Tanda Kolaborasi Perajin Batik Jatim-Jateng Segera Terwujud

Rombongan Disperindag dan Dekranasda Provinsi Jatim melihat proses pembuatan batik tulis milik Nur Cahyo. [gegeh bagus setiadi]

Batik Jatim Tidak Kalah dengan Batik Pekalongan (1-bersambung)

Kota Pekalongan, Bhirawa
Batik adalah warisan kebudayaan Indonesia yang keberadaanya terus berkembang. Di pulau Jawa, batik tidak hanya di monopoli Pekalongan, Solo, atupun Yogyakarta yang memang terkenal daerah penghasil batik. Hampir semua daerah di Pulau Jawa memiliki batik dengan motif, warna, dan ciri khas masing-masing. Termasuk juga batik-batik yang ada di Jatim.
Rombongan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dekranasda dan Biro Humas Pemprov Jatim tiba di Kota Pekalongan, Jawa Tengah Selasa (19/12) lalu. Waktu tak ingin terbuang sia-sia. Rombongan pun bergegas ke kediaman pembatik tersohor di Pekalongan. Kedatangan tersebut guna ngangsu kawruh lebih banyak tentang batik. Mulai dari teknis membuat batik hingga cara pemasarannya.
Maklum, batik Pekalongan memiliki sejarah yang terentang panjang ke belakang. Bertahan sebagai pusat batik hingga kini, Pekalongan pun menasbihkan diri sebagai Bumi Legenda Batik Nusantara. Kepala Bidang Industri Non Agro Disperindag Jatim, Drs. M. Nunif, MM yang mengomandoi rombongan langsung menuju ke rumah Batik Cahyo yang ada di Jalan Jawa 17a. Disana, batik hasil buatannya tertata rapi di lemari kayu. Harganya pun relatif, tergantung tingkat kesulitan dan prosesnya. Mulai dari Rp 300 ribu hingga ratusan juta rupiah. Bahkan, ada juga batik yang memang tidak untuk dijual.
Pembatik tersohor itu adalah Nur Cahyo. Pria berusia 53 tahun ini berpesan kepada rombongan Disperindag dan Dekranasda Jatim. “Pembatik di Jatim harus terus berinovasi dan mempertahankan pakem-pakemnya. Ini kunci untuk bisa bertahan dan tetap eksis,” pesan Cahyo yang kini telah memiliki tenaga pembatik sebanyak 140 orang ini.
Menurut dia, batik bukanlah hanya selembar kain. Melainkan sebagai perwujudan dari kesabaran, kerja keras, dan cinta kasih dari pembuatnya yang diekpresikan melalui motif yang tercipta. Bahkan, ia mengaku tidak takut untuk menghadapi gempuran produk asing. “Saya sama sekali tidak takut. Diluar cap dan tulis itu bukan batik tapi tekstil,” ujarnya.
Tak puas sampai disitu, rombongan pun bergegas ke Batik Tobal Jalan Teratai 24. Sambutan hangat Hj. Fatchiyah A. Kadir, pengusaha batik Tobal ini semakin terasa. Bahkan, setelah melihat proses pembuatan batik di salah satu bilik, Wanita berusia 72 ini nyeletuk ingin dan siap bekerja sama dengan Jawa Timur. Terutama dalam memasarkan produk mulai dari baju, handmate sandal batik Pekalongan.
“Kami siap melakukan kerjasama dan menjajaki peluang usaha dengan Jatim, agar batik tetap eksis. Batik semakin mendunia dan bisa digunakan oleh semua kalangan,” katanya.
Fatchiyah yang juga sebagai Ketua Pecinta Batik Pekalongan ini menuturkan bahwa Jatim merupakan pasar yang sangat potensial. Mengingat jumlah penduduknya yang mencapai 40 juta jiwa. Jatim, melalui Showroom Deskranasdanya merupakan media promosi yang sangat tepat. “Tempat kami, siap kerjasama 50%-50% berbagi keuntungan dengan Deskranasda Jatim,” terangnya.
Perempuan energik tersebut juga memiliki tujuan mulia kerjasama dengan Deskranasda Jatim bisa segera dilakukan. Ia mengaku, jika kerjasama dapat terealisasi akan meningkatkan kesejahteraan perajin batik.
“Pemikiran saya, jika kerjasama bisa terealisasi, dapat membuka lapangan pekerjaan semakin banyak, sehingga orderan kami meningkat yang bermuara untuk meningkatkan pendapatan perajin batik,” imbuhnya.
Nah, untuk batik Jawa Timur sendiri juga tidak kalah dengan batik dari Jawa Tengah khususnya Pekalongan. Saat ini, Jatim memiliki sekitar 6.095 motif batik yang tersebar di 38 kabupaten/kota. Jumlah tersebut bedasarkan data pada tahun 2011 yang memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) Indonesia yang telah mencatatkan 3.200 motif.
Sementara, Munif mengatakan bahwa pihaknya ingin tahu lebih banyak tentang batik Pekalongan. Hal ini dilakukan agar supaya batik di Jatim lebih berpotensi. “Kami tergelitik ingin lebih banyak tahu tentang batik Pekalongan,” katanya.
Menurutnya, banyak motif yang sangat disukai oleh masyarakat Jatim karena soal corak dan warna yang dinilai simpel, elegan dan harga terjangkau. Showroom Dekranasda Jatim juga menampilkan motif dan corak khas dari 38 Kabupaten/Kota.
Selain itu, Lanjut Munif, Deskranasda Jatim memiliki 766 Industri Kecil dan Menengah (IKM) binaan. Untuk IKM binaan yang telah tergabung dalam asosisasi perajin batik Jatim berjumlah 315 IKM yang tersebar di Jatim. “Semua berkembang dan maju. Kami sangat mendorong agar mereka bisa semakin eksis,” tuturnya.
Eksistensi para perajin batik di Jatim, kata Munif, tidak lepas dari sosok kepemimpinan Ketua Dekranasda Jatim, Ibu Dra. Hj. Nina Kirana Soekarwo, MSi. Istri Gubernur Jatim itu dinilainya sangat mempengaruhi kemajuan dan perkembangan batik di Jatim. Terlebih diterimanya penghargaan Dekranasda Award dari Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) beberapa saat yang lalu menjadi bukti itu.
“Seperti baru-baru ini pengurus Dekranasda dari Provinsi Bengkulu belajar ke Jatim,” terangnya.
Pada waktu yang sama, Kasi Promosi UPT. P3E Surabaya, Dra Mashita Rachman, MM menyatakan, pada tahun 2012 Deskranasda Jatim melakukan kunjungan ke Pekalongan untuk saling bertukar informasi tentang kolaborasi batik agar semakin dicintai.
Dari kunjungan tersebut, telah menghasilkan karya batik luar biasa seperti IKM canting batik, sidomakmur, kamsatun, batik kunto, artis batik dan juga IKM lainnya yang telah banyak dikenal oleh masyarakat di Jatim.
“Kedatangan kami ke Pekalongan untuk menindaklanjuti kerjasama yang pernah kita lakukan beberapa tahun lalu. Bahkan, kami ingin berkolaborasi dengan perajin dari pekalongan, agar corak dan motif batik Jatim terus update seiring perkembangan zaman dan wilayah,” tegasnya. [Gegeh Bagus Setiadi]

Tags: