Syiar Kebaikan Lewat Lomba

Surabaya, Bhirawa
Assesment siswa jadi kunci sukses Triworo Parnoningrum dalam memberikan layanan pendidikan yang inovatif bagi siswa. Tak ayal, melalui program “Smart Inclusive School” (SIS) ia mendapat peringkat kedua Kepala Sekolah Dedikatif, Inovatif dan Inspiratif pada Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus yang diselenggarakan oleh Direktorat GTK Dikmen dan Diksus Kemdikbud.

Atas capaian itu, Kepala SMPN 28 Surabaya ini berujar bahwa prestasi tersebut merupakan hasil syiar kebaikan lewat lomba.

“Perkara juara itu bonus dari Allah. Kami patut untuk bersaing karena kami melaksanakan program (SIS) yang menekankan pada e-learning dan pemanfaatan alam yanh sudah lama diterapkan,” kata dia.

Tak hanya itu, program lain yakni Inklusif School yang menekankan pada layanan keberagaman siswa juga memperkuat inovasinya selama menjadi kepala sekolah.

“Selama pembelajaran di masa pandemi ini, kita tidak serta merta mengajak anak virtual, atau melakukan kunjunga oleh guru. Tapi semua layanan pembelajaran yang kami lakukan di hasil dari assement. Dari hasil itu kita bisa memetakan layanan pendidikan reguler, layanan inklusif dan layanan khusus,” jelasnya.

Dalam program tersebut, Woro sapaan akrabnya menekankan pada peran orangtua sebagai fasilitator dan mediator untuk anak, selain itu guru harus mampu melakukan pemberdayaan lingkungan alam dan sumber media belajar. Di samping, seluruh siswa mendapatkan pelayanan pembelajaran sesuai hasil assemesnya.

“Kita paham melayani pendidikan inklusif harus bagaimana. Karena salah satu konsep pembelajaran kurikulum berdasarkan hasil assement individual siswa,” ujarnya

Assement tersebut, tidak hanya diterapkan bagi anak berkebutuhan khusus. Sehingga dari hasil assesment ini tidak ada siswa nakal, ataupun bodoh. Karena setiap anak akan mengetahui gaya belajar, bakat. Sekolah juga akan mengetahui traumatik apa yang dialami siswa.

“Kita beri pendampingan psikologi sosial siswa. Jika ada hambatan organ tubuh (difabel) maka kita bisa buat program khusus bagi mereka. Bisa ikut kurikulum nasional atau kurikulum dengan standart sekolah. Kalau kurikulum nasional bisa kita gabungkan dengan siswa reguler lainnya. Tapi kalau kurikulum sekolah kita sesuaikan dengan hambatan (ketunaan) siswa. Itu yang kita layani disekolah kami. Dan itu akan kami imbaskan ke sekolah yang berkenan menerapkan konsep SIS,” tegasnya.

Woro berharap, penerapan assesment individual siswa bisa juga dicontoh oleh sekolah lain. Sebab, hal ini merupakan kebutuhan anak. Pasalnya hal itu akan menentukan kurikulum sebelum proses pembelajaran.

“Saya berharap semua sekolah mampu meningkatkan kompetensi SDM, teknologi dan pemanfaatan alam. Dan mampu melayani anak-anak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak didik,” pungkas dia. [ina]

Rate this article!
Tags: