Tak Hanya Predikat, 35 Daerah Berstatus Kabupaten/Kota Layak Anak

Wali Kota Pasuruan Drs H Setiyono M.Si bersama OPD terkait dan tim Kota Layak Anak usai menerima penghargaan.

Pemprov, Bhirawa
Sebanyak 35 dari 38 kabupaten/kota di Jatim telah menyandang predikat Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) pada 2019. Jumlah itu naik cukup signifikan dibanding 2018 lalu yang jumlah daerah yang belum mendapat predikat KLA sebanyak enam daerah.
Tiga daerah yang saat ini masih belum menyandang predikat KLA itu adalah Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang. Sementara yang sudah berpredikat KLA dengan Tingkat Utama adalah Kota Surabaya, Tingkat Nindya Kabupaten Jombang, Tulungagung dan Sidoarjo. Kemudian Tingkat Madya di antaranya Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Gresik. Lalu untuk Tingkat Pratama seperti Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Pamekasan.
“Penghargaan KLA ini biasanya diserahkan pada Peringatan Hari Anak pada 23 Juli. Saat ini, kami telah membantu dan mendorong tiga kabupaten yang belum dapat status KLA itu agar nanti dapat predikat KLA,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jatim, Dr Andriyanto, Selasa (11/2).
Menurut dia, predikat KLA itu sangat penting karena nantinya diharapkan daerah yang dapat predikat tersebut akan lebih peduli, melindungi dan menyediakan fasilitas yang bagus. Sehingga mereka akan mempunyai masa depan yang baik, dan pada akhirnya akan bermuara pada SDM Provinsi Jatim yang berkualitas.
Untuk menentukan KLA ini, lanjut Andriyanto, ada sebanyak 24 indikator yang harus dipenuhi. Indikator-indikator itu harus melibatkan seluruh pihak, seperti partisipasi masyarakat, swasta dan instansi terkait lainnya yakni OPD-OPD di lingkungan pemerintah kabupaten/kota.
Namun, menurut Andriyanto, predikat KLA itu tidak akan berguna jika tidak dapat diimplementasikan secara sustainable atau berkelanjutan. Untuk itu, DP3AK Jatim akan mengawal agar kabupaten/kota peraih predikat KLA terus dapat diimplementasikan secara baik. Seperti mendorong kabupaten/kota peraih KLA mempunyai kelembagaan yang konkrit dengan memunculkan perda atau minimal perwali/perbup. Dengan peraturan itu akan lebih memantabkan peran-peran OPD menjadi pas kontribusinya.
“Saya jadi teringat omnibus law. Yakni berbagai peraturan dievaluasi, kemudian memunculkan peraturan yang pas tanpa merugikan masyarakat. Seperti peraturan cipta lapangan kerja, harus memperhatikan anak. Seandainya kelembagaan yang sudah ada dikuatkan dengan perda yang setiap pasal-pasalnya ada perlindungan anak dan perempuan akan lebih bagus,” paparnya.
Yang tidak kalah pentingnya, lanjutnya, adalah soal evaluasi KLA. Jangan sampai KLA hanya sekadar predikat. Andriyanto mencontohkan, Jatim mempunyai masalah stanting yang cukup tinggi. Karena pada 2018 Jatim masih di atas nasional yakni, 31,5 persen sedangkan nasional 30,8 persen.
Untuk menangani stunting ini, diperlukan sinergi lintas instansi. Sebab stunting muncul bukan karena faktor kemiskinan atau ekonomi, tapi 55 persen dikarenakan pola asuh yang salah. Untuk itu harus ada sosialisasi dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan masyarakat.
“Banyak masyarakat yang tidak tahu, seandainya anaknya memiliki perkembangan tubuh yang tidak ideal dibiarkan saja. Jika terus dibiarkan akan menganggu otaknya akhirnya membuat anak cenderung kurang cerdas. Jika sudah demikian, anak tersebut tidak bisa sekolah dengan baik atau hanya sampai pendidikan menengah saja. Saat sudah dewasa, dia akan kesulitan mencari pekerjaan dan akhirnya akan terbelenggu kemiskinan,” ungkapnya.
Agar stunting ini tidak terjadi, diperlukan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat. Makanya diperlukan aksi nyata untuk menanggulangi stunting ini. Saat anak berusia 0-6 bulan harus mendapat ASI eksluif. Kemudian diusia 7-12 bulan harus ada pemberian makan bayu dan anak (PMBA) seperti bubur berprotein hewani.
“Stunting itu bukan faktor genetik. Makanya untuk menanggulanginya harus melibatkan banyak OPD dan instansi. Seperti dari dinas perikanan dan dinas peternakan soal ketersediaan ikan dan daging yang murah dan mudah dibeli masyarakat. Nah DP3AK mengawal itu, agar KLA bisa diimplementasikan secara berkelanjutan. Jika sudah berjalan baik, otomatis KLA akan naik tingkatnya dari Tingkat Pratama ke Madya, dari Madya ke Nindya dan dari Nindya ke Utama,” pungkasnya. [iib]

Kabupaten/Kota Layak Anak (Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak)
Provinsi Jawa Timur sebagai Pengembang Penggerak KLA
Tingkat Utama:
Kota Surabaya

Tingkat Nindya:
Kab Jombang
Kab Tulungagung
Kab Sidoarjo

Tingkat Madya:
Kab Malang
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Kediri
Kab Blitar
Kota Blitar
Kab Bojonegoro
Kab Trenggale
Kot Madiun
Kab Lamongan
Kab Pacitan
Kab Mojokerto
Kota Mojokerto
Kab Ngawi
Kota Pasuruan
Kab Magetan
Kota Batu
Kab Bondowoso
Kab Gresik

Tingkat Pratama:
Kab Lumajang
Kab Jember
Kab Nganjuk
Kab Sumenep
Kab Pasuruan
Kab Probolinggo
Kab Banyuwangi
Kab Situbondo
Kab Tuban
Kab Kediri
Kab Pamekasan

Yang Belum:
Kab Ponorogo
Kab Bangkalan
Kab Sampang

Penghargaan KLA Tahun 2012-2019
– 2012 6 kabupaten/kota
– 2013 7 kabupaten/kota
– 2015 14 kabupaten/kota
– 2017 27 kabupaten/kota
– 2018 32 kabupaten/kota
– 2019 35 kabupaten/kota

Tags: