberikan jasa layanan interkoneksi yang murah antar operator telelepon. Sebanyak 73.4% responden menyatakan setuju, tidak setuju 23.0%, sementara tidak tahu 3.6%.
Dikatakan Widodo, mayoritas responden menilai tarif interkoneksi melalui sambungan telepon dan SMS antar operator seluler masih sangat mahal, padahal untuk roaming internasional baik voice maupun data dianggap tidak mahal dibandingkan interkoneksi roaming diluar negeri. Hal ini terbukti berdasarkan biaya terminasi lokal antar seluler sebesar Rp250 per menit, sedangkan biaya terminasi jarak jauh bertarif Rp452 per menit, sehingga hal itu tidak berlogika jika dibandingkan dengan tarif on net operator.
‘’Pengguna telepon seluler lebih banyak untuk kebutuhan menelepon dan SMS dibandingkan untuk digunakan keperluan  social media dan akses internet, padahal responden menganggap tarif telepon interkoneksi  dan SMS jauh lebih mahal,’’ terangnya.
Dijelaskan, mahalnya tarif interkoneksi antar operator dari hasil temuan survei pendapat masyarakat akhirnya membebani pelanggannya, sebab beban interkoneksi ditanggung pelanggan melalui tarif off net yang mahal. Sementara itu, mahal dan murahnya tarif on net menyebabkan peningkatan churn rate di masing-masing operator, belum lagi ketidakefisienan dari pelanggan yang cenderung menggunakan lebih dari satu nomor handphone. Hal ini juga mengakibatkan tidak efisien dalam penggunaan nomor, padahal nomor merupakan resources terbatas.
Lebih lanjut, Widodo menyoroti, perbedaan ketetapan tarif On Nett dan tarif Off Net dari operator selular, bakal menciptakan masalah tersendiri. Sebab tarif off net operator bisa lebih dari 15 kali lebih mahal dibanding tarif on net.
Hal tersebut, lanjutnya, bakal berakibat pelanggan operator menggunakan banyak nomer dari operator lain untuk mnghindari tarif off net yang mahal. Selain itu, sambungnya, sudah pasti terjadi churn rate tinggi sebab promosi yang tak rasional, jor-joran ditarif on net dan beban tarif mahal di off net. Dan bisa jadi, kompetisi tarif off net tak berfungsi, sebab operator besar tak mau merubah dan operator kecil tak berani memulai melakukan penurunan harga off  net, apalagi jika hal ini terkait dengan biaya interkoneksi di Indonesia yang masih mahal.
Untuk diketahui, survei dilakukan pada tanggal 21 Agustus hingga 30 Agustus 2016 di 33  Provinsi dan  200 Kabupaten/Kota di Indonesia.Responden terpilih sebanyak  1241 penguna jasa telepon seluler dari 281.9 juta  populasi pengunaan jasa operator dan SIM card yang aktif. Survei mengunakan metode multistage random sampling dengan tingkat kepercayaan 95% dengan Margin of  Error +/- 2.6%. [ma]

Tags: