Tak Hanya Anggaran, Pengganjal Trem Juga Terkait Lahan

DPRD Surabaya, Bhirawa
Kendala yang akan dihadapi Pemkot Surabaya jika tetap merealisasikan Angkutan Massal Cepat (AMC) trem  ternyata bukan hanya masalah anggaran, tetapi juga masalah hukum.  Pembebasan lahan , terutama untuk depo trem  yang menjadi tanggung jawab Pemkot Surabaya akan berhadapan dengan penghuni lahan .
Pendirian depo trem di sekitar Joyoboyo, menurut  anggota Komisi C Camelia Habibah dikhawatirkan akan terganjal dengan isi perjanjian kerjasama Pemkot Surabaya dengan PT KAI.  Camelia mengungkapkan isi perjanjian kerjasama antara Pemkot Surabaya, PT KAI dan Kementerian Perhubungan dalam merealisasikan AMC trem adalah Pemkot Surabaya sebagai penyedia lahan, pembangunan menggunakan dana APBD dan operasional berada di kewenangan PT KAI.
“Namun, karena sebagian lahan yang akan dimanfaatkan sebagai depo trem ditempati warga maka, pemerintah pusat meminta pemkot untuk menertibkannya. Ini dilematis, karena Pemkot Surabaya tak bisa menertibkannya,” terangnya, Selasa (17/10).
Habibah, mengatakan, penertiban tak bisa dilakukan pemerintah kota, karena  lokasi pembangunan depo trem bukan aset daerah. Menurutnya, karena lahan tersebut milik PT KAI, maka  penertiban rumah warga yang tinggal di kawasan itu harusnya menjadi kewenangan PT KAI.
Politisi PKB ini menyebutkan, jumlah rumah warga yang ada  di sekitar depo Joyoboyo sebanyak 426 unit. “Jika pemkot tertibkan, akan digugat warga karena lahan itu bukan miliknya,” katanya.
Habibah belum mengetahui pasti, hingga saat ini PT KAI belum menertibkan hunian yang berdiri di sekitar depo PT KAI. Ia memperkirakan, kendala penggusuran karena tak ada dana kerohiman bagi warga. “Padahal tak boleh ada dana kerohiman dari APBD maupun APBN,” tuturnya.
Untuk mencari solusi masalah pengalihan warga yang tinggal di sekitar depo Joyoboyo, Komisi C akan memanggil beberapa pihak terkait, di antaranya PT KAI, Bappeko, Asisten Sekkota dan lainnya.
“Apakah pemkot mencarikan lahan dari asetnya, kemudian PT KAI yang mengajukan pembangunan rusunawa atau opsi lainnya,” paparnya.
Habibah menambahkan, selain masalah depo pihaknya juga meminta pemkot melakukan kajian sosial berkaitan dengan karakter masyarakat. Ia khawatir peralihan warga dari yang sebelumnya menggunakan angkutan pribadi ke angkutan massal mengalami kesulitan. Menurutnya, warga harus nyaman dulu menggunakan angkutan umum.
Ia menambahkan persoalan lain yang harus diselesaikan adalah belum ada lahan pemkot, maupun anggaran untuk pembebasan central park karena di beberapa jalur yang dilalui harus ada penitipan mobil. “Jika tak ditunjang itu, tentu akan sepi peminatnya. Akhirnya kan mubazir pembangunannya,” tegasnya. [gat]

Tags: