Tangani Pendangkalan Sungai, Pemprov Terkendala Regulasi

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat melepas peserta KKN dari 16 PTN se Jatim mengangkat permasalahan sungai brantas.

Gubernur Khofifah Lepas Peserta KKN Brantas Tuntas dari 16 PTN
Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa berharap dapat lebih optimal dalam menangani berbagai persoalan yang timbul di wilayah sungai. Termasuk pendangkalan yang kerap di sejumlah titik. Sayang, upaya itu kerap dihadapkan pada regulasi yang mengatur kewenangan terkait wilayah sungai.
Hal tersebut diungkapkan Khofifah saat melepas peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Brantas Tuntas yang diikuti oleh 16 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se Jatim di Gedung Negara Grahadi, Kamis (26/12). Menurut orang nomor satu di Jatim tersebut, perlu ada revisi terhadap regulasi yang saat ini mengatur tentang sungai. Khususnya terkait dengan kewenangan untuk menangani pendangkalan dalam bentuk pengerukan.
“Kalau kabupaten/kota bisa melakukan penanganan atau pemprov juga bisa, mestinya dapat diberi kewenangan. Tapi pengerukan dari pendangkalan yang masuk pada sungai nasional itu masuk pada Kementerian PUPR,” tutur Khofifah.
Khofifah mengaku, pihaknya beberapa kali telah menyampaikan usulan agar ada revisi dalam aturannya. Karena jika kewenangan itu bisa dilegalkan, maka Pemprov dengan kaupaten / kota bisa sama-sama melakukan penanganan. “Misalnya Mojokerto punya anggaran pengerukan di titik mana, Pemprov punya anggaran pengerukan di titik mana kemudian Surabaya punya anggaran dimana,” ujar mantan Menteri Sosial tersebut.
Saat ini aturan itu belum direvisi. Khofifah mencontohkan, sungai di belakang Gedung Negara Grahadi. Pada saat ada festival perahu nusantara di belakang Grahadi, lumpur sudah keluar dengan jarak satu meter. Itu karena memang terjadi pendangkalan. Padahal, Pemprov pada dasarnya juga bisa melakukan pengerukan jika diberi kewenangan.
“Kalau misalnya lumpurnya harus ditaruh di mana ya kita taruh di mana. Artinya, kalau satu meter saja lumpur sudah nampak, ikan apa yang akan hidup dengan baik di saat habitat sungai tidak tersuport oleh air yang bersih,” tutur Khofifah. Hal itu, lanjut Khofifah, juga pernah disampaikan langsung ke PT Jasa Tirta, Menteri LHK maupun BPK termasuk pimpinan KPK. “Salah satu hal yang saya sampaikan, sungai-sungai nasional itu diberikan izin kepada daerah yang mampu untuk ngeruk,” sambung Khofifah.
Dengan perubahan regulasi itu, Khofifah juga berharap para peserta yang sedang melaksanakan KKN saat dalam tugasnya menemukan pendangkalan sungai, bisa merekomendasikan ke kabupaten atau ke kota atau ke Pemprov.
Terkait pelaksanaan KKN Brantas Tuntas tersebut, Khofifah mengaku ini merupakan format baru dalam upaya menjaga kelestarian dan keberlangsungan ekosistem Sungai Brantas yang merupakan sungai terpanjang di Jatim. “Saya rasa, format kolaborasi dan sinergi dari 16 Perguruan Tinggi Negeri adalah hadiah di akhir tahun yang sangat indah bagi kita warga Jatim,”ungkap Khofifah.
Menurutnya, tidak ada pilihan lain selain menjaga ekosistem Sungai Brantas demi keberlangsungan hidup yang lebih baik. Jika tidak, kata dia, maka berbagai persoalan seperti banjir, krisis air bersih, punahnya biota sungai akan terjadi. “Nah sekarang yang dilakukan adalah edukasi, persuasi, setelah persuasi tidak bisa tuntas, maka koersi,”jelasnya.
Lebih lanjut, Khofifah menambahkan ada tugas lain yang diemban mahasiswa selain melakukan KKN di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yakni turut menyisir berbagai persoalan kesejahteraan sosial masyarakat setempat. Tidak hanya soal kemiskinan, namun juga upaya pencegahan stunting, gizi buruk, rumah tidak layak huni, lanjut usia, dan lain sebagainya.
“Jadi ini sebenarnya tidak sekedar kolaborasi tetapi sinergi yang luar biasa yang kita harapkan akan menjadi role model bagaimana elemen strategis di sebuah daerah, bersama-sama kita menyelesaikan persoalan bangsa ini, dimulai lah dari Jatim,” tegasnya. [tam]

Tags: