Taman Dibongkar,PT DG Lapor Komnasham

Ketua-Tim-Komisioner-Komnasham-bidang-pemantauan-dan-penyelidikan-DR-Maneger-Nasution-MA-menanggapi-laporan-PT-DG-Selasa-[11/8].-[abednego/bhirawa].

Ketua-Tim-Komisioner-Komnasham-bidang-pemantauan-dan-penyelidikan-DR-Maneger-Nasution-MA-menanggapi-laporan-PT-DG-Selasa-[11/8].-[abednego/bhirawa].

Surabaya, Bhirawa
Akibat taman dan pagar perumahannya dibongkar pemkot Surabaya, PT Darmo Greenland (GD) lapor kepada Komnasham.  Terkait laporan tersebut tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham) mendatangi perumahan Darmo Green Garden yang dikelolah oleh PT DG yang terletak di jalan Patimura Surabaya, Selasa (11/8).
Tim yang berjumlah empat orang ini ditemui Ong Helen Wijaya selaku Direktur PT DG dan Malvin Reynaldi SH, MH,  selaku Kuasa Hukum PT DG. Ketua Tim Komisioner Komnasham bidan pemantauan dan penyelidikan DR Maneger Nasution MA mengatakan, kedatangannya merupakan tindak lanjut dari laporan Helen selaku Direktur PT DG.
“Kami menindaklanjuti laporan ibu Helen sebagai upaya pelayanan publik. Selanjutnya kita akan mendatangi pihak Pemkot untuk klarifikasi laporan tersebut. Terkait soal hak milik, ini diatur dalam UU nomor 39 tahun 99 Pasal 36, kita bakal mendalami hal itu, apakah ada pelanggaran yang dilakukan pihak Pemkot,” tegas Ketua Tim Komisioner Komnasham DR Maneger Nasution MA, Selasa (11/8).
Terkait pembongkaran yang dilakukan setelah adanya putusan Pengadilan yang memenangkan gugatan PT GG, Nasution dengan tegas mengatakan hal itu tidak dibenarkan. “Siapapun harus tunduk kepada produk hukum (putusan Pengadilan, red), tak terkecuali Pemkot. Apabila hal itu benar-benar dilanggar, jelas-jelas Pemkot salah besar,” katanya.
Semnari meninjau lokasi, tim juga menanyakan kronologis kasus yang dilaporkan PT DG ke pihaknya. Secara bergantian, akhirnya Helen dan Malvin menjelaskan kepada tim. Dalam keterangannya, Malvin mengatakan, pihaknya melaporkan kasus ini karena tindakan arogansi pihak Pemkot Surabaya terkait pembongkaran taman dan pagar perumahan pada Oktober 2014 lalu.
Lanjut Helen, saat pembongkaran petugas gabungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Pemkot Surabaya berdalih menegakkan Perda no 7 tahun 2009 tentang bangunan. Hal itu dilakukan oleh Pemkot walaupun sudah ada dua putusan pengadilan yang inkracht isinya memenangkan gugatan PT DG.
“Dengan memaksakan pembongkaran tersebut, pihak Pemkot seakan-akan tak menghormati produk hukum berupa putusan PTUN yang sudah berkekuatan hukum tetap,” ungkap Helen.
Helen mengaku, selama ini pihak pengembang sudah kooperatif dan tidak mempermasalahkan soal rencana jalan sesuai set plan Pemkot Surabaya. “Selama proses itu ditempuh secara aturan yang berlaku, kita bakal mendukung upaya Pemkot,” pungkasnya.
Seperti diketahui, polemik ini berawal sejak tahun 2012. Diawali dengan hearing di DPRD kota Surabaya, pihak penggembang mendapat panggilan dari DCKTR, terkait rencana jalan yang melintasi perumahan tersebut. Tidak ada masalah dengan rencana jalan yang digagas oleh Pemkot, pihak penggembang mengaku menyetujui.
Namun, soal ganti rugi, tidak ada titik temu antar kedua pihak. Bertameng pada Pasal 11 ayat 1 Perda no 7 tahun 2009 tentang bangunan, pihak Pemkot akhirnya nekat menerbitkan surat peringatan untuk membongkar pagar pembatas perumahan. Tak seberapa lama dari penerbitan surat tersebut, akhirnya pihak pengembang mengajukan gugatan di PTUN.
Oleh Majelis Hakim tunggal DR Dani Elpah, SH, MH sekaligus ketua PTUN, berdasarkan putusan bernomor 12/G/2013/PTUN.SBY akhirnya memenangkan pihak pengembang dan menghukum pihak Pemkot untuk membatalkan dan mencabut surat tergugat I Kadis Cipta Karya dan Tata Ruang serta tergugat II Kasatpol PP Pemkot Surabaya. [bed]

Rate this article!
Tags: