Takut Merugi, Minta Perda Jangan Berlaku Surut

Surabaya, Bhirawa
Rencana pengetatan operasional took modern(minimarket,red)  di Surabaya dengan menggunakan Peraturan Daerah(Perda) membuat kalangan waralaba minimarket kelabakan. Menyatakan siap memenuhi ketentuan perda yang saat ini tengah dibahas DPD Surabaya, perusahaan waralaba minimarket meminta agar aturan baru tidak berlaku surut.
Menurut M. Faruq Asrori, Operation Comunity Relation Alfamart wilayah Indonesia Timur, pihaknya menyambut baik  pembuatan peratruran daerah (Perda) yang mengatur soal regulasi minimarket atau toko waralaba tersebut.
Namun jika nanti Perda itu diterapkan, lanjut  Faruq, pengusaha minta agar Pemkot Surabaya bersikap bijaksana. Artinya Perda ini tidak berlaku surut khususnya untuk minimarket yang sudah terlanjur berdiri.
“Pengusaha siap buktikan untuk taat perda, namun kami minta agar perda itu tak berlaku surut pada kami,” lanjut Faruq mantan wartawan ini, Sabtu (3/5).
Harapan Faruq ini tentu tak berlebihan karena para pengusaha sudah mengeluarkan banyak dana untuk melakukan investasinya. Untuk investasi membuat minimarket ini memang relatif cukup besar melihat lokasi yang dipakai, bisa antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Jika perda itu berlaku surut dipastikan investasi para pengusaha tersebut belum BEP alias merugi.
Selain itu pelayanan perizinan yang dilakukan Pemkot Surabaya melalui layanan 1 atap diminta untuk memberi kepastian. Sebab beberapa pengusaha yang ingin mengurus perijinan mulai HO, IMB kajian lingkungan  dan sebagainya cukup menyita waktu bahkan ada yang 3 tahun belum selesai. “Kita ingin agar perijinan untuk kami jangan dipersulit, mestinya malah dipermudah,” kata Faruq.
Memang pihak DPRD Surabaya sudah mewarning pelaku usaha waralaba minimarket untuk menaati , khusunya aturan perizinan operasional minimarket  yang salam ini sering dilanggar.
Ketua panitia khusus (Pansus) Raperda penataan Minimarket, Edy Rusianto,  sehari sebelumnya mengatakan bahwa keberadaan toko modern harus memiliki Izin Usaha Toko Modern(IUTM), dengan tujuan memperdayakan toko kecil, pracangan dan pasar tradisional.
Untuk mendapatkan IUTM, lanjutnya, harus mendapat rekomendasi dari dinas cipta karya dan tata ruang (DCKTR) Surabaya tentang lokali itu diperkenanakn membuka toko modern. Selain itu, dalam raperda ini toko modern tidak boleh berdiri di kampung-kampung. Minimal lebar jalan di depan toko modern selebar 6 meter.
Edy memerinci, untuk minimarket minimal lebar jalan 6 meter. Sedangkan super market lebarnya 8 meter. Sementara departme store dan hypermat lebarnya 10 meter. “Prinsip bagi kami ekonomi masyarakat Surabaya tidak dikuasai toko modern. Jadi penikmatan kemajuna ekonomi oleh masyarakat bukan pemudal,” ujarnya, Jumat (2/5).
Disamping lebar jalan, yang tidak kalah penting adalah tidak boleh berhimpitan dengan pasar tradisional. Jarak toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada  lebih dulu minimal 500 meter. “Toko modern ini harus memiliki IUTM selemabat-lambatnya tiga bulan setelah raperda ini digedok,” ujarnya.
Sehingga mereka yang tidak ngurus IUTM berarti mengundurkan diri. Harapannya, toko modern bisa tertata rapi. Setelah mengurus dan tidak memenuhi syarat, mereka diberi toleransi beroperasi selama 2,5 tahun, setelah itu mereka harus relokasi. Toleransii ini diberikan karena keberadaan toko modern menyangkut hajat orang banyak.
“Mereka tetap diberikan izin sementara, setelah 2,5 tahun harus relokasi,” ujarnya. [geh.gat]

Tags: