Tanggul Kali Lamong Bakal Dilebarkan 60 Meter

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Banjir yang setiap tahun menggenangi sebagian wilayah perbatasan Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya akibat luapan Kali Lamong terus dicarikan solusi Pemprov Jatim. Salah satunya dengan melakukan pembangunan tanggul dan normalisasi sungai.
“Kami sudah memanggil BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Bengawan Solo dan mencari solusinya. Problem dasarnya adalah revitalisasi tidak bisa dimulai karena pembebasan lahannya macet. Padahal revitalisasi ini harus segera dilakukan dan membutuhkan lahan seluas 242 hektare,” kata Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, Rabu (11/2).
Menurut dia, pembebasan lahan di Gresik macet karena masyarakat meminta ganti rugi untuk tanah di luar rencana lokasi tapak tanggul. Lokasi ini masih dalam sepadan sungai dan masyarakat memiliki alat bukti atau alas hak sehingga diperlukan luasan pembebasan lahan yang sangat besar.
“Sedangkan Surabaya katanya sudah klir namun saat mau dimulai konstruksi ternyata tanah milik perusahaan swasta dan belum selesai dibebaskan,” kata Pakde Karwo, sapaan akrap Soekarwo, sambil menunjukkan berkas bukti belum klirnya pembebasan lahan tersebut.
Dijelaskan Pakde Karwo, tanah-tanah yang sudah dibebaskan ini, rencananya akan digunakan untuk menampung pengerukan terhadap sedimentasi Kali Lamong. “Pengerukan sedimen di muara Kali Lamong yang letaknya di sekitar Pulau Galang juga memerlukan biaya yang sangat tinggi,” ucapnya.
Berdasarkan tinjauan lapangan bersama BBWS Bengawan Solo, Pemprov Jatim dan Pemkab Gresik telah disepakati lebar tapak tanggul dan untuk normalisasi adalah 30 meter. Sehingga total sebelah kiri dan kanan tanggul membutuhkan lebar tanggul 60 meter dengan panjang 36 kilometer. “Saat ini kapasitas Kali Lamong hanya 300 meter kubik per detik, nanti akan dilebarkan jadi 700 meter kubik per detik,” kata dia.
Sekadar diketahui, Kali Lamong memiliki DAS (Daerah Aliran Sungai) sekitar 720 kilometer persegi dengan panjang alur sungai 103 kilometer serta memiliki 7 anak sungai yang lokasinya meliputi Jombang (Kecamatan Kabuh), Bojonegoro (Kecamatan Dedung Adem), Lamongan (Ngimbang, Sambeng, Mantup),  Mojokerto (Kemlagi, Dawar Blandong), Gresik (Balongpanggang, Benjeng, Morowudi, Bringkang, Menganti, dan Cerme), serta Surabaya (Pakal, Benowo, Sumber Rejo).
Akibat pendangkalan, tiap tahun Kali Lamong selalu meluap dan menggenangi Kawasan Mojokerto khususnya di Kecamatan Damar Blandong, kemudian Gresik di Balongpanggang, Benjeng, Morowudi, Bringkang, Menganti dan Cerme, serta Surabaya menggenangi Pakal, Benowo, dan Sumber Rejo.

Pemkot Manfaatkan BKTD
Sementara itu Kepala Dinas PU Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Kota Surabaya Erna Purnawati  menjelaskan untuk mengantisipasi datangnya banjir akibat luapan Kali Lamong, Pemkot Surabaya saat ini memanfaatkan lahan sekitar Kali Lamong untuk normalisasi. Upaya tersebut dilakukan untuk menepis tudingan tak serius menangani banjir akibat luapan Kali Lamong.
Erna menjelaskan, 90 persen lahan yang membentang di sepanjang 15 kilometer bibir sungai pada sisi Surabaya berstatus Bekas Tanah Kas Desa (BTKD). Lahan BTKD yang ada di wilayah Kelurahan Tambakdono, Kecamatan Pakal total seluas 172 hektare. Areal itu siap dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan tanggul maupun pelebaran Kali Lamong.
Di samping itu, sebanyak 25 persil lahan dimiliki perusahaan atau warga. Itu pun statusnya terkena sempadan Kali Lamong. Menurut Erna, hal ini sudah disosialisasikan kepada para pemilik lahan dan semuanya sudah klir sejak 2012. Plus, Pemkot Surabaya juga membebaskan satu persil lahan seluas 200 meter persegi.
”Intinya tidak ada masalah. Jadi pembangunan tanggul atau normalisasi sungai sejatinya sudah bisa dikerjakan,” katanya. Sayangnya, hingga kini belum ada tindakan nyata dari pemerintah pusat, dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo yang bersinergi dengan Pemprov Jatim.
Kegiatan yang terlihat di lapangan hanya upaya penguatan tanggul oleh Pemkot Surabaya. Dia mengatakan, sejak 2012, tiga alat berat milik DPUBMP selalu dimaksimalkan untuk pembenahan di lokasi rawan tanggul jebol. ”Berdasar pembagian kewenangan, tugas Pemkot Surabaya sebenarnya hanya membebaskan lahan dan mendukung proses normalisasi sungai, tidak termasuk penguatan tanggul. Namun, karena kondisi di lokasi sangat mendesak maka penguatan tanggul mau tidak mau dikerjakan dulu oleh Pemkot Surabaya,” imbuh mantan Kabid Fisik, Sarana dan Prasarana Bappeko Surabaya ini.
Dikatakan Erna, pemkot sudah berusaha menjalin komunikasi agar langkah konkret normalisasi Kali Lamong bisa terlaksana. Terhitung sejak 2010, pihaknya  telah bersurat enam kali.  Antara lain ditujukan kepada Menteri Pekerjaan Umum, Gubernur Jawa Timur, dan Kepala BBWS Bengawan Solo. Intinya memohon bantuan normalisasi Kali Lamong.  ”Itu belum termasuk tiga surat yang kami ajukan dalam TKPSDA (Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air) wilayah Bengawan Solo,” ujar alumnus ITS tersebut.
Kabag Humas Pemkot Surabaya M Fikser menambahkan, langkah Pemkot Surabaya berkirim surat, membebaskan lahan, hingga penyediaan akses jalan untuk alat berat dapat diartikan sebagai suatu langkah serius dalam menanggulangi luapan Kali Lamong.
Oleh karenanya, dia justru mempertanyakan jika ada pihak yang menuding Pemkot Surabaya tidak serius. Pasalnya, bagian-bagian pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemkot Surabaya sudah dilaksanakan. Untuk itu, dengan kondisi lahan serta akses jalan yang sudah siap, pihaknya berharap BBWS maupun Pemprov Jatim bisa segera memulai upaya antisipasi banjir akibat luapan Kali Lamong. [iib,dre]

Tags: