Tak Ada Diskresi, Jatim Urung Lanjutkan K-13

15-kurikulum-2013Dindik Jatim, Bhirawa
Tak perlu lagi menuntut diskresi (pengecualian), tak perlu juga membuat upaya perlawanan. Begitulah kondisi yang harus diterima Jatim saat ini setelah ngotot tetap melanjutkan Kurikulum 2013 (K-13). Karena payung hukum sudah kuat, maka seluruh elemen pemerintah di bawahnya pun harus ikut.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Harun MSi mengakui, dulu Jatim memang melawan menteri karena belum ada payung hukum yang kuat untuk membatalkan K-13 dan kembali ke KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 2006 bagi sekolah yang bukan sasaran. Namun setelah kesepakatan dari Kepala Dinas Pendidikan seluruh kab/kota di Jatim diajukan, barulah turun Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013.
“Ini sudah menjadi aturan. Kita tidak berani melawan, karena kita hanya bisa melaksanakan tugas yang sesuai aturan. Jika tidak, itu akan menjadi masalah,” kata Harun saat ditemui Kantor Dindik Jatim, Selasa (23/12).
Penghentian ini, kata Harun, merupakan hasil evaluasi untuk memperbaiki persiapan K-13 yang rencananya akan tetap dilanjutkan. Targetnya pada 2018 mendatang semua sekolah sudah akan menggunakan K-13. Sehingga sepanjang masa transisi itu, provinsi akan berkonsentrasi pada dua kurikulum sekaligus. “Pembinaan dan peningkatan mutu berbasis KTSP akan kita lakukan. Sedangkan untuk K-13 juga tetap dilanjutkan,” tutur Harun.
Harun mengatakan, saat ini Juknis untuk pelaksanaan KTSP sebagai pengganti K-13 sudah dibuat dan akan segera disosialisasikan. Pekan depan, Senin (29/12) seluruh kepala Dindik se-Jatim akan dikumpulkan untuk mendengarkan sosialisasi tersebut dan harus melaksanakannya tanpa terkecuali.
Dalam Juknis tersebut, di antaranya ialah terkait mekanisme pengisian nilai rapor siswa pada semester kedua. “Ini yang paling penting. Sebab, sistem penilaian pada semester pertama saat menggunakan K-13 dengan menggunakan KTSP jauh berbeda,” tutur Harun.
Termasuk daerah yang semula ngotot lantaran telah mengalokasikan APBD-nya untuk mendukung K-13. Semua harus kembali ke KTSP kecuali yang telah melaksanakannya selama tiga semester dan ditetapkan sebagai sekolah sasaran pada 2013. Di Jatim, ada 1.053 sekolah yang ditunjuk sebagai sasaran. Namun jumlah ini bisa berkurang, tapi tidak mungkin bertambah. “Yang sudah tiga semester boleh tidak melaksanakan K-13 kalau memang tidak mampu. Tapi yang bukan sasaran jangan, meskipun merasa mampu,” tegas Harun.
Harun berharap daerah tidak memaksakan kehendaknya. Sebab, persoalan ini tidak hanya berkaitan dengan anggaran. Sebab saat K-13 ini diterapkan, baik kabupaten/kota maupun provinsi juga mendukung dengan anggaran yang tidak kecil. Namun di samping anggaran, ada tanggung jawab lain, di antaranya ialah peningkatan mutu guru dan ketersediaan penatar. “Daerah tidak perlu ngotot. Sebagai bagian dari pemerintah, kita harus nurut struktur yang di atas,” kata Alumnus Lemhanas 2008 ini.
Sementara terkait buku, dia juga menegaskan agar masyarakat tidak perlu khawatir. Sebab, buku akan mudah dicari di pasaran dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang akan ditetapkan pemerintah agar tetap terjangkau. Sedangkan buku K-13 yang sudah terkirim di sekolah, semuanya akan menjadi diarsipkan untuk referensi dan digunakan saat K-13 dilaksanakan.
Dihubungi terpisah, Kepala Dindik Surabaya Ikhsan tidak sepaham dengan Harun. Dia mengaku tetap akan membebaskan sekolah-sekolah baik yang menjadi sasaran maupun yang bukan untuk tetap melanjutkan atau tidak. Hal itu sesuai kemampuan masing-masing sekolah. Sebab, hampir seluruh sekolah di Surabaya telah melaksanakan K-13 selama tiga semester.
“Kita akan tetap data sekolah-sekolah yang mampu. Jika ada yang siap melaksanakan namun masih butuh pendampingan, maka akan kita damping sendiri,” tutur dia.
Hasil pemetaan yang sudah dilakukan Dindik Surabaya, diakui Ikhsan telah diserahkan ke pusat. Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil verifikasi dari kementerian.
“Pemetaan yang kami lakukan itu terkait pilihan sekolah. Semuanya dilengkapi alasan masing-masing sekolah mengapa memilih KTSP atau K-13,” pungkas Ikhsan.

Sesalkan Sikap Menbudikdasmen
Sementara itu keputusan Menbudikdasmen Anies Bawasdean untuk menghapus K-13  disesalkan Komisi E DPRD Jatim. Para wakil rakyat ini menilai sikap pemerintah terkesan grusa-grusu dan tidak melihat kepentingan yang lebih jauh. Mengingat sudah miliaran dana dari APBN yang dikeluarkan untuk pembinaan guru serta sosialisasi ke sekolah.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Agus Dono menegaskan seharusnya pemerintah melihat kepentingan yang lebih jauh dan tidak sesaat. Mengingat K-13 sudah dilakukan sosialisasi dan hampir semua sekolah dan siswa sudah melakukannya. Namun di tengah jalan digunting kemudian dikembalikan pada kurikulum 2006. Apalagi sudah puluhan miliar dana APBN dikeluarkan untuk sosialisasi K-13.
“Ini merugikan masyarakat. Sebenarnya dalam K-13 cukup bagus di mana di sana ditanamkan budi pekerti siswa. Namun karena usianya masih muda maka perlu waktu satu tahun untuk menjadikan K-13 bisa dipahami oleh guru dan siswa. Tapi mengapa di saat K-13 sudah mau berjalan malah justru dihentikan. Ini jelas akan membingungkan para orangtua, siswa dan guru,”lanjutnya.
Karena itu, Agus tak heran ketika ada beberapa wilayah yang menolak menggunakan kurikulum lama. Ini tak lain karena K-13 dipandang bagus dan mampu meningkatkan kemampuan siswa tak hanya pada pelajaran tapi juga menanamkan budi pekerti siswa yang semakin terkikis di era globalisasi seperti ini. [tam,cty]

Tags: