Tahap Krusial, KPU Diminta Jujur dan Transparan

11-KMS-di-kantor-kontras

Klaim kemenangan dua kubu dalam Pilpres 2014 yang didasarkan pada hasil quick count memantik reaksi banyak pihak. Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) di kantor Kontras, Kamis (10/7) menilai sikap dua pasangan yang mengklaim kemenangan bisa menimbulkan konflik di tingkat bawah. Kedua kubu diminta mampu mengendalikan massa mereka untuk bersabar menunggu hasil perhitungan KPU.

Jakarta, Bhirawa
Sejumlah tokoh lintas agama meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan proses penghitungan suara dengan jujur, adil dan transparan.  Pada sisi lain, diingatkan agar pihak-pihak asing tidak memprovokasi dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia terkait Pilpres 2014.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, sebagai salah satu perwakilan tokoh lintas agama menilai bahwa pengiriman hingga rekapitulasi surat suara merupakan tahapan yang krusial. Sebab, selama ini dalam pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden sebelumnya, poses itu rentan kecurangan.
“Maka kami meminta penyelenggara pemilu khususnya KPU dan panitia pelaksana pemilu di semua tingkatan untuk bisa melakukan proses ini secara jujur, adil bertanggung jawab, profesional, transparan dan tepat waktu. Sehingga diharapkan hasil resmi bisa diumumkan tepat waktu,” kata Din di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta, Kamis (10/7).
Menurut Din, semua bentuk kecurangan harus dihindari. Sehingga proses dapat berjalan bebas tanpa adanya tekanan apapun. Juga bisa menghindarkan negara dari ketegangan dan konflik antar sesama. “Kalau terjadi perpecahan maka dampaknya akan berkepanjangan. Tidak hanya lima tahun tapi bertahun-tahun,” ujar Din.
Selain itu, Din juga meminta semua pihak untuk bisa menahan diri dan tidak menampilkan perilaku yang melampaui batas dalam menyikapi pemilihan presiden ini.
Perwakilan dari Persekutuan Gereja Indonesia, Andreas Yewangoe juga meminta semua pihak, khususnya para elite politik untuk bisa mengedepankan sikap kenegarawanan dan berjiwa ksatria dalam menyikapi hasil pilpres. Dia meminta semua pihak untuk mematuhi apapun hasil pilpres yang diumumkan oleh KPU pada 22 Juli 2014. “Siap menang dan siap kalah. Mengendalikan diri dari sikap melampaui batas dan euforia yang berlebihan yang dapat menimbulkan pertentangan antar kelompok serta potensi perpecahan bangsa,” kata Andreas.
Untuk diketahui hasil quick count Pilpres 2014 oleh sejumlah lembaga survei terbelah menjadi dua. Ada lembaga survei yang memenangkan kubu Prabowo-Hatta, di sisi lain sejumlah lembaga survei juga memenangkan kubu Jokowi-JK. Hasil semua survei menang tipis antar keduanya. Kondisi ini membuat masyarakat bingung.
Sementara itu Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengingatkan kepada pihak-pihak asing agar tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Mereka tidak boleh melakukan provokasi terhadap siapa yang menjadi pemenang Pemilu Presiden 2014.
Menurutnya, proses penghitungan suara pilpres secara resmi akan dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Juli 2014 mendatang. “Jangan mengeluarkan statement-statement siapa yang menang. Ini urusan rakyat Indonesia, dalam negeri Indonesia,” kata Said Aqil.
Said mengatakan, KPU merupakan lembaga yang paling berwenang melakukan penghitungan resmi Pilpres 2014. Meski begitu, dia tidak mempersoalkan para lembaga survei yang sudah merilis siapa pemenang pilpres versi hitung cepat. “Itu hak mereka keluarkan survei, akan tetapi yang berhak menentukan KPU, tidak ada yang lain,” ujarnya.
Indonesia Police Watch (IPW juga berharap kedua pasangan dan tim pendukungnya masing-masing bisa menahan diri untuk tidak melakukan provokasi dengan merayakan kemenangan, karena hal itu justru akan memicu keributan di tingkat bawah.
Pasangan capres dan cawapres diminta mampu mengendalikan tim sukses dan pendukung masing-masing. Karena, ketegangan usai perbedaan hasil quick count dikhawatirkan berujung pada kekacauan.”IPW berharap kedua pasangan capres mampu mengendalikan tim sukses dan para pendukungnya untuk mendinginkan situasi,” kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane.
Neta mengibaratkan kondisi keamanan di Tanah Air pasca Pilpres bak sedang hamil tua. Ketegangan sosial menjadi bara terpendam yang sewaktu-waktu bisa meledak menjadi kekacauan.  “Sebab, kontroversi hasil quick count kian berkembang di masyarakat,” terangnya.
Ketegangan, menurut Neta, kian tinggi tatkala masing-masing capres dan pendukungnya sama-sama berkeyakinan sebagai pemenang Pilpres 2014. Beberapa jam setelah hasil quick count keluar, pendukung capres sempat konvoi.   “Ke depan, sebelum KPU mengumumkan hasil Pilpres yang sesungguhnya, Polri harus berani melarang semua kegiatan para capres dan pendukungnya, terutama yang bersifat massal,” terangnya.
Selain itu, kata dia, Polri perlu meningkatkan kinerja intelijen, Babinkamtibmas dan patroli di kawasan-kawasan rawan serta strategis, agar bisa melakukan deteksi dan antisipasi dini. “Dalam menjagakamtibmas Indonesia yang sedang hamil tua ini, Polri jangan bersikap menjadi pemadam kebakaran, melainkan harus bersikap jangan biarkan telur menetas menjadi naga,” katanya.
Dia menilai, jika kebakaran sudah terjadi dan telur sudah menetas menjadi naga akan sulit bagi Polri mengatasi situasi kamtibmas pasca Pilpres 2014.
Ketua DPR RI Marzuki Alie mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan hasil perhitungan cepat beberapa lembaga survei dan saling klaim kemenangan antar kedua kubu calon presiden. “Saya imbau kepada masyarakat jangan terprovokasi karena hasil asli itu berasal dari KPU. Jadi ini hanyalah gambaran-gambaran saja, sehingga tidak usah terpengaruh. Di alam demokrasi perbedaan pendapat dapat dibenarkan, tetapi bukan untuk saling memunculkan perpecahan,” ujarnya di Gedung DPR.
Menurut Marzuki masih ada pekerjaan besar yang harus dilakukan yaitu mengawasi dan memantau perhitungan suara. Perhitungan menurutnya harus dilakukan dengan cermat, jujur dan transparan. “Kita tidak menginginkan terjadinya kecurangan, penyelewengan dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.
Said mengatakan, KPU merupakan lembaga yang paling berwenang melakukan penghitungan resmi Pilpres 2014. Meski begitu, dia tidak mempersoalkan para lembaga survei yang sudah merilis siapa pemenang pilpres versi hitung cepat. “Itu hak mereka keluarkan survei, akan tetapi yang berhak menentukan KPU, tidak ada yang lain,” ujarnya.
Dia berharap kedua pasangan dan tim pendukungnya masing-masing bisa menahan diri untuk tidak melakukan provokasi dengan merayakan kemenangan, karena hal itu justru akan memicu keributan di tingkat bawah. [ira.cty.ins.okz.viv]

Tags: