Tak Perlu Impor Beras dan Garam, Jatim Miliki Potensi Pertanian dan Laut

Lahan persawahan di wilayah Kab Malang yang mampu memproduksi padi, yang menjadikan kabupaten setempat setiap tahun surplus beras. [cahyono/Bhirawa]

Kab Malang, Bhirawa
Rencana Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengeluarkan kebijakan impor beras, hal ini telah mendapatkan reaksi dari berbagai elemen. Karena di Indonesia masih terdapat daerah yang saat ini mengalami surplus beras. Selain itu, jika dipaksakan impor beras, maka akan sangat berdampak pada petani, dan yang jelas harga beras lokal akan mengalami penurunan yang cukup tajam.

Apalagi, kata Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Jawa Timur (Jatim) Sri Untari Bisowarno, Kamis (25/3), kepada wartawan, Provinsi Jatim ini 40 persen wilayahnya merupakan wilayah pertanian, termasuk wilayah Kabupaten Malang yang memiliki lahan persawahan cukup luas, dan setiap tahun juga mengalami surplus beras. “Daerah penghasil beras di Jatim cukup memiliki potensi untuk bisa dikuatkan, digalakan dan kemudian akan menjadi bagian dari stok pangan nasional,” paparnya.

Oleh karena itu, dirinya meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk memfasilitasi munculnya sumber-sumber pembuatan pupuk organik untuk mengatasi permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi yang saat ini sulit didapat oleh petani. Sedangkan dirinya bersama kelompok tani di Kabupaten Malang telah menggagas adanya membuat pupuk organik yang bisa dibuat dari teman-teman petani sendiri. Sehingga nantinya akan dibuat atau dikerjakan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bersama dengan kepala desa.

“Problematika kelangkaan pupuk bersubsidi, adalah sebuah masalah klasik membutuhkan penyelesaian secara terpadu yang harus segera difasilitasi oleh Gubernur Jatim. Karena jika terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi, maka hal itu akan mempengaruhi jumlah peroduksi padi,”tutur Untari.

Sehingga dengan adanya rencana Indonesia mengimpor beras, tegas dia, maka Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP menolak impor beras dan garam. Sedangkan impor beras tersebut sesungguhnya bukan tanpa dasar. Karena di Jatim sedndiri telah memiliki lahan pertanian yang cukup luas, dan salah satu sumber masalahnya adalah pupuk, dan yang lain-lain tidak ada masalah. Dan begitu juga dengan kebijakan impor garam, sehingga PDIP meminta pemerintah memberdayakan potensi petani garam di Jatim.

Menurut Untari, di Jatim terdapat 13 daerah Kabupaten/Kota yang memiliki wilayah laut. Dan dirinya pernah bertemu dengan komunitas petani garam se-Jatim, mereka sudah membentuk kelompok koperasi. Sehingga nantinya para petani garam tersebut akan berkolaborasi untuk bisa bekerja dengan Perusahaan Negara (PN) Garam yang ada di Jatim untuk bisa memproduksi garam sesuai dengan kebutuhan nasional. “Entah itu garam rakyat atau itu garam industri,” terangnya.

Untuk itu, dia mendesak kepada pemerintah agar tidak terburu-buru untuk melakukan impor beras maupun garam, karena potensi yang kita miliki ini sangat melimpah. Sehingga jika pemerintah menyatakan jika stok beras dan garang tidak mencukupi, hal itu tidak mendasar. Seperti di Jatim terdapat enam daerah sebagai lumbung padi, yakni Kabupaten Ngawi, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, dan Kabupaten Jember.

“Tidak ada alasan Mendag melakukan kebijakan impor beras dan garam, yang mana beralasan bahwa stok garam nasional tidak mencukupi. Karena wilayah laut kita begitu luas, sehingga laut kita mampu menyangga untuk kepentingan garam dan bisa terpenuhi atau mencukupi,” tegas Untari, yang juga sebagai Sekretaris DPD PDIP Jatim. [cyn]

Tags: