Tanah Bromo-Tengger Tak Diperjualbelikan

Hamparan Tanah adat di Ngadisari, Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo.

Hamparan Tanah adat di Ngadisari, Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo.

Probolinggo, Bhirawa
Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari menyatakan, tanah di kawasan Bromo-Tengger tak bisa diperjualbelikan. Sebab menurutnya, tanah tersebut sudah dinyatakan sebagai tanah komunal dan sudah mendapatkan sertifikasi tanah, dari Kememterian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menurut Bupati Probolinggo, Hj. P. Tantriana Sari, Senin (13/7) bagi warga di luar adat sini, tidak bisa membeli tanah tersebut. Karena tanah di Tengger hanya boleh berpindah tangah antar sesama warga adat saja.
Di sisi lain, kalau kawasan Bromo-Tengger ini memang sangat potensial dari sisi pariwisata. Namun, terkait undang-undang pertanahan tentang tanah komunal, para calon investor yang ingin menanamkan modal hanya bisa menyewa tanah tersebut. “Mereka hanya bisa menyewa saja, tapi kalau untuk membeli jelas tidak bisa,” katanya.
Kendati demikian, Tantri optimistis kalau wilayah Tengger ini akan tetap menjadi incaran para investor. Hal itu memgingat kalau saat ini kawasan Bromo-Tengger tersebut, sudah menjadi ikon internasional. Sertifikat komunal warga Tengger,  terdapat sebanyak 39.959 bidang tanah diberikan sertifikat komunal. “Tanah komunal tak dapat diperjualbelikan selain oleh sesama warga adat. Dan ciri – ciri dari sertifikat ini memiliki stempel berwarna merah,” terangnya.
Dikatakannya, kementrian pertanahan saat ini terus memggenjot pengadaan sertifikat komunal. Hal itu dilakukan untuk memproteksi secara legal tanah adat yang ada di seluruh pelosok Indonesia.
Dengan begitu maka seluruh masyarakat adat akan terlindungi dari pihak-pihak yang tak bertanggung jawab dari kepemilikan sertifikat komunal ini. Dan saat ini pihak pertanahan sedang mengalakkan upaya pengadaan sertifikat komunal. Untuk di wilayah Jatim sendiri, sudah targetkan sebanyak 101.000 bidang tanah adat,  yang akan disertifikasikan secara komunal sampai tahun ini,   paparnya.
Lebih lanjut bupati Tantri mengatakan, tranah ada yang ada diwilayahnya khususnya di wilayah Tenggger bwerada di sepanjang jalur menuju wilayah wisata yang saat ini terus dikembangkan sebagai mana yang sudah dilakukan selama ini. Karnanya kami yakin wisata Bromo diwilayah Probolinggo akan semakin berkembang dengan pesatnya.
Di kecamatan Sukapura sendiri tanah adat yang ada, dari 12 desa di sana terdapat 5 desa sebagai katagori desa adat yakni Jetak, Ngadisari, Ngadirejo, Wonotoro dan Ngadas. Dimana tanah yang ada tidak semuanya yang sudah bersertifikat sebegai tanah ada, karenanya hal tersebut sangat menguatirkan. “Dengan belum legalnya tanah adat yang ada maka menjadi pemikiran warga adat itu sendiri,” kata tokoh adat suku Tenggger Supoyo, Senin (13/7).
Berbagai hal yang menjadikan belum keseluruhan tanah adat yang telah dilegalkannya, seperti halnya kurangnya sosialisasi yang menyeluruh akan pentingnya sertifikat tersebut, semakin terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga pemerintahan serta kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk menyertfikatkan tanahnya itu. “Walaupun sudah ada Prona yang mana biayanya gratis,” tandas anggota DPRD kabupaten Probolinggo itu.
Sejatinya untuk saat ini sudah semakin terbuka kesadaran asyarakat utuk menyertifikatkan tanahnya, karena kuwotanya sedikit maka tidak semuanya dapat dilakukan penyertifikatan, saat ini baru 380 bidang tanah dari 3 desa yang mendapat sertifikat dari kementrian agraria kemarin.
Dengan begitu tanah adat yang ada akan lebh dapat perlindungan untuk tidak dikuasai pihak luar, jika ada investor mau membangun ataupun usaha di tanah ada tersebut maka bisa dilakukan dengan menyewanya, atau dengan bagi hasil bersama warga adat Tengger, sehingga semuanya sama-sama diuntungkan dan pembangunan bisa dilaksanakan dengan baik. [wap]

Tags: