Tagihan PBB Naik Sepihak Tanpa Sosialisasi

pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan BangunanSurabaya,Bhirawa
Meskipun kenaikan PBB yang mengacu kepada nilai NJOP yang baru telah tertuang dalam Perda Kota Surabaya, namun hal ini memantik sejumlah keberatan dari warga. Penetapan  NJOP dianggap subyektif, dan penerapannya tidak didahului dengan tanpa sosialisasi kepada yang bersangkutan, tapi langsung ditagihkan. Apalagi ternyata nilainya mencapai dua kali lipat.
Kenaikan PBB ini ternyata banyak terjadi di kawasan Surabaya Timur, utamanya bangunan yang dekat dengan lokasi proyek pembangunan jalan lingkar timur atau MERR (middle east ring road).
Seperti yang diungkapkan Margareta, warga di Perumahan Nirwana di Kawasan Sukolilo. Pada tahun sebelumnya, ia hanya membayar PBB sekitar Rp 700 ribu. Namun pada tahun ini, PBB nya melonjak menjadi  Rp  I, 4 juta lebih. Padahal, rumahnya tidak mengalami perubahan atau  tambahan pembangunan.
“Yang saya herankan, ternyata tidak semua penghuni perumahan di sana mengalami kenaikan PBB. Hanya saya dan beberapa tetangga lainnya yang naik. Mengapa bisa begitu?” cetusnya dengan nanda tanya.
Hal sama juga dialami Wirawan, warga yang tinggal di kawasan Gunung Anyar. Berdasarkan SPT PBB yang diterimanya, ia harus membayar untuk tahun ini mencapai 2 kali lipat lebih dibandingkan sebelumnya.
“Yang membuat saya bertanya-tanya, dengan dasar apa kenaikan PBB itu.  Saya mau protes ke Pemkot Surabaya karena kenaikannya terlalu tinggi,” jelasnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan kota Surabaya, Yusron Sumartono menegaskan kenaikan PBB hingga dua kali lipat terhadap obyek pajak itu memiliki dasar yang kuat. Pihaknya tentu tak berani menaikan PBB secara serampangan jika tak memiliki alas hukum.
“Kenaikan ini terjadi biasanya obyek pajak pada tahun ini mengalami kenaikan NJOP (nilai jual  obyek pajak). Semisal, pada tahun lalu harga rumahnya hanya Rp 800 juta, namun tahun ini harganya naik menjadi Rp I miliar. Maka sesuai dengan perda,  PBB nya naik 2 kali lipat,” jelasnya.
Dalam perda soal PBB, masih lanjutnya, jika obyeknya di bawah Rp I miliar akan dikenakan tarif 0,I . Sedangkan kalau di atas Rp I miliar, dikenakan tarif 0,2. “Jadi hasilnya bisa dua kali lipat. Bahkan lebih,” cetusnya.
Ia menambahkan, Pemkot Surabaya telah menetapkan nilai jual objek pajak (NJOP) sebagai dasar penentuan pajak bumi dan bangunan. Nilai NJOP sejumlah kawasan di tengah kota bertambah cukup signifikan. Begitu pula Surabaya Timur yang mulai merangkak naik seiring dengan pembangunanmiddle east ring road (MERR).
Yang menjadi masalah, masih lanjutnya, karena selama ini warga belum mengetahui, “Maka ketika mereka datang ke dinas, baru kami jelaskan aturannya. Dan  jika ada yang complain, kami tak bisa menurunkan   PBB ke semula karena perdanya mengatur seperti itu,” katanya.
Kebijakan tersebut memang menuai kritikan, terutama bagi wajib pajak yang tidak mampu karena sangat memberatkan. Pemkot sendiri, masih lanjutnya, siap mengevaluasi karena di perda itu sendiri mengatur. Diantaranya memberikan diskon 25 persen bagi pensiunan PNS dan pemilik bangunan cagar budaya dapat potongan 50 persen. Khusus veteran dapat diskon hingga 75 persen.
“Khusus untuk bangunan cagar budaya, harus dirawat dengan baik dan tidak boleh ada perubahan bentuk. Jika tak dirawat dan ada perubahan bentuk, maka tidak mendapatkan diskon,” katanya.
Sejauh ini wajib pajak di Surabaya cukup aktif dalam melunasi PBB. Target pembayaran PBB mencapai 85 persen pada 2014. Dari target Rp 795 miliar, tercapai Rp 683 miliar atau 85 persen. Sedangkan untuk tahun ini target PBB mencapai Rp 825 miliar. [gat]

Tags: