Syahwat Politik Birokrat Semakin Menguat

Gunakan Medsos karena Murah dan Efektif Tingkatkan Popularitas
Surabaya, Bhirawa
Konstelasi politik di ibukota mulai reda. Kini, giliran Jawa Timur yang tengah menunggu waktu menyambut pesta demokrasi pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Tanda-tanda hadirnya calon yang akan mengikuti kontestasi pun mulai tampak. Bukan hanya dari kalangan politisi, melainkan juga para birokrat juga terlihat tengah berupaya mengerek popularitas.
Seperti halnya yang tengah gencar dilakukan Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman dengan menggeber informasi melalui media sosial (Medsos). Tak tanggung-tanggung, Saiful Rachman memasang empat akun di tiga jejaring sosial yang berbeda. Dari empat akun tersebut, tiga di antaranya merupakan akun pribadi. Sementara satu akun lagi dikelola tim dengan menggunakan nama @Saiful_Center di tweeter. Dengan mengusung tagline santun dan religius, akun ini dijadikan sebagai pusat informasi Kepala Dindik Jatim.
Hal ini cukup menarik perhatian akademisi yang memiliki spesialisasi di bidang ilmu komunikasi politik. Salah satunya diungkapkan Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Sukowidodo. Menurut Suko, dalam konteks komunikasi politik, mendirikan pusat informasi melalui media sosial merupakan salah satu tindakan politik. Namun, wilayah ini masih sangat abu-abu.
“Ibaratnya untuk apa seorang Suko mendirikan pusat informasi, jika dengan akun pribadi saja sebenarnya sudah cukup,” tutur Suko dikonfirmasi kemarin, Senin (24/4).
Kendati demikian, Suko memahami bahwa politik adalah hak setiap warga. Namun, ada aturan yang harus dipatuhi bagi mereka yang aktif sebagai aparatur negara. Khususnya para pejabat aktif, jangan sampai memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan politik. “Karena belum resmi calon dan proses pilkada belum dimulai, Bawaslu tidak berhak mengawasi. Tapi di sini Inspektorat punya peran penting,” tandasnya.
Pemilihan medsos sebagai alat untuk meningkatkan popularitas diakui Suko sangat efektif. Bahkan untuk saat ini, ketika proses menunggu pilgub masih cukup lama. Karena prinsip medsos adalah reinforcement, peneguhan kembali. “Fungsi medsos ini memang tidak akan berarti apapun tanpa didukung relationship secara langsung dengan publik,” tutur dia.
Selain Saiful Rachman, pria yang juga Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair, juga melihat adanya kecenderungan birokrat lain untuk maju dalam Pilgub Jatim. Yakni Kepala Dinas Perhubungan Jatim Wahid Wahyudi. Hanya saja, berbeda dengan Saiful Rachman, Wahid cenderung tidak begitu menonjol dalam aktivitas jejaring sosial. Hal ini dapat diketahui dari akun tweeter miliknya yang terakhir diperbarui pada Mei 2016 lalu.
Pendapat serupa juga diungkapkan Pakar Komunikasi Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya Redi Panuju. Menurutnya, tidak ada yang cuma-cuma dengan informasi. Selalu ada tujuan di balik informasi yang disampaikan, kecenderungan membangun popularitas melalui medsos sangat mungkin memiliki kaitan dengan agenda politik yang akan berlangsung.
“Memang pakai medsos sangat murah, dan tidak perlu membayar pajak. Berbeda dengan kalau mau membangun popularitas melalui iklan di media,” ungkap Redi.
Menurut Redi, penggunaan medsos cukup efektif untuk membangun komunikasi tahap awal dan membangun jejaring dengan publik. “Istilahnya kulon nuwun lah,” lanjutnya.
Untuk mengerek popularitas, Redi mengungkapkan tidak cukup berbagi informasi standar di media sosial. Hal itu diakuinya sangat nanggung, karena publik lebih senang dengan hal-hal yang sensasional. Sehingga informasi itu bisa menjadi viral atau menjadi trending topic. “Memang untuk birokrat ini cukup sensitif. Tapi kalau cuma bagi-bagi informasi biasa ya nanggung,” pungkas dia. [tam]

Tags: