Tanpa Koordinasi, IGD dr Soetomo Diserbu Pasien Covid-19

RSUD dr Soetomo

Gubernur Khofifah: ‘Tolong Jaga Tata Krama dan Patuhi Regulasi’
Pemprov, Bhirawa
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr Soetomo sempat kuwalahan menerima serbuan pasien Covid-19 yang dikirim melalui layanan masyarakat Surabaya 112, Sabtu (16/5) malam. Tanpa komunikasi terlebih dahulu, pasien-pasien tersebut tiba-tiba dikirim ke IGD dan kemudian ditinggal. Hingga keesokan harinya, IGD RSUD dr Soetomo harus menghentikan sementara pelayanan karena harus memindahkan pasien ke ruang perawatan serta melaksanakan proses disinfeksi.
Terkait fenomena tersebut, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menegaskan agar masing-masing tim penanganan Covid-19 memahami etika dan regulasi yang berlaku. Khususnya terkait rujukan Covid-19 yang sebetulnya juga bisa diakses melalui radar covid-19.
“Tolong tetap jaga tata karma, regulasi dan mekanisme rujukan. Kalau misalnya membawa pasien tidak dikordinasikan, rumah lembaga itu ada komandannya. Masing-masing lembaga punya tertib administrasi. Kalau Cuma ditaruh terus ditinggal, jangan sampai pasien merasa aku kok digeledakno,” tegas Khofifah dalam konfrensi pers di Gedung Negara Grahadi, Minggu (17/5).
Tidak seharusnya tim Covid-19 mengambil pasien kemudian tiba-tiba ditaruh IGD tanpa komunikasi. “Ini rumah orang, ini institusi ada yang memimpin, institusi ini punya mekanisme. Tolonglah, supaya masing-masing kita dalam suasana seperti ini saling menjaga mencoba mencari solusi,”tutur Gubernur Khofifah
Khofifah kemudian membeberkan kembali aturan dalam PP 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan penanganan bencana. Dalam pasal 28, terkait bencana tingkat kabupaten/kota , kepala BPBD tingkat kabupaten/kota yang terkena bencana mengerahkan SDM, peralatan, dan logistik sesuai dengan kebutuhan di lokasi bencana. Dalam hal SDM, peralatan logistic jika tidak tersedia, pemkab atau pemko dapat meminta bantuan kabupaten lain dalam wilayah terdekat dalam satu wilayah provinsi atau provinsi lain. Ketiga, pemkab atau Pemkot yang meminta bantuan menanggung biaya pengerahan dan mobilisasi SDM peralatan dan logistik dari kabupaten kota yang mengirim bantuan.
“Lah kalau ini kemudian mengevakuasi orang ditaruh di rumah sakit dan ditinggal, saya ingin mengajak kita semua, kita semua punya tugas memberikan perlindungan terhadap nyawa dan jiwa dari warga di mana kita mendapat mandate,” tegas Khofifah. Kalau belum tahu aturan ini, lanjut Khofifah, mudah-mudahan sekarang sudah bisa membaca PP 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Pada ayat empat, lanjut dia, Pemkab atau Pemkot bisa minta bantuan ke Pemprov yang bersangkutan. “Kalau kita tidak pakai diminta, kita sudah support dari awal. Karean itu, mari kita menjaga tata krama kehidupan. Itu menjadi penting bagi kita semua dalam suasana seperti ini,” kata Khofifah.
Ketua Gugus Kuratif Covid-19 Jatim dr Joni Wahyuhadi menambahkan, sejauh ini dalam penanganan rujukan pasien Covid-19 semua rumah saki di Surabaya saling komunikasi. Namun, ada fenomena kedatangan pasien covid-19 dalam jumlah banyak sehingga sampai pagi masih tersisa 35 pasien di IGD. “Ada yang datang sendiri tetapi ada yang dibawa dari tim 112 dan tidak melakukan komunikasi dulu dengan call center di RSUD dr Soetomo sehingga pasien di bawa kemudian ditaruh terus ditinggal,” tutur dr Joni yang juga Dirut RSUD dr Soetomo tersebut.
Hal semacam itu akan menyebabkan petugas kerepotan menempatkan pasien supaya tidak tercampur dengan pasien lain. Sampai pagi saat akan dilakukan disinfeksi IGD, pasien masih menumpuk 35 orang. Akhirnya, petugas di IGD minta jeda waktu dan itu tulisannya perawat. Tulisan tersebut kemudian viral di berbagai media sosial dan dianggap RSUD dr Soetomo menghentikan total layanan IGD.
“Saya tidak tahu siapa yang nutup dan ngeshare kemana-mana. Dikiria IGD tutup, padahal ini adalah jeda waktu untuk melakukan disinfeksi ruangan. Karena kalau tidak didisinfeksi yang datang belakangan akan ketularan,” ungkap dr Joni.
Dengan datangnya pasien secara grudukan atatu tiba-tiba, kata dr Joni, RSUD dr Soetomo sampai harus membuka ruangan yang semestinya untuk pasien akut non Covid-19. “Jadi pasien akut dievakuasi dulu, kemudian pasien Covid-19 dimasukkan dari IGD,” kata dia.
Dr Joni berharap, siapapun yang melakukan reprosystem agar berkordinasi terlebih dahul. Karena di RSUD dr Soetomo ada empat nomor call center yang sewaktu-waktu bisa dihubungi. “Kalau susah kontak langsung ke direkturnya tidak apa-apa, itu sudah sering,” tandasnya.
Di sisi lain, dr Joni mengaku tidak etis jika pasien dibawa ke IGD kemudia ditaruh dan ditinggal. Itu menyalahi PMK Rujukan no 1 tahun 2012. “Secara etika juga tidak baik. Mungkin ini bisa jadi masukan, memang kondisinya sedang sulit tapi marilah kita tetap berada dalam standar,” pungkas dr Joni. [tam]

Tags: