Tak Punya Dana, Minarak Ngeyel Siap Melunasi

Sidoarjo, Bhirawa
Tak ingin dianggap ingkar janji, PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) menyatakan tetap berkomitmen segera melunasi jual beli aset korban Lumpur Lapindo. Namun PT MLJ masih menunggu kondisi keuangan perusahaan yang hingga kini masih belum memungkinkan.
”Kami pasti akan lunasi hak-haknya korban lumpur. Seandainya kini uangnya ada dan kami pegang, pasti akan segera dituntaskan jual beli aset milik korban lumpur itu,” tegas, Vice Presiden PT MLJ, Andi Darussalam Rabussala, dikonfirmasi, Minggu (6/4).
Perlu diketahui, PT MLJ merupakan juru bayar pembelian aset korban lumpur dalam Peta Area Terdampak (PAT), sebagaimana dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2007. Soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan korban lumpur, disebutkan, pemerintah tetap menyerahkan pelunasan aset korban lumpur menjadi tanggungjawab perusahaan yang dimaksud (Lapindo). Pembayaran dalam PAT bukan ditanggung pemerintah.
Dalam amar putusan pasal 9 ayat 1 huruf a UU Nomor 15 tahun 2013 tentang perubahan atas UU Nomor 19 tahun 2012, tentang APBN 2013 sudah jelas, PT MLJ sebagai perusahaan yang bertanggung jawab membayar ganti rugi diharuskan menyelesaikan pembayaran.
Andi menjelaskan, pembayaran ganti rugi yang dilakukan PT MLJ sudah menghabiskan dana Rp3 triliun.  Ia merinci, dalam penanganan sosial yang dibayar Lapindo, sebanyak  13.237 berkas. Total dana yang harus dikeluarkan Rp3,8 triliun. Sampai tanggal 16 Desember 2013 total realisasi pembayaran sebesar Rp3,048 triliun atau 79,67% dari target penyelesaian, sehingga menyisakan Rp781 miliar (20,33%).
”Total dana yang dikeluarkan Lapindo untuk menangani lumpur sampai kini sudah sekitar Rp8 triliun. Dengan rincian, untuk penanganan semburan lumpur sekitar Rp5 triliun dan membayar aset warga sekitar Rp3 triliun,” sebutnya.
Sementara Sungkono, anggota GPKLL (Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo), menyatakan, permohonan korban yang dikabulkan MK tak berhubungan (urusan) Lapindo lagi. Kenapa MLJ jadi repot-repot menanggapi putusan MK.
Menurutnya, dalam amar putusan MK itu sudah jelas disebutkan pemerintah melalui APBN yang  menyelesaikan pembayaran sebagaimana pemerintah menyelesaikan pembayaran terhadap korban di luar peta terdampak. Setelah itu negara dengan kewenangan dan kekuasaannya bisa mendesak Lapindo untuk mengganti uang APBN yang dikeluarkan untuk pembayaran tadi.
Para korban lumpur ini, menurut Sungkono, hak hakikinya sebagai pemilik tanah telah dihilangkan 8 tahun. Bukan hanya kehilangan tanah dan bangunan, tetapi hak hidup, hak ekonomi sebagai pengusaha juga ikut dicabut. Kerugian itu sangat tidak ternilai.
Sumber lain menyebutkan PT MLJ tetap ngotot akan menyelesaikan pembayaran, hanya saja kini belum memiliki uang. Sudah 8 tahun korban di peta terdampak menunggu pembayaran, untuk 3 ribu ribu berkas yang belum dilunasi Rp785,6 miliar. belum termasuk pada pengusaha yang tergabung di GPKLL yang kisarannya Rp 1,2 triliun.
Sedangkan terkait dengan jumlah ganti rugi yang harus dibayar Lapindo sesuai dengan Perpres Nomor 14 tahun 2007 sebesar Rp3.8 triliun, namun yang sudah dibayar baru Rp3.043 triliun sehingga tanggungan yang masih harus dibayar Lapindo sebesar Rp785.6 miliar  dan pengusaha Rp56 miliar yang total Rp1,2 triliun. Jumlah itu berdasarkan keputusan MK kini menjadi tanggung jawab negara.
Dengan adanya putusan ini, maka payung hukum terkait peralihan tanggung jawab ganti rugi ke pemerintah sudah jelas berlaku, sehingga dalam waktu dekat ini Tim Pansus Lumpur beserta para korban akan berangkat ke Jakarta untuk menemui Dewan Pengarah BPLS.
Sedangkan terkait masalah pembayaran ganti rugi yang seharusnya ditanggung lapindo, Emir menegaskan harus tetap berlanjut. Hanya saja kali ini Lapindo membayar ganti rugi kepada pemerintah untuk mengganti APBN yang digunakan pemerintah untuk membayar ganti rugi. [hds.iib]

Tags: