Tak Perlu Impor, Gudang Bulog Simpan 100 Ribu Ton Beras Impor 2018

Jakarta, Bhirawa.
Rencana pemerintah untuk impor beras sebanyak 1 juta ton per tahun, tidak layak. Lantaran, data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras dalam negeri tahun ini, diprediksi meningkat. Yakni pada masa panen raya dari bulan Maret hingga bulan Mei 2021 mendatang.

“Kebijakan impor beras, sangat tidak tepat. Karena memang kebutuhan beras saat ini masih mencukupi. Apalagi bulan Maret hingga April adalah musim panen raya di berbagai daerah,” ujar anggota Komisi IV DPR RI Ema Umiyatul Chusnah (PPP), Rabu (17/3).

Ema Umiyatul membantah klaim Kemendag yang menyebutkan, impor beras tidak akan menjatuhkan harga gabah. Kenyataan di lapangan berbeda. Hanya dengan wacana mau impor beras saja, harga gabah dipetani sudah langsung jatuh di angka Rp3.500 per bulan kilogram. Bahkan ada yang lebih rendah.

Berdasarkan data Perum Bulog, hingga 14 Maret 2021 ini, di gudang Bulog masih tersimpan sebanyak 883.585 ton beras. Terdiri dari 859.877 ton stok cadangan beras pemerintah (CBP) dan 23.708 ton stok beras komersial.

Dari jumlah stok CBP itu, yang 106.642 ton, beras impor tahun 2018, yang telah mengalami penurunan mutu. Sehingga harus dicampur (oplos) dengan beras baru, agar layak dikonsumsi. Pada tahun 2018, Bulog impor sebesar 1.785.450 ton, yang sebagian masih tersisa hingga saat ini.

“Ini membuktikan bahwa selama ini impor beras memang tidak sesuai dengan data kebutuhan dalam negeri. Beras yang masih ada saat ini perlu segera disalurkan ke pasar dan masyarakat. Agar jumlah beras yang mengalami penurunan mutu, tidak bertambah banyak dan Mubazir,” tandas Ema.

Politisi dari Dapil Jatim ini menilai, kebijakan impor ditengah stok yang masih melimpah, menunjukkan buruknya tata kelola dan perencanaan pemerintah, dalam hal ini Kemendag. Sungguh ironi, data Kemendag berbeda dengan data Dirjen Tanaman Pangan dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan. Yang menyebutkan, produksi dalam negeri masih mencukupi kebutuhan.

“Kami minta, sebaiknya pemerintah membuka data ke publik, mengenai stok beras dan jumlah kebutuhan nasional. Apakah impor dibutuhkan atau tidak. Sehingga publik dapat menilai dan pemerintah transparan dalam mengambil kebijakan,” tandas Ema Umiyatul. [ira]

Tags: