Tak Pernah Lelah Mencerdaskan Anak Bangsa

Wartono

Wartono
Tinggal di sebuah desa pedalaman Banyuwangi, membuat Wartono memberikan seluruh hidupnya untuk mengabdi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ya, guru Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tuna grahita yang sempat menjadi seorang petani ini merasa terpanggil untuk membina anak-anak tunagrahita di desanya. Pasalnya, ketika menjadi seorang petani, ia melihat kondisi pendidikan bagi tuna grahita yang menurut dia sangat mengkhawatirkan.
“Tidak sedikit, ketika hari aktif sekolah mereka bermain. Ada yang sampai putus sekolah dan tidak ingin sekolah. Saya khawatir dengan masa depan mereka” ungkapnya
Melihat kondisi tersebut, lanjut dia, saya mencoba mendata anak-anak ini. Saya datangi rumah nya satu persatu. Saya kumpulan mereka, saya latih mereka dengan olahraga ringan. “Ya, meskipun kadang yang hadir cuma 2 sampai 5 anak, tapi itu tak mematahkan semangat saya untuk membantu mereka memperoleh hak pendidikannya” tambah dia.
Selama 12 tahun yaitu sejak 1991-2003, diakui Wartono ia terus mensosialisasikan keinginan baiknya kepada para orangtua.
“Saya lakukan ini, karena saya ingin melalui olahraga anak-anak bisa sembuh dan mau belajar. Ini juga sarana rehabilitas bagi mereka. Pandangan saya, dengan olahraga seluruh tubuh mereka bergerak sehingga otak mereka juga akan terangsang” imbuh dia.
Dari pendekatan pendidikan yang ia lakukan sejak tahun 1991 ini, tidak sedikit olahragawan hasil binaan Wartono mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah International. Terbaru, atlet sprinter yang ia bina mampu meraih medali emas di kejuaraan Paralympic Los Angeles tahun 2017. Meskipun begitu, diungkapkan Wartono jika membentuk mereka menjadi pribadi berdaya saing bukanlah hal yang mudah. Ia menuturkan, melatih ABK olahraga tidak semudah melatih anak-anak pada umumnya.
“Melatih anak-anak ini tidak sekonyong-konyong jadi. Dimulai dari usia dini. Kita kenalkan setiap hari jenis olahraga. Mereka suka, kita latih terus. Setiap hari kita latih. Jika mereka suka berlari, kita latih terus berlari. Kalau mereka suka maka itu akan menjadi terbiasa dan muncul rasa senang” papar laki-laki kelahiran Nganjuk 10 Maret 1966.
Melihat anak-anak senang, sambung dia, dengan prestasi yang membanggakan tidak hanya untuk saya tapi juga Indonesia itu pencapaian yang luar biasa bagi saya. Sekalipun, tidak dibayar ia menuturkan akan terus memperjuangkan hak-hak ABK untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
“Saya sangat senang ketika berbagi ilmu dengan anak-anak. Kesenangan ini tidak mereka dapatkan di rumahnya. Itulah yang membuat saya selalu terpanggil untuk mendidik mereka” lanjut guru YPABK Bina Insani Banyuwangi ini.
Ia berharap, seiring dengan pembinaan yang ia lakukan, satu hal yang ia inginkan adalah para siswa didikannya mampu menjadi pribadi yang mandiri di mana mereka mampu menghasilkan uang untuk kehidupan mereka sendiri (ABK, red).
“Kalaupun nanti anak-anak ini belum bisa diterima kerja di instansi lain, maka saya ingin memberi lapangan kerja bagi mereka, dengan usaha madu lebah yang saya rintis. Hal ini tentu saja juga membutuhkan bantuan semua pihak terutama pemerintah dalam mewujudkan mimpi saya ini” pungkas laki-laki yang mempunyai usaha lebah madu Banyuwangi ini. [ina]

Tags: