Tantangan APBD 2020

Pembahasan APBD Propinsi Jawa Timur tahun 2020, sedang dilakukan bersama DPRD, dalam suasana “tertekan.” Disebabkan pagu anggaran transfer dari APBN menyusut. Tetapi tidak besar (hanya sekitar 3% dari total belanja daerah). Sehingga tidak perlu bermuara pada pengurangan beberapa kegiatan pemerintah. Terutama fasilitasi publik dan aksesi pelayanan masyarakat, wajib tetap terjaga optimal.
Nampaknya, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai pelaksana anggaran, perlu menyesuaikan dengan paradigma Nawa Bhakti Satya. Terdapat sembilan visi gubernur Jawa Timur dengan prioritas (anggaran terbesar) pada urusan Pendidikan (Jatim Cerdas), dan urusan Kesehatan (Jatim Sehat). Dua Bhakti Satya itu meliputi anggaran Rp 11,571 trilyun, sekitar 34,24% dari total Belanja Daerah sebesar Rp 33,749 trilyun.
Berdasar Surat Menkeu tentang Rincian Alokasi Transfer ke Daerah tahun anggaran 2020, terdapat penurunan pagu. Yang ditransfer ke pemerintah propinsi Jawa Timur menyusut Rp 988 milyar. Tetapi penyusutan transfer, bukan hal baru. Pada tahun 2015 lalu, juga terjadi penyusutan sebesar Rp 514 milyar. Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur saat itu, merespons secara husnudz-dzon (prasangka baik).
Yakni, bahwa pemerintah Jawa Timur dianggap telah mampu dalam hal keuangan daerah. Juga tidak perlu selalu menggantungkan pendapatan daerah pada transfer dari pusat (APBN). Banggar DPRD Jawa Timur merekomendasikan inovasi pengelolaan pendapatan, dan penataan prioritas belanja. Misalnya, dengan penghematan pengeluaran namun tidak mengurangi kapasitas cakupan (coverages) kinerja.
Penyusutan pendapatan daerah, sudah lazim terjadi, dan selalu bisa diselesaikan secara baik. Penurunan pendapatan biasa diikuti penyesuaian target kinerja. Misalnya, penurunan sekitar Rp 50 milyar pada tahun 2011 (dibanding tahun 2010). Begitu pula penurunan pendapatan bagi hasil minyak tahun 2015. Disebabkan merosotnya harga minyak dunia, berimbas berkurangnya dana bagi hasil (DBH) untuk Jawa Timur sebesar Rp 747,3 milyar.
Tidak mudah menghadapi penyusutan DBH, yang juga berimbas dirasakan pemerintah kabupaten dan kota. Antaralain menyusutnya perolehan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB). Pada pemerintah propinsi, dilakukan penghematan Belanja Langsung (BL) sebesar 5%. Juga menghemat Belanja Tidak Langsung (BTL) dalam porsi lebih besar. Terutama belanja pegawai, berkait tunjangan penghasilan.
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) propinsi Jawa Timur tahun 2020, dipagu pada sisi belanja sebesar Rp 33,749 trilyun. Serta perkiraan defisit sebesar Rp 1,484 trilyun (4,39%). Sehingga dengan penghematan sebesar 5%, defisit sudah tertutupi. Namun defisit sudah dicadangkan dari SILPA (Sisa lebih perhitungan anggaran) tahun 2019.
Pagu APBD yang diajukan gubernur Jawa Timur, niscaya, akan dikoreksi oleh Badan Anggaran DPRD. Diperkirakan bakal lebih besar, sesuai pembahasan di tingkat komisi-komisi DPRD Jawa Timur. Berdasar amanat konstitusi, UUD pasal 18 ayat (6), dinyatakan bahwa Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah. Kewenangan ini termasuk penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD.
Kewenangan DPRD Propinsi, inharent amanat UUD Pasal 20A ayat (1). Dinyatakan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, dan fungsi anggaran. Maka DPRD Propinsi Jawa Timur juga memiliki kewenangan mengubah per-angka-an APBD. Penyusunan APBD, seyogianya di-konstruksi bukan sekadar potensi (pendapatan), melainkan disesuai dengan kebutuhan daerah. Terutama pada sektor urusan “wajib.”
Pembangunan infrastruktur (sarana dan prasarana) daerah patut menjadi pencermatan seksama. Misalnya, penambahan ruang belajar, sampai pembangunan sekolah baru. Begitu pula urusan kesehatan, dan aksesi layanan sosial. Manakala pendapatan tidak mencukupi, pemerintah daerah bisa menerbitkan obligasi maupun surat utang daerah (SUD). Obligasi dan SUD, sekaligus sebagai tolok-ukur “kesehatan” manajemen pemerintahan daerah.

——— 000 ———

Rate this article!
Tantangan APBD 2020,5 / 5 ( 1votes )
Tags: