Tak Hanya Kampanye, Pemerintah Harus Beri Contoh

PJU bertenaga surya kini mulai bertebaran di jalan-jalan di Kota Tulungagung termasuk di lokasi jogging track bantaran Kali Ngrowo.

PJU bertenaga surya kini mulai bertebaran di jalan-jalan di Kota Tulungagung termasuk di lokasi jogging track bantaran Kali Ngrowo.

Apa Kabar Gerakan Hemat Energi Listrik (1 – bersambung)

Gerakan hemat energi listrik sudah terlalu sering dikampanyekan. Gerakan ini begitu meriah saat dicanangkan, namun lambat laun melemah hingga akhirnya hilang nyaris tanpa kabar.

Wahyu Kuncoro, Wartawan Harian Bhirawa

Kebijakan hemat energi listrik sesungguhnya bukanlah kebijakan yang baru. Dari pemerintahan sebelumnya, beberapa kebijakan berupa  aturan/regulasi untuk mendorong gerakan hemat energi listrik sudah diterbitkan. Tujuh tahun yang lalu, misalnya pemerintah sudah menekankan pentingnya melakukan audit konsumsi energi di kantor pemerintahan sebagai cara penghematan energi.
Ketentuan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Sayangnya, hingga kini belum ada langkah masif pemerintah untuk mengimplementasikan regulasi tersebut.
Guru Besar Fakultas Teknologi  Industri Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Prof Dr Iwan Vanany mengatakan, audit konsumsi energi khususnya di lingkungan kantor pemerintahan harus dilakukan. Menurutnya, hal ini bukan hanya sebagai bukti telah efektifnya penggunaan energi di lingkungan kantor pemerintahan, lebih dari itu, hal ini sebagai simbol bahwa penghematan energi dilakukan secara sungguh-sungguh.
“Jika istana presiden memberi contoh, diikuti dengan kantor gubernur dan bupati/walikota maka  kantor pemerintahan yang lain seperti kementerian, BUMN/BUMD, Dinas dan Badan akan pula mengikutinya,” tegas Iwan. Lebih lanjut menurut Iwan, selama ini kantor pemerintahan dari pusat hingga daerah belum banyak yang secara serius merespon pelaksanaan audit energi atas konsumsi energi listrik.
“Padahal, aturan audit energi merupakan bagian yang tertuang dalam PP No. 70 Tahun 2009. Artinya, sudah ada beleid yang mengatur perlunya audit energi di lingkungan lembaga pemerintah. Tidak mungkin berhemat kalau tidak lebih dulu melakukan audit energi,” tandasnya. Dengan melakukan audit energi, maka akan bisa diukur bagaimana konsumsi energi dari tahun ke tahun.
“Tanpa melakukan audit energi, bagaimana mungkin dapat mengukur atau menentukan pemerintahan sudah menjalankan kebijakan untuk hemat energi,” tegas guru besar kelahiran Denpasar Bali ini.
Permasalahan hemat energi jelas Iwan, bukan pada semangat masyarakat. Menurutnya, pangkal masalah berasal dari implementasi kebijakan dan monitoring hemat energi yang masih lemah. Bukan itu saja, gerakan-gerakan untuk melakukan hemat energi itu juga terlihat hanya sekadar gerakan saja, karena secara faktual  di lingkungan kantor pemerintahan sendiri yang justru tidak memberikan contoh yang baik. Terbukti, kantor pemerintahan justru paling boros energi.
“Berdasarkan hasil audit energi yang dilakukan pemerintah pusat beberapa waktu lalu, memang terjadi pemborosan energi. Yang paling tinggi terjadi di kantor pemerintah. Selain  itu juga pemborosan energi terjadi di rumah sakit dan hotel,” ungkap   Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya Musdiq Ali Suhudi.
Menurut dia, pemborosan itu bisa dilihat dari penggunaan  AC dengan suhu 16 hingga 18 derajat celcius. Padahal dengan suhu 24 derajat saja sudah cukup dingin. Bahkan  ada juga satu ruangan dipasang dua AC, padahal cukup satu. Selain itu penggunaan lampu juga boros. Ini terjadi lampu dibiarkan menyala meski tidak ada aktivitas. Lalu jenis lampunya yang menyedot setrum.
“Sekarang ini ada kesadaran untuk melakukan efisiensi energi. Di antaranya mengatur suhu AC  25 derajat. Lampu memakai LED. Bahkan sekarang ada kantor yang memasang sensor, jika ada pergerakan manusia, peralatan elektonik dan penerangan akan menyala dan mati dengan sendirinya,” jelasnya.
Tidak itu saja, sekarang ini bangunan mulai banyak memasang jendela lebar. Tujuannya agar angin dan matahari bisa masuk ke ruangan sehingga tak perlu menyalakan AC dan lampu.
“Kita ini kan negara yang memiliki iklim tropis sehingga kaya akan sinar matahari. Maka tenaga matahari ini bisa disulap menjadi energi lewat solar cell.  Dan sekarang banyak bangunan yang memakai  solar cell,” bebernya.
Langkah melakukan penghematan energi, utamanya energi listrik juga dilakukan Pemkab Tulungagung. Caranya dengan penggunaan lampu dan peralatan listrik hemat energi, mematikan (mengurangi) penggunaan lampu dan peralatan listrik dalam ruangan yang tidak digunakan, penggunaan pendingin ruangan dengan mengatur suhu paling rendah 24 derajat celcius.
Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Setda Kabupaten Tulungagung, Ir Asaf Doswarso MM, Sabtu (10/9), mengungkapkan upaya penghematan energi listrik itu sudah dilakukan beberapa kali di lingkup Pemkab setempat. Bahkan tahun 2015 kembali dilakukan imbauan agar PNS di lingkup Pemkab Tulungagung lebih berhemat listrik.
“Kami meminta PNS untuk peduli dengan penghematan energi. Termasuk melakukan penggantian lampu-lampu TL dengan lampu hemat energi semisal lampu LED,” ujarnya.
Asaf Doswarso mengakui usaha yang dilakukan Bagian SDA boleh dibilang belum sukses. Permintaan mereka agar setiap SKPD mengirim data tagihan rekening listrik PLN perbulan ke Bagian SDA tidak mendapat sambutan seperti yang diinginkan.
“Hanya satu dua SKPD yang patuh mengirim data tagihan rekening listriknya pada kami. Itu pun setelah kami lihat yang mengirim data itu tagihan listrik perbulannya belum ada yang menurun. Cenderung tetap dari bulan ke bulan,” paparnya.
Belum pedulinya sebagian SKPD terhadap upaya penghematan energi tidak lantas membuat Bagian SDA Setda Kabupaten Tulungagung patah arang. Rencananya, pada akhir tahun ini mereka akan kembali melakukan gerakan hemat energi listrik dengan kampanye yang cukup besar.
“Mudah-mudahan kampanye ini dapat terselenggara dan membuat PNS lebih peduli pada penghematan energi listrik,” harapnya.
Upaya penghematan energi listrik juga dilakukan di RSUD dr Iskak Tulungagung. Saat ini, menurut Kasi Informasi dan Pemasaran RSUD dr Iskak Tulungagung, M Rifai, semua lampu di rumah sakit milik Pemkab Tulungagung itu telah menggunakan lampu hemat energi.
“Semua lampu sudah kami ganti dengan yang hemat energi. Lampu LED,” katanya. Selain itu, Rifai mengungkapkan sudah mengedukasi pegawai RSUD untuk menggunakan lampu sesuai keperluan. “Kalau sudah selesai bekerja lampu harus dimatikan. Salah satu caranya dengan menempel tulisan peringatan yang direkatkan di atas saklar listrik agar mematikan lampu saat tidak dipergunakan,” terangnya.
Lantas apakah upaya penghematan energi listrik itu berhasil?, Rifai menyebut hal itu relatif dan sulit. Masalahnya, jika dihitung menggunakan indikator tagihan rekening listrik pembayarannya tidak menurun.
“Mengapa ini terjadi. Ini disebabkan rumah sakit yang terus berkembang. Terutama di peralatan medis yang menggunakan listrik. Penambahan alat yang setiap saat ini bisa menjadikan konsumsi listrik bertambah,” tuturnya. Tidak itu saja. Raifai melanjutkan pembangunan atau renovasi gedung rumah sakit dan perbaikan fasilitas juga membuat tagihan listrik bisa meningkat. “Hal-hal ini yang membuat keberhasilan penghematan energi tidak bisa dihitung dengan indikator tagihan rekening listrik PLN,” paparnya.
Rifai kemudian membeberkan, rumah sakit plat merah tersebut sejak tahun 2012 lalu, telah menggunakan energi matahari untuk mengurangi ketergantungan atau penggunaan listrik dari PLN. “Ada lima PJU yang menggunakan tenaga surya yang kami miliki. PJU itu dipasang di tempat parkir dan taman,” imbuhnya.
Penggunaan energi matahari dilakukan pula oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tulungagung. Mereka menggandeng SMKN 3 Boyolangu dalam menyediakan kebutuhan listrik untuk penerangan jalan dan kebutuhan masyarakat yang daerahnya belum dapat teraliri listrik dari PLN.
“Selama ini kegiatan upaya penghematan energi listrik berlangsung dengan baik di Tulungagung. Anggarannya juga ada meski tidak bisa disebut besar,” ujar Kepala Dinas PU dan ESDM Kabupaten Tulungagung, Sudarto, Kamis (8/9).
Menurut dia, sejak tahun 2014 sebagian jalan di Tulungagung sudah menggunakan lampu jalan yang berenergi matahari. Tak terkecuali di area jogging track bantaran Kali Ngrowo di Kota Tulungagung.
“Penerangan jalan umum (PJU) sudah sebagian menggunakan energi matahari. Begitupun di sepanjang jalan nasional di Kecamatan Ngantru sudah pula menggunakan energi matahari. Tetapi yang di sana (Kecamatan Ngantru) pengadaannya dilakukan Dinas Perhubungan Pemprov Jatim bukan kami,” paparnya.
Sedang, program penyediaan kebutuhan listik bagi warga yang berada di daerah yang belum terjangkau PLN, menurut Kabid Energi Sumber Daya Mineral Dinas PU Pengairan ESDM Kabupaten Tulungagung, Harinto Triyoso, sudah dilakukan di antaranya di Desa Tugu Kecamatan Sendang dan daerah Brumbun.
“Penggunaan energi listrik dari tenaga matahari ini juga untuk memberi edukasi pada masyarakat untuk tidak hanya berharap pada aliran listrik PLN, meskipun kami juga punya program pengadaan jaringan aliran listrik PLN,” katanya. Namun demikian, lanjut dia, mengubah kebiasaan masyarakat tidaklah mudah. Begitu juga dengan upaya penerapan teknologi bidang kelistrikan dari energi baru terbarukan yang salah satu tujuannya untuk menghemat penggunaan energi listrik yang disuplai oleh PLN itu.
Masyarakat masih belum familiar dengan fasilitas listrik tenaga surya. Terlebih bagi masyarakat yang berada di daerah pedesaan.
“Awal-awalnya ketika dipasang tidak ada masalah. Masalah baru muncul ketika baterai (accu) sudah mati. Masyarakat tidak mau ketika baterai yang telah mati itu untuk diambil dan diganti yang baru. Mereka tetap ingin memiliki baterai yang lama. Akibatnya kami tidak bisa mengganti karena terkendala di administrasi keuangan negara,” papar Harinto. Akibat dari peristiwa ini tentu saja masyarakat tidak lagi dapat menikmati aliran listrik dari tenaga matahari yang telah dimiliki.
“Dan yang menyedihkan lagi solar cell-nya sebagian ada yang kemudian dijadikan meja,” katanya sedih.
Diakui Harinto, program penggunaan listrik tenaga matahari bagi warga pedesaan di Tulungagung tidak berjalan mulus. Persoalan perawatan yang menjadikan kendala utama. Lain dengan perawatan PJU tenaga matahari yang perawatannya langsung dilakukan Dinas PU Pengairan dan ESDM Kabupaten Tulungagung.
“Selain itu, teknologi listrik tenaga matahari biayanya masih mahal. Beda dengan listrik yang langsung disuplai oleh PLN. Untuk lampunya saja (listrik tenaga matahari) harganya sampai Rp 2,5 juta. Bandingkan dengan yang PLN yang rata-rata Rp 30 ribu,” tutur Harinto.  (bersambung)
———– *** ————

Tags: