Tak berbadan Hukum, Ditilang dan Dikandangkan

Taksi berbasis online makin marak. Dishub Surabaya bersama instansi terkait bakal mengintensifkan razia di jalanan.  Pengemudi atau armada yang tidak dilengkapi dokumen yang diharuskan, bakal kena tilang dan armadanya ditahan hingga persyaratan komplit.

Taksi berbasis online makin marak. Dishub Surabaya bersama instansi terkait bakal mengintensifkan razia di jalanan. Pengemudi atau armada yang tidak dilengkapi dokumen yang diharuskan, bakal kena tilang dan armadanya ditahan hingga persyaratan komplit.

Dishub Intensifkan Razia Taksi Online
Surabaya, Bhirawa
Operator, pemilik armada dan pengemudi taksi berbasis online di Kota Surabaya tidak bisa seenaknya lagi menjalankan bisnisnya. Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya bakal mengintensifkan razia di jalanan. Nantinya, Satuan Polisi Lalu Lintas Polres Surabaya digandeng dalam razia tersebut. Pengemudi atau armada yang tidak dilengkapi dokumen yang diharuskan, bakal dikenakan bukti pelanggaran alias tilang dan bahkan armadanya terancam dikandangkan atau ditahan hingga persyaratan komplit.
“Kami masih koordinasi dengan Satuan Lalu Lintas soal waktu pelaksanaan razia. Yang pasti akan lebih intensif, frekuensinya kita tingkatkan,” tegas Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dishub Kota Surabaya Irvan Wahyu Drajat kepada Bhirawa, Selasa (2/8) kemarin.
Menurut dia, Dishub akan tegas lantaran di antara armada taksi online ada yang menimbulkan kepadatan, bahkan kemacetan karena mangkal di tepi jalan. Ini menjadi dasar razia. Selain itu ada beberapa aturan lain untuk operasional taksi yang mengharuskan pengguna jasa menggunakan aplikasi layanan tersebut.
“Aturan dari Kementerian Perhubungan mengenai operasional taksi online sudah ada. Yakni, SIM pengemudi wajib A Umum, armada harus diuji KIR berkala tiap enam bulan, ada stiker yang di tempel, pemilik armada harus memiliki atau mengurus badan hukum atau jika pemilik perorangan bisa kerjasama dengan lembaga berbadan hukum, misalnya koperasi. Nama pemilik pada STNK juga tidak boleh perorangan, namun badan hukum,” rincinya.
Dishub, kata Irvan, belum memastikan batas akhir persyaratan itu wajib dipenuhi. Kendati, di Jakarta menetapkan batas akhir per 1 Oktober 2016. Razia intensif diyakini bisa efektif membuat pengemudi, pemilik armada dan perusahaan operatornya mengikuti aturan.
“Kalau di Jakarta sudah ada 300 armada lebih melengkapi persyaratan. Di Surabaya belum banyak, karena itu kami razia dan jika ada pelanggar maka akan diarahkan. Ada dua perusahaan operator taksi online. Ada Grab Car dan Uber Taxi,” kata Irvan.
Grab, menurut Irvan, dinilai patuh karena mayoritas armada yang beroperasi dilengkapi dokumen yang disyaratkan. Untuk Uber Taxi, banyak yang belum dan armadanya terus bertambah. Terlepas dari sedikit dan banyaknya armada yang berdokumen, Dishub tetap akan merazia semuanya, tanpa tebang pilih. Jika melanggar, tilang serta sanksi lain berupa dikandangkannya  armada tetap akan diberlakukan.
Sementara itu, keberadaan taksi berbasis online di Surabaya menawarkan daya tarik tersendiri bagi warga yang menginginkan penghasilan tambahan. Sehingga dari mereka ada yang memanfaatkan mobil pribadinya yang lebih banyak menganggur. Bahkan berencana kredit armada tambahan karena besarnya permintaan jasa layanan taksi online.
Yudi, salah seorang pemilik sekaligus pengemudi armada taksi online menyampaikan unek-uneknya seputar aturan tersebut. “Di Jakarta, GrabCar ada 5.000 armada, namun yang lolos dan mendapatkan izin hanya 400 unit armada. Ini membuat malas pemilik armada yang hendak mengurus,” kata pria yang baru saja mengambil armada baru ini.
Yudi, menyatakan yang harus mengurus izin badan hukum seharusnya vendor atau operator. Bukan pemilik armada atau pengemudi. “Vendor itu enak, hanya mengatur dapat 5%. Sedangkan pemilik harus mikir perawatan armada, bahan bakar serta investasi melalui cicilan. Pengemudinya tanggungan biaya makan dan bahan bakar. Vendor atau operator juga nakalan. Tiba-tiba ada potongan Rp 400 ribu di luar kesepakatan awal. Akhirnya banyak yang tidak lagi gabung ke sistem online,” tambahnya.
Untuk uji KIR berkala, pria ini minta tidak diberlakukan. Alasannya armada taksi online rata-rata baru dan frekuensi operasinya tidak tinggi. Terkadang dalam sehari off alias tidak beroperasi.
Yudi minta Dishub memahami beban pemilik dan pengemudi armada. Vendor yang seharusnya menjadi sasaran. “Ada dua vendor di Surabaya, GrabCar dan Uber Taxi. Kalau Uber, informasinya dikelola anak salah seorang pejabat di Surabaya,” pungkas Yudi. [geh]

Tags: