Tak Ditemui Petugas Kejari Pasuruan, Puluhan Buruh Blokir Pantura

Puluhan buruh yang tergabung dalam Sarbumusi Pasuruan nekat memblokir Pantura Pasuruan karena tidak ditemui petugas Kejaksaan Negeri Pasuruan, Selasa (13/2). [Hilmi Husain]

Pasuruan, Bhirawa
Puluhan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Pasuruan, melakukan aksi demo di depan kantor Kejaksaan Negeri Pasuruan, Selasa (13/2).
Kedatangan mereka menuntut agar dua rekannya, yang sebelumnya bekerja di PT Algalindo Perdana di Gununggangsir, Beji, Kabupaten Pasuruan dibebaskan dari jeratan hukum.
Pantauan Bhirawa di lokasi, semula aksi berjalan dengan tertib. Dengan dikawal belasan petugas kepolisian, mereka melakukan orasi tuntutannya. Namun, lantaran pihak Kejaksaan Negeri Pasuruan tak menemui mereka, sehingga puluhan buruh melakukan aksi nekat dengan memblokir jalan pantura Pasuruan-Probolinggo, tepat di depan kantor Kejaksaan tersebut.
Akibat aksi nekat buruh itu, membuat petugas kepolisian kalang kabut. Hanya saja, mereka langsung dihadadang petugas, sehingga kembali demo ke tempat semula di depan kantor Kejaksaan Negeri Pasuruan.
“Jangan sampai nekat, bapak atau ibu semua. Urusannya nanti beda jika menutup jalan pantura ini. Sekali lagi, harap menyampaikan aspirasi ke tempat semula,” teriak petugas kepolisian yang mengamankan jalannya aksi demo dilapangan.
Ketua Sarbumusi Kabupaten Pasuruan, Suryono Pane mengatakan kasus yang menjerat dua buruh tersebut dialami Rudiyanto dan Muhammad Titut. Bahkan, Kasus PT Algalindo merupakan kasus yang aneh, lantaran setelah menyatakan diri menutup perusahannya di Gununggangsir, Beji, sejak 1 April 2016 lalu, justru pabrik kembali beroperasi namun di wilayah Bulusari, Gempol. Usai penutupan perusahaan, statusnya tak jelas. Hingga akhirnya ramai-ramai buruh Algalindo menuntut hak, utamanya hak untuk tetap bekerja.
“Perusahaan mendadak tutup dan kami di PHK. Yang paling aneh, disaat itu ternyata perusahaan beraktivitas lagi. Tapi di Bulusari, Gempol. Kami pun membuka tenda di sekitar areal halaman pabrik di Gununggangsir. Alasannya kami di PHK sepihak dan menuntut hak-hak kami,” tegas Suryono Pane.
Selanjutnya, sejak September 2016, dua buruh, yakni Rudi dan Titut dilaporkan ke polisi dengan tuduhan memasuki pekarangan orang lain tanpa ijin. Dalam prosesnya, selain disebut mendapat tekanan, saat ini keduanya menjalani proses persidangan hingga menghadapi tuntutan dengan ancaman hukuman selama 7 bulan.
“Kasus ini sangat aneh. Karena ia dikenakan 2 pasal, yakni pasal 167 KUHP (memasuki pekarangan tanpa ijin) untuk Rudi dan pasal 335 KUHP, tentang perbuatan tidak menyenangkan untuk Titut. Ini jelas rekayasa hukum,” teriak Suryono Pane.
Akibat peristiwa ini, ia bersama Sarbumusi akan membongkar dugaan rekayasa sampai ke akar-akarnya. [hil]

Tags: