Tafsir dan Hadis.

Rekonstruksi Sejarah al-QuranResensi buku :
Perjalanan Panjang Teks Alquran
Judul    : Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an
Penulis    : Taufik Adnan Amal
Penerbit  : Pustaka Alvabet
Cetakan  : I, Oktober 2013
Tebal    : xviii+484 Halaman
ISBN    : 978-602-9193-34-3
Peresensi  : Fatmawati Ningsih S.Th.I
Penulis Lepas, Alumnus IAIN Walisongo Semarang Konsentrasi
Setiap kitab suci agama mempunyai sejarah masing-masing. Sejak awal kemunculannya hingga kini selalu menarik untuk dikaji. Kitab suci selalu mendapat tempat tertinggi di hati pemeluknya karena di samping ajaran Nabi, juga diyakini sebagai wahyu Tuhan dalam bentuk verbal.
Al-Qur’an kitab suci agama Islam diyakini pemeluknya sebagai Kalam Allah, ucapan Allah. Keyakinan ini tidak begitu saja diterima pihak oposisi. Pada zaman Nabi Muhammad, orang kafir menuduh Muhammad memperoleh wahyu dari bisikan ruh-ruh jahat. Sebagian lagi beranggapan al-Qur’an hanyalah dongeng dari orang-orang terdahulu yang dipelajari Muhammad.
Dewasa ini, kajian tentang al-Qur’an tak luput dari penelitian sarjana Barat. Sama halnya oposan era Nabi, orientalis modern dari kalangan Yahudi seperti Abraham Geiger memusatkan perhatian pada anasir Yahudi dalam al-Qur’an. Dalam penelitiannya, Geiger sampai kepada kesimpulan bahwa seluruh ajaran Muhammad yang tertuang di dalam al-Qur’an sejak semula telah menunjukkan sendiri asal usul Yahudiyahnya.
Sementara para sarjana Kristen juga melakukan upaya senada. Karl Friedrich Gerock berusaha membuktikan al-Qur’an tidak lebih dari gema sumbang tradisi Kristiani. Berbeda dari orientalis Yahudi dan Kristen, umat Muslim justru meyakini seluruh kitab suci baik Injil, Taurat dan al-Qur’an bersumber dari Allah. Para Nabi diutus untuk menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya, namun risalah mereka tetap bersifat universal.
Al-Qur’an merupakan kitab suci paling mapan dan konsisten setelah diresmikan unifikasi bacaan sebagai standar al-Qur’an umat muslim pada pemerintahan khalifah Usman bin ‘Affan. Meskipun mengalami problematika dan gejolak pada awal pengumpulannya, pada akhirnya umat Islam di seluruh penjuru dunia memegang satu mushaf yang sama dan tak seorangpun mempunyai otoritas mengubah satu kata bahkan satu huruf dari kitab tersebut.
Taufik Adnan Amal, penulis buku ini berusaha merekonstruksi sejarah pengumpulan al-Qur’an dari masa Nabi hingga stabilisasi teks dan bacaan meliputi penyempurnaan ortografi al-Qur’an. Taufik setidaknya membagi dua cara pengumpulan al-Qur’an di masa Nabi Muhammad. Pertama, pemeliharan hafalan oleh Nabi dan sahabat. Kedua, perekaman dalam bentuk tertulis. (Halaman 142-143)
Dalam tulis menulis wahyu, Nabi memprintahkan beberapa sekertaris untuk mencatatnya. Meskipun masyarakat pada waktu itu mendapat julukan Jahiliyah, yang diartikan sementara sejarawan kaum bodoh, tidak mengenal baca tulis, faktanya mereka sudah akrab dunia administrasi. Terbukti bangsa Arab pandai dalam urusan perniagaan. Al-Qur’an merekam masalah hutang piutang agar supaya diantara keduanya mencatat dan disaksikan dua orang laki-laki.
Penulis menyangkal pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa pengumpulan al-Qur’an dilakukan setelah wafatnya Nabi. Teori paling populer di kalangan ortodoksi Islam menyatakan pengumpulan pertama pada masa khalifah Abu Bakar. Cerita paling masyhur yaitu Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit merekam jejak al-Qur’an atas desakan Umar bin Khattab. Kegelisahan Umar atas gugurnya sahabat-sahabat penghafal al-Qur’an pada perang Yamamah mendorong gagasan intelektual pengumpulan al-Qur’an. (Halaman 157)
Taufik Adnan Amal tidak menyangkal bahwa Nabi dipastikan tidak meninggalkan kodeks al-Qur’an dalam bentuk lengkap. Akan tetapi, terdapat upaya sadar dan serius di zaman Nabi dari kalangan sahabat untuk memelihara wahyu-wahyu dalam bentuk tertulis. Tidak hanya sekertaris yang ditunjuk Nabi untuk medokumentasikan, tetapi banyak sahabat yang sukarela mencatat wahyu secara pribadi. Sebab itu, belakangan timbul variae lectiones, yaitu keragaman bacaan al-Qur’an yang kemudian pada masa pemerintahan Usman bin ‘Affan dimusnahkan dan diseragamkan demi persatuan umat.
Salah satu sebab yang melatarbelakangi munculnya variae lectiones adalah ketidaksempurnaan aksara arab, yakni screptio devectiva, yang tidak memiliki tanda-tanda vokal dan titik diakritis pembeda konsonan berlambang sama.(Halaman 329)
Pada mulanya, Usman mengirim salinan mushaf ke tiap wilayah dalam screptio devectiva. Masyarakat daerah tersebut tetap mengikuti bacaan yang mereka pelajari dari sahabat tertentu. Dari sinilah tumbuh para qurra’ yang terkenal ulama Qira’ah Sab’ah.
Usman selalu berusaha mengupayakan standarisasi teks al-Qur’an, yang dalam kenyataannya juga mengarah unifikasi bacaan meskipun pemusnahan teks non usmaniy harus dilakukan. Pada tataran praxis, teks utsmani berhasil memapankan diri sebagai textus receptus, yaitu satu-satunya teks al-Qur’an yang disepakati.
Buku Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an karya Taufik Adnan Amal ini sangat lengkap dalam memaparkan sejarah al-Qur’an. Ia mempertemukan tiga arus keilmuan, yaitu tradisi Barat, Timur Tengah dan ranah keilmuan Indonesia. Didasarkan pada riset ilmiah, buku ini berhasil mengungkapkan perjalanan panjang teks al-Qur’an dan perjumpaannya dengan para analis Islam maupun orientalis Barat.

Rate this article!
Tafsir dan Hadis.,5 / 5 ( 1votes )
Tags: