Tak Mau Jadi Pengemis, Bantuan PKH yang Didapat untuk Jualan BMM Eceran

Sudarsono, penyandang disabilitas asal Sidoarjo saat melayani pembeli BBM eceran yang menjadi usahanya hingga mampu menguliahkan anaknya hingga perguruan tinggi. [alikus]

Kisah Inspiratif Pasutri Penyandang Disabilitas yang Sukses Kuliahkan Anaknya
Kab Sidoarjo, Bhirawa
Hidup dalam keterbatasan tidak mematahkan semangat Sudarsono dan Suminah, untuk terus melanjutkan keluarga kecilnya dengan ceria. Pasangan suami istri (pasutri) ini bertekad untuk membesarkan anak-anaknya dengan baik, serta memberikan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Seperti apa kisah inspiratif pasutri penyandang disabilitas ini ?.
Sudarsono (56) dan Suminah (46) merupakan warga Desa Sawotratap, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo. Dibalut keterbatasannya, pasutri ini masuk dalam warga yang kurang mampu di Sidoarjo. Selama ini, mereka rutin menerima bantuan pemerintah melalui Program Keluarga Harapan (PKH).
Meski hidup dalam keterbatasan, Sudarsono dan Suminah tak menghinakan hidupnya dengan menjadi pengemis. Bahkan mereka bertekad menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi, agar kelak kehidupannya menjadi lebih baik dari orang tuanya. Sehingga bisa mengangkat harkat dan martabat keluarganya.
Anak pertama, Ratri Khoiriah (24) baru saja lulus dari Univeraitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Anak kedua, Nugroho Fauzan Habibi (16) duduk di bangku SMK Penerbangan di Juanda dan Aliyah Riska Ramadani (14) masih di bangku SMP.
Dari bantuan PKH yang ia terima tiap bulan selama ini, Sudarsono manfaatkan untuk berjualan BBM (bahan bakar minyak) seperti premium dan pertamax, di perempatan desanya. Tiap hari, mulai pagi sampai sore hari, dirinya bergiliran menjaga kios bensinya bersama sang istri.
Dari hasil jualan BBM itu, ternyata Sudarsono mampu menguliahkan anaknya. Ditanya kenapa bisa ?. Dengan enteng Sudarsono menyebut jika uang yang didapat dari jualan BBM itu barokah yang diberikan Yang Maha Kuasa kepada keluarganya.
“Kalau dibilang kurang ya kurang. Manusia pasti tidak pernah ada cukupnya,” tutur Sudarsono yang warga asli Desa Sawotratap itu.
Menurut disabilitas yang terkenal rajin Salat lima waktu itu, justru dibalik keterbatasannya itulah manusia sedang diuji Tuhannya. Bila ikhlas, maka Tuhan akan menambah nikmatnya. Apalagi disabilitas ini orangnya ramah pada siapa saja. Murah sapa dan senyum kepada orang. Disitulah juga pembuka rejeki-rejeki lain bagi dirinya.
Sementara itu, dituturkan oleh Sekretaris Desa Sawotratap, M Jupri, setiap ada penyaluran bantuan untuk warga kurang mampu dari Pemerintah, Sudarsono, termasuk warga yang pasti tidak dilupakan. Dirinya mengaku bangga dengan warganya tersebut. Meskipun seorang disabilitas, namun tidak pernah meminta-minta supaya namanya dicatat setiap ada program bantuan dari Pemerintah.
“Meski ia disabilitas, tapi hatinya tidak sampai cacat. Tapi ada warga yang lain, badannya sehat tapi hatinya menurut saya ‘cacat’, sebab selalu minta agar namanya dicatat kalau ada bantuan dari Pemerintah,” ungkap Jupri.
Ia mengaku tidak banyak warga desanya seperti Sudarsono itu. Meski seorang penyandang disabilitas yang mendapatkan sejumlah bantuan sosial dari Pemerintah, namun masih bisa menyisihkan keuangannya untuk bisa menyekolahkan anaknya sampai bangku perguraan tinggi.
Menurut Jupri, sampai saat ini jumlah warga desanya yang masih menerima bantuan PKH dari Pemerintah seperti Sudarsono itu, ada sebanyak 20 an keluarga penerima manfaat (KPM).
Dalam kesempatan lain, Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo, Drs Misbahul Munir, mengatakan pada tahun 2019 ini warga di Kabupaten Sidoarjo yang mendapatkan bantuan sosial yang diperoleh dari pajak nasional itu, ada sebanyak 35.956 KPM.
Keluarga penerima manfaat dari PKH, kata Misbah harus memenuhi sejumlah kriteria yang telah ditetapkan. Diantaranya, warga miskin yang tercatat dalam data base yang memiliki anak yang masih sekolah, penyandang disabilitas, Lansia, Hamil dan punya Balita.
Menurut Misbah, pada tahun 2019 ini, di Kabupaten Sidoarjo mengalami penurunan keluarga penerima manfaat dari PKH ini, bila dibanding tahun 2018 lalu yang sebanyak 39.389 KPM. Berdasarkan catatan Dinsos Kab Sidoarjo penurunan penerima PKH itu banyak faktornya. Seperti sudah pindah alamat dan tidak lagi masuk dalam kriteriya penerima PKH.
Namun penurunan KPM PKH di Kab Sidoarjo, lanjut Misbah, juga karena banyak yang dianggap sudah lulus. Yakni mereka sudah mandiri tidak lagi tergantung dari bantuan PKH. Di Kab Sidoarjo ada kurang lebih ada sebanyak 679 KPM yang dianggap telah graduasi atau lulus tersebut. “Di Kabupaten Sidoarjo banyak yang dianggap sudah lulus. Ini tidak lepas motivasi yang diberikan oleh para pendamping PKH, agar KPM bisa mandiri suatu saat nanti,” katanya.
Misbah mengatakan kalau berbicara soal masalah kemiskinan, sebagai aparat Pemerintah dirinya bersyukur kondisi angka kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo itu termasuk paling rendah di Provinsi Jawa Timur ini. Karena angka kemiskinannya pada tahun 2018 lalu, sebesar 5,6 persen.
“Bahkan angka kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo ini masih dibawah angka rata-rata nasional,” kata Misbah yang pernah menjadi seorang Camat di sejumlah wilayah kecamatan itu.
Menurut dirinya, pengurangan angka kemiskinan dan pengentasan kemiskinan di Kab Sidoarjo selama ini secara terus menerus menjadi tanggung jawab yang sinergis semua OPD yang ada, bahkan juga di tingkat Pemerintahan Desa (Pemdes).
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Humas Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jatim II, Nyoman Ayu Ningsih, menghimbau kepada semua masyarakat agar sadar dalam membayar kewajiban pajaknya. Karena pajak merupakan tulang punggung, untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia.
“Diantaranya melindungi segenap tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia,” kata Nyoman, ditemui dalam kegiatan pajak bertutur (Patur) di Kanwil DJP Jatim II, belum lama ini.
Karena itu bila masyarakat taat dalam membayar pajak, lanjut Nyoman, berarti mereka juga punya peran penting ikut dalam membantu sejumlah bidang yang dibutuhkan masyarakat.
Misalnya untuk membangun jalan, membangun rumah sakit, membantu di dunia pendidikan, membantu desa-desa terpencil dan tertinggal, juga bantuan-bantuan sosial lainnya seperti program keluarga harapan (PKH) yang diberikan kepada warga negara yang dinilai kurang mampu. “Berbagai jenis pajak yang dibayarkan oleh wajip pajak di Indonesia itu, nantinya akan dikembalikan lagi oleh negara kepada masyarakat dalam berbagai bentuk,” tegas Nyoman.
Pajak itu kata Nyoman, termasuk salah satu pendapatan terbesar di negara Indonesia. Maka itu dirinya menghimbau semua masyarakat agar taat membayar pajak demi kelangsungan hidup negara Indonesia tercinta ini.
Nyoman sempat mengatakan saat ini pihak Kanwil DJP Jatim II terus ekstra dalam pencapaian target penerimaan pajak di tahun 2019. Sesuai data yang ada, per 18 November 2019 lalu sudah tercapai 71.94% atau Rp16.902.930.664, dari target Rp23.495.958.054.
Nyoman mengatakan kesadaran dalam membayar pajak, salah satunya bisa dimulai dari dunia pendidikan. Sehingga sesuai dengan ketentuan yang sudah ada dari Kementerian Keuangan, akan ada MoU dengan kalangan perguruan tinggi agar kesadaran membayar pajak bisa dimasukkan dalam mata kuliah wajib umum (MKWU).
Dalam kesempatan kegiatan pajak bertutur tahun 2019 yang digelar Kanwil DJP II Jatim kemarin, kata Nyoman, pihaknya secara bertahap mulai menggandeng dengan sekitar 50 an perguruan tinggi yang ada di Provinsi Jawa Timur.
“Harapan kita, kesadaran membayar pajak di negara kita ini, salah satunya juga bisa ditumbuhkan dari kalangan mahasiswa di kampus, dengan cara memasukkan kesadaran membayar pajak ini dalam salah satu mata kuliah,”tuturnya. [alikus]

Tags: