Tak Selarasnya Program Pemkot- Pemdes Jadi Kendala

Wakil Ketua I DPRD Kota Batu, Nurrochman

Kota Batu, Bhirawa
Pemerintah Desa (Pemdes) merupakan ujung tombak pemerintahan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Namun di Kota Batu banyak usulan dicetuskan masyarakat melalui Musrenbangdes tak tertampung di Musrenbang kota. Sehingga banyak Program Pemdes tak sinkron atau selaras dengan Program Pemkot. Akibatnya menjadi kendala bagi pemkot saat berupaya menjadikan desa berdaya.

Ketua Asosiasi Petinggi dan Lurah (APEL) Kota Batu, Wiweko, membenarkan seringkali program yang dibuat Pemdes tak sinkron dan Program Pemkot. Hal ini dikarenakan banyak usulan yang muncul dari desa melalui Musrenbangdes tak dimasukkan dalam program pembangunan Kota Batu. Padahal, usulan – usulan itu lahir dari kondisi masyarakat tingkat bawah sehingga sangat dibutuhkan bentuk nyatanya.

Wiweko mencontohkan, adanya salah satu dinas yang memiliki program pembangunan namun pelaksanaannya dipaksakan ke salah satu desa. Padahal desa itu tidak ada rencana dan tidak membutuhkan program tersebut. Hal ini membuat pelaksanaan program pembangunan menjadi percuma.

Untuk mengatasi hal ini, lanjut Wiweko, perlu ada sinergitas yang kuat antara program kota dan desa. Apalagi usulan desa berasal dari keinginan dan kebutuhan masyarakat secara riil. ”Lha wujud visi Desa Berdaya itu belum kelihatan sampai sekarang. Harusnya perencanaan desa bisa diakomodir oleh Pemkot atau dinas,” tambah Wiweko.

Terpisah, Wakil Ketua I DPRD Kota Batu, Nurrochman, meminta agar visi Kota Batu untuk menjadikan Kota Berdaya Kota Berjaya tak hanya sebatas jargon semata. Maka program desa perlu diakomodir dan diintegrasikan dengan Program Kerja Pemkot Batu.

”Sudah saatnya Pemkot bisa mengarahkan pembangunan di desa secara nyata. Maka Pemkot harus mampu membuat konsep dengan mengintegrasikan program pembangunan yang berasal dari desa,” ujar Nurrochman.

Apalagi usulan program dari desa itu merupakan kebutuhan riil yang diperlukan masyarakat desa. Bukannya program yang terkesan superfisial ataupun sekedar formalitas. Jangan sampai musyawarah di tingkat desa hanya menjadi ritual tahunan untuk menggugurkan kewajiban saja. ”Ke depan Legislatif tak ingin program riil yang diusulkan melalui Musrenbangdes diabaikan begitu saja,” pungkas Nurrochman. (nas)

Tags: