Tahun Pengetatan Ekonomi

Karikatur Pengetatan EkonomiPERGANTIAN tahun (menuju 2015) ini terasa berbeda, karena beriringan dengan berbagai bencana alam serta berbagai kecelakaan. Sehingga pemerintah mengimbau agar peringatan pergantian tahun tidak dirayakan dengan gebyar ke-suka ria-an. Melainkan dengan doa dan istighotsah. Terutama agar terhindar dari bencana ekonomi.
Sebenarnya, pemerintah juga membuat gebrakan sebagai kado tahun baru 2015. Yakni, menurunkan harga BBM (premium) bersubsidi menjadi Rp 7.600,- per-liter. Tetapi kado tersebut tidak bisa menghapus lara (inflasi). Karena tidak bisa menurunkan harga barang dan jasa yang terlanjur naik. Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi tahun 2014 menjadi sebesar 8,1%. Angka ini di atas asumsi APBN Perubahan tahun 2014 yang menaksir inflasi antara 5,3% hingga 7,3%.
Pergerakan inflasi bulanan sepanjang tahun 2014 sebenarnya menunjukkan tren baik. Bergerak mulai angka 8,2% bulan Januari terus menurun sampai bulan Agustus 2014 sebesar 3,99%. Tetapi setelah pelantikan anggota DPR (dan DPRD) inflasi malah naik menjadi 4,83% (Oktober). Puncaknya, ketika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, inflasi November mencapai 6,23%. Dampak kenaikan harga BBM subsidi sungguh sangat perih.
Perihnya, menurut perhitungan BPS (Badan Pusat Statistik) kenaikan harga BBM bersubsidi secara langsung akan menambah jumlah penduduk miskin. Setiap kenaikan sebesar Rp 1.000,- per-liter akan menambah penduduk miskin baru sebanyak 1,2 juta jiwa. Kalau naiknya Rp 2.000,- maka jumlah penduduk miskin bertambah 2,4 juta jiwa. Padahal andai tidak dinaikkan, subsidi ke-energi-an tidak bertambah besar, karena harga minyak dunia sedang turun.
Selain kepedihan akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, seluruh asumsi makro ekonomi yang ditarget dalam Perubahan APBN 2014 juga meleset. Target yang diharapkan tumbuh positif malah melorot. Misalnya defisit neraca berjalan. Sedangkan yang diharapkan bisa berkurang, malah naik. Misalnya nilai tukar rupiah yang dipatok Rp 11.700,- kenyataannya menjadi Rp 12.500,- per-US$. Konsekuensinya, utang luar negeri bertambah besar, setidaknya naik  sekitar 7 persen.
Tetapi yang paling mencengangkan adalah survei biaya hidup (SBH) yang dilakukan BPS. Dulu, BPS menggunakan indeks harga konsumen (IHK) patokan tahun 2007. Tetapi mulai tahun 2014, sudah digunakan hasil survei tahun 2012. Ternyata SBH rata-rata di kabupaten dan kota menunjukkan tren kenaikan signifikan. Surabaya misalnya, SBH-nya sebesar Rp 5,9 juta per-bulan per-keluarga dengan anggota 4 jiwa.
Di bawah Surabaya terdapat kota Malang dengan SBH sebesar Rp 5,07 per-keluarag dengan anggota 4 jiwa. Sedangkan Banyuwangi menjadi daerah dengan SBH terendah, hanya Rp 3 juta per-bulan per-keluarga dengan jumlah anggota 3 jiwa. Pada skala nasional, rerata SBH sebesar Rp 5,6 juta per-bulan per-keluarga dengan 4 jiwa.
Profil kemiskinan juga bertambah besar, menjadi 28,55 juta jiwa (per-September 2013). Atau dalam 6 bulan naik sekitar 470 ribu orang miskin baru. Berbagai kelembagaan terkait (dan pemerintah daerah) mestinya menyesuaikan dengan SBH tahun 2012. Terutama pengeluaran rumahtangga. Patokan pengeluaran rumahtangga rerata sebesar Rp 5,6 juta per-bulan dapat dijadikan “ambang batas.”
Jika penghasilan rumhatangga kurang dari Rp 5,6 juta, harus sudah disebut sebagai rumahtangga miskin. Atau setidaknya rentan miskin. Dus sudah harus dimasukkan program pencegahan kemiskinan. Misalnya otomatis terdaftar sebagai peserta BPJS PBI (penerima bantuan iuran, disubsidi pemerintah). Namun mencermati angka tersebut, hampir pasti seluruh buruh masuk kategori keluarga miskin.
UMK di Surabaya saja (tertinggi nasional) masih sebesar Rp 2,710 juta. Jika dua orang yang bekerja (suami dan istri) baru diperoleh penghasilan Rp 5,42 juta, masih dibawah SBH Surabaya. Bagaimana aksi pemerintah daerah? Pasti belum bisa diandalkan. Sehingga masyarakat, setiap keluarga harus mengetatkan belanja rumahtangga.

                                                                  ————– 000 ————–

Rate this article!
Tahun Pengetatan Ekonomi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: