Tak Boleh Ada Sanksi Akademik karena Sumbangan

Foto: ilustrasi

Dindik Tegur Kepala Sekolah dan Kepala Cabang Dinas
Surabaya, Bhirawa
Forum sosialisasi penetapan SPP yang dilakukan SMA/SMK dengan wali murid di Surabaya akhirnya menyisakan persoalan. Ini setelah munculnya surat pernyataan kesanggupan membayar SPP di SMAN 17 Surabaya yang mengikat serta terdapat sanksi akademik jika tidak sesuai ketentuan dalam penyataan.
Surat yang sempat viral di sejumlah grup whatsapp itu menarik perhatian banyak pihak. Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Saiful Rachman mengaku telah mengonfirmasi pihak sekolah dan benar. Edaran yang dibuat sekolah mencantumkan sanksi seperti yang tersebar di sosial media.
Dirinya telah memberikan teguran pada kepala sekolah dan Kepala Cabang Dindik Jatim di Surabaya. Lantaran surat pernyataan tersebut tidak diperlukan dalam sosialisasi pembayaran SPP.
“Sudah kami luruskan, kepala cabang dinas sudah saya minta untuk kondisikan dengan baik. Pokoknya harus people center, berpihak pada masyarakat, meskipun bayar harusnya tidak ada sanksi,” jelasnya ketika dikonfirmasi, Minggu (22/1).
Untuk diketahui, dalam surat pernyataan itu menampilkan identitas, nominal SPP yang harus diisi wali murid, serta tanda tangan persetujuan membayar SPP tiap bulannya.
Menurut Saiful, pihak sekolah terlalu khawatir pada pembiayaan sekolah yang berubah. Sehingga menetapkan sanksi yang akhirnya di luar ketentuan. Padahal, sekolah cukup memberikan program sekolah dan SPP yang dibutuhkan untuk pembiayaan sekolah pada orangtua. “Kalau tidak mampu juga nggak perlu bayar SPP, nggak usah terlalu khawatirlah. Nanti yang jelas semua kepala sekolah akan dievaluasi. Termasuk capaian dalam kemajuannya untuk melaksanakan programnya,” ungkapnya.
Keputusan memberikan sanksi pada siswa yang tak membayar tepat waktu tersebut dibantah Kepala SMAN 17 Bambang Agus Santoso. “Tidak betul. Kalau SPP itu kan sumbangan. Jadi kalau orang tidak mampu, ya tidak perlu membayar,” tuturnya.
Terkait surat pernyataan SMAN 17 menjadi viral, Bambang menyatakan surat pernyataan tersebut ditulis oleh wali murid. Selain itu, isinya juga merupakan pernyataan kesanggupan wali murid untuk memenuhi pembayaran SPP. Jadi kalau dicermati betul bunyi surat itu, sebenarnya justru orangtua yang menawarkan hak pada sekolah untuk memberikan sanksi akademik.
“Jadi ini tawaran wali murid ya. Tapi yang pasti, sekolah tak akan memanfaatkan hak sanksi akademik tersebut pada siswa. Karena itu memang melanggar aturan,” terangnya.
Sementara untuk pembuatan surat pernyataan, Bambang mengakui, surat itu memang dibuat di sekolah dengan alasan untuk mempersingkat waktu pembuatan.
Bambang menyampaikan, untuk pembayaran SPP sekolah memang menggunakan patokan yang sama dengan apa yang disepakati oleh rapat Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Yakni Rp 150 ribu setiap bulannya.
Di luar itu, sekolah juga menyarahkan pada komite sekolah terkait pendanaan kegiataan sekolah yang bersifat insidentil. Kegiatan tersebut biasanya tak dilakukan setiap bulan. Waktu disampaikan ke wali murid melalui komite sekolah, mayoritas wali murid ternyata menyanggupi membayar uang SPP plus insindentil. “Tapi sekali lagi itu tidak wajib ya. Bagi yang mampu bisa membayar, tapi kalau tidak jangan memaksa,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Surabaya Khairil Anwar menuturkan, penetapan besaran SPP telah melalui kesepakatan bersama dan telah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim. Namun, angka Rp 150 ribu merupakan nilai maksimal untuk jenjang SMA di Surabaya. “Kalau ada yang di atas Rp 150 ribu berarti di luar sepengetahuan kami. Karena dari hasil konsultasi dengan Dindik Jatim maksimal hanya sebesar itu,” terang dia.
Khairil yakin, kepala SMA di Surabaya tidak akan berani mengambil kebijakan di luar ketentuan yang sudah ada. Kecuali terkait form sumbangan bukan termasuk dalam pembahasan MKKS maupun Dinas Pendidikan (Dindik). “Dindik membolehkan untuk menggenapkan dengan catatan ada RKAS (Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah). Saya yakin tidak ada yang menarik di atas itu,” terang dia.
Disinggung soal petunjuk teknis, Khairil mengaku hingga saat ini belum ada turunan juknis dari Dindik Jatim. Menurutnya, juknis tersebut dibuat untuk kebutuhan se-Jatim melengkapi SE Gubernur. Sementara, SE tersebut mestinya baru berlaku pada awal tahun ajaran 2017/2018. “Karena kita di Surabaya ini sebelumnya gratis, maka kebijakan SE itu akhirnya berlaku mulai Januari ini. Untuk juknis sekarang sudah ada drafnya dan masih dibahas,” pungkas dia. [tam]

Tags: