Talangi Biaya Operasional, Sekolah Andalkan Pinjaman

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Sekolah-sekolah di Surabaya tampaknya harus punya cara jitu untuk mencukupi biaya operasional mereka secara mandiri. Khususnya bagi jenjang SMA dan SMK negeri yang hingga kini tak memiliki pemasukan baik dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda). Untuk menutup kebutuhannya, sekolah pun mengandalkan dana pinjaman.
Seperti diakui Kepala SMKN 2 Surabaya Djoko Pramodjo, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait BOS dari Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim dan Bopda dari Dindik Surabaya. Padahal dua bantuan tersebut menjadi sumber utama dalam membiayai operasional sekolah. Sedangkan untuk menarik dari siswa sudah tidak mungkin, karena sekolah di Surabaya telah digratiskan.
“Untuk sementara kita pinjam dulu dana yang ada di unit produksi sekolah, seperti koperasi dan bengkel otomotif,” kata Djoko saat dihubungi, Rabu (21/1).
Dana dari unit produksi itu bersifat pinjaman, sehingga saat BOS atau Bopda telah cair, dananya harus tetap dikembalikan. Djoko menuturkan, setiap bulan biaya operasional yang harus dikeluarkan sekolah bisa mencapai Rp 400 juta – Rp 500 juta. Oleh karena itu, pihaknya berharap di antara BOS atau Bopda ada yang cair lebih dulu. “Kalau sekarang Bopda kan masih dikaji dulu sama pemerintah terkait statusnya. Jadi kita masih menunggu saja,” tutur dia.
Sebagaimana diketahui, pencairan Bopda untuk jenjang SMA-SMK di Surabaya terpaksa harus ditunda lantaran terbentur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU tersebut, pengelolaan SMA-SMK diserahkan ke provinsi. Sehingga pemerintah kabupaten/kota tidak berhak ikut andil dalam pengelolaannya. Sementara pencairan BOS hingga kini belum dilakukan provinsi lantaran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) belum disahkan oleh Kemenkum HAM. Sehingga pencairan dari Kas Umum Negara (KUN) ke Kas Umum Daerah (KUD) belum bisa dilakukan.
Kondisi ini diyakini juga dapat mengancam nasib Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT). Seperti diakui Kepala SMAN 14 Surabaya Muntiani, gaji bulanan untuk GTT dan PTT tercantum dalam Bopda. Sehingga jika Bopda tidak segera dicairkan maka pemberian gaji GTT dan PTT harus ditunda. “Kita sudah sampaikan ke temen-temenĀ  PTT dan GTT agar lebih bersabar menyikapi ini. Dan semua sudah bisa menerimanya,” kata Muntiani.
Sebelumnya, Kabid Pendidikan Menengah (Dikmen) Dindik Surabaya Sudarminto mengakui hingga kini proses pencairan Bopda masih diusahakan. Pihaknya telah melakukan konsultasi dengan Dindik Jatim, Bapeko dan pemerintah pusat agar pencairan tersebut tidak disebut melanggar aturan. “Kalau sudah dipastikan pencairannya tidak melanggar aturan, akan segera kita cairkan,” tutur dia.
Sementara itu, Kepala Dindik Jatim Dr Harun kembali menegaskan, jika Pemkot Surabaya tetap ingin mencairkan Bopda harus jelas dasarnya. Saat ini, provinsi tengah memproses terkait peralihan tanggung jawab SMA-SMK yang meliputi main, money, material. Jika dalam aturan Perda atau Perwali Kota Surabaya telah mengatur Bopda, maka hal itu tidak ada masalah untuk dicairkan.
“Saat ini UU 23 Tahun 2014 masih belum berlaku sepenuhnya. Kita masih memproses untuk pemetaan dari kabupaten/kota. Kalau dasar hukumnya kuat silakan saja dicairkan,” kata Harun.
Meski demikian, Harun dapat memahami upaya Surabaya untuk mengkaji aturan pencairan Bopda. Ini beralasan, karena Surabaya juga tidak ingin dikatakan melanggar aturan. “Kajian terhadap pencairan Bopda ini bagus untuk mengantisipasi kesalahan dalam pelaksanaannya,” pungkas Harun. [tam]

Tags: