Tak Mau Merugi, Petani Garam Probolinggo Kejar Harga ke Luar Daerah

Petani Probolinggo panen raya garam.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa.
Murahnya harga garam di pasar Kabupaten Probolinggo, membuat para petani harus memutar otak agar tidak rugi. Salah satunya dengan menjual barangnya ke luar daerah. Padahal produksi garam di kabupaten Probolinggo terus meningkat.

Seperti dilakukan oleh Suparyono, petani garam asal Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan. Pekan lalu. Ia mengirim puluhan ton garam ke luar daerah. Seperti ke Jawa Barat dan Bali. “Seminggu kemarin saya kirim ke Bali. Ada sekitar 32 ton yang kami kirim ke sana menggunakan truk,” ujarnya, Senin (14/9).

Suparyono mengaku mengirim garam ke luar daerah untuk mengejar harga. Meski jauh, namun dalam jumlah pengiriman cukup banyak, masih untung. “Tetap yang dikejar harga. Kalau di Bali per kilogram Rp 1.100. Kalau di Jember sekitar Rp 700 per kilogram. Meski jauh, dengan jumlah pengiriman yang banyak, kami masih dapat untung. Kalau di dalam daerah harganya masih murah, sekitar Rp 425-450 per kilogram,” katanya.

Menurutnya, harga garam di wilayah Jawa Barat mahal, karena di sana masih sering hujan. Sehingga, berdampak pada produksivitas garam setempat. “Kalau di Bali karena memang di sana tidak ada tempat produksi garam. Meski ada, itu pun garam konvensional yang produksinya menggunakan bambu. Sehingga, produktivitas dengan kebutuhan sangat jauh,” tuturnya.

Di samping itu, Suparyono mengatakan, pandemi Covid-19 sudah tidak lagi menghambat lahan usahanya. Karena beberapa daerah yang dulunya memberlakukan pembatasan, sudah tidak ada lagi. “Karena ini kebutuhan pokok, jadi bisa sampai ke Bali. Dampak Covid-19 sudah tidak begitu dirasakan. Paling saat di jalan ataupun saat hendak beristirahat saja yang khawatir. Ya, solusinya jangan lepas masker dan patuhi protokol kesehatan,” lanjutnya.

Terkait murahnya garam di pasar lokal, Plt Kepala Disperindag Kabupaten Probolinggo Taufiq Alami belum berhasil dimintai keterangan. Begitu juga dengan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo Dedi Isfandi. Ketika dihubungi melalui selulernya tadi malam, belum berespons.

Murahnya harga garam di Kabupaten Probolinggo belakangan dikeluhkan petani garam setempat. Supaya bisa tetap mendapatkan rupiah, petani pun harus mengatur siasat. Termasuk menyuplai dan menjual ke luar Probolinggo.

“Harga garam yang ada di Probolinggo Rp 450 per kilogramnya. Nah kalau di daerah luar seperti Banyuwangi itu sampai Rp 900-Rp 1000 per kilogaramnya,” ujarnya. “Ditambah produksi garam saat ini masih mengalami gangguan disebabkan masih masuk pada musim hujan. Sehingga saya suplai ke luar. Memang biaya transportasinya mahal, namun untuk hasil masih ada,” jelasnya.

Di sisi lain, menyikapi wabah virus korona yang mendapat imbauan dari pemerintah agar melakukan isolasi mandiri, Suparyono mengatakan, pihaknya memang mendapat imbauan dari pemerintah setempat. Sehingga, pengelolaan tani garamnya, para pekerja hatus mengikuti protokoler antisipasi virus korona.

“Pada lahan tani garam saya, sudah menerapkan pencucian tangan dan protokoler lainnya untuk pencegahan virus korona. Termasuk pembatasan waktu. Selain itu, mobil pengangkut garam yang dibawa saya juga dilakukan pemeriksaan dan penyemprotan oleh pemerintah Banyuwangi, tepatnya saat masuk Daerah Genteng Banyuwangi, sopir dan barang yang biasanya disentuh oleh tangan disemprot disinfektan,” kilahnya.

Suparyono juga berharap, wabah virus korona ini bisa cepat berlalu. Sebab, apabila terus berkelanjutkan, yang paling dirasakan imbasnya adalah warga yang memiliki perekonomian menengah ke bawah. Termasuk petani garam seperti dirinya.

“Mau meliburkan para pekerja dengan berdiam diri di rumah kan tidak mungkin. Sebab mereka memiliki keluarga yang harus dinafkahi. Semoga wabah virus korona ini tidak sampai mengeluarkan kebijakan lockdown dari pemerintah. Sebab kalau itu terjadi, maka akan sangat berpengaruh pada masyarakat yang kerjanya tidak dibayar bulanan,” tambahnya.[wap]

Tags: