Tak Canggung Eksekusi Mati

Karikatur Eksekusi MatiSebanyak 18 bandar narkoba telah dihukum mati dalam tiga tahap eksekusi (hanya dalam 18 bulan). Tahap keempat sudah antre belasan lagi, karena status hukumnya sudah inkracht. Kejaksaan memiliki prioritas pelaksanaan eksekusi, dengan mengukur kadar ke-gembong-an terpidana. Yang lebih berbahaya di-segera-kan eksekusinya. Hal itu menunjukkan, bahwa hukuman maksimal (mati) sesungguhnya tidak di-ingin-kan.
Indonesia, bukan negeri yang gemar menghukum mati. Dalam catatan sejarah dunia, hukuman mati terbanyak dilakukan di Iran, Amerika Serikat, China dan Arab Saudi. Eksekusi hukuman mati bandar narkoba, tergolong “jarang.” Tetapi gembong narkoba sudah sangat kelewat jahat. Sehingga eksekusi mati makin kerap. Dimulai tahun 2004 terdapat 3 orang. Tahun 2008, dua orang warga Nigeria dieksekusi, serta tahun 2013 terdapat dua napi warga asing.
Seharusnya eksekusi mati menjadi pembelajaran para calon bandar. Tetapi nyatanya tidak. Pada tahun 2015, eksekusi dilakukan terhadap 14 bandar, dua diantaranya warga Indonesia. Di berbagai belahan dunia, bandar memang tidak pernah kapok, selalu tumbuh bandar-bandar baru. Maka seluruh dunia juga geram terhadap bandar narkoba.
Sampai PBB menerbitkan United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances. Indonesia juga telah meratifikasi konvensi PBB itu, walau agak telat. Yakni, melalui UU Nomor 7 tahun 1997. Konvensi itu, memberi label khusus perdagangan obat narkotika dan bahan psikotropika sebagai kejahatan serius. Dalam konvensi pasal 3 ayat (6) disebutkan bahwa pemerintah harus memastikan pengenaan sanksi yang maksimum.
Gembong narkoba, rata-rata masih menjadi pengendali peredaran narkotika terlarang itu walau dari dala, jeruji penjara. Niscaya, ada yang membantu mem-fasilitasi, termasuk sipir petugas penjara, sampai kepala Lapas. Berdasar rekam jejak oleh BNN (Badan Nasional Narkotika), 60% peredaran narkotika dikendalikan oleh napi (narapidana) narkoba. Bahkan masih aktif merekrut kurir baru untuk mengedarkan narkoba yang baru di-impor.
Bandar gede narkoba yang berada di dalam penjara, dalam keseharian juga disapa dengan panggilan bos. Karena sebagian kegiatan lapas dibiayai oleh bos. Bandar gede masih sangat kaya raya, juga tak kurang omzet. Keuntungan tetap mengalir walau telah meringkuk di dalam penjara (yang ruangannya diubah bagai hotel berbintang). Masih ada telepon seluler (malah telepon satelit), makanan dipesan sesuai selera. Juga bisa minta layanan “bilik asmara.”
Ini sangat menggemaskan. Karena dampak peredaran narkoba bagai pembunuhan sistemik. Atau setidaknya hilangnya generasi penerus produktif. Dalam sehari, sebanyak 40-an jiwa melayang karena over dosis narkoba. Saat ini sudah lebih dari 5,9 juta orang “pemakai” menjalani rehabilitasi. Sepertiganya tidak tertolong. Diskotek dan arena hiburan malam menjadi terminal peredaran narkoba. Karena itu diperlukan cara lebih sistemik, terstruktur dan masif melawan narkoba.
Hukuman mati menjadi pilihan terakhir. Dan seyogianya, “jeda” eksekusi penetapan Pengadilan yang telah inkracht, tidak perlu menunggu terlalu lama. Ini untuk memutus rantai peredaran uang hasil narkoba. Sebab, sangat mungkin bandar gede “mencuci” omzet narkoba pada perusahaan legal. Bisa dibelikan saham, atau membangun rumah susun (apartemen), mal, dan usaha tempat hiburan. Sehingga bandar gede yang tertangkap patut disidik asetnya (termasuk yang dititipkan) kepada kerabat maupun sopirnya.
Melawan sindikat narkoba, tak bisa dengan setengah hati. Diperlukan kesungguhan dan kebersamaan. Selain keberanian penegak hukum (terutama hakim) untuk menjatuhkan hukuman maksimal, juga diperlukan aparat “bersih.” Maka perang jihad melawan bandar narkoba harus dilakukan secara extra-ordinary, termasuk dengan political wil, dan “pedang sosial.”
Tak perlu canggung melakukan eksekusi hukuman mati. Juga tidak perlu memberi remisi, apalagi grasi.

                                                                                                           ———   000   ———

Rate this article!
Tags: