Target Ekspor ke Korea Selatan Naik 10%

Aktivitas Terminal Petikemas Surabaya.

Aktivitas Terminal Petikemas Surabaya.

Surabaya, Bhirawa
Pasar Korea Selatan selama ini ternyata belum digarap secara optimal. Padahal Korea Selatan di Jawa Timur termasuk 10 besar yang mendominasi penanaman investasi.
Banyak hal yang harus dipelajari pelaku industri agar potensi yang besar ini bisa dimanfaatkan. ASEAN Korean Center (AKC) bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan menggelar kegiatan Adaptasi Produk Kulit dan Fesyen dalam format seminar dan kunjungan perusahaan.
Melalui seminar dengan tema Korean Market Acces Seminar for Leather and Fashion Products of Indonesia, diharapkan mampu meningkatkan suplai ekspor produk kulit dan fesyen hingga 10% dari yang sudah dicapai saat ini.
“Anggota Kadin yang ikut seminar ini,  yang belum ekspor. Setidaknya mereka bisa melayani warga Korea Selatan yang ada di sini. Syukur-syukur nanti bisa mengetahui tata cara ekspor, dan produk-produk yang disukai orang Korea,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya Jamhadi di Hotel Shangri-La, Selasa (31/5).
Diungkapkannya saat ini impor fesyen dari Korea Selatan mencapai 10 miliar dollar AS. “Sedangkan kita baru hanya menyuplai 666 juta dollar AS. Ini artinya peluang kita masih sangat besar. Kita ingin ekspor ke Korea naik signifikan hingga 10%,” papar Jamhadi.
Kata dia, teknologi yang dikenalkan dalam kegiatan ini, mulai dari desain, manufaktur, sampai merawat, hingga menjualnya. Juga menyesuaikan dengan selera warga Korea. Sehingga produk yang dijual di sana bisa disukai warga setempat.
“Juga ada  Lottemart, alangkah baiknya bisa dipenuhi produk Jatim. Jadi tidak harus ekspor. Tapi bagaimana caranya kebutuhan Lotte itu bisa disuplai pengusaha Surabaya dan Jawa Timur, Kadin bisa bantu untuk penetrasi pasar,” paparnya.
Sementara itu Sekretaris Jenderal AKC Kim Young-sun mengakui selain fesyen, sesungguhnya banyak sekali produk-produk Indonesia yang disenangi warga Korea. “Beberapa produk yang saya sukai, di antaranya kopi. Saya minum kopi tiga kali sehari.  Namun sayang belum dikenal di Korea. Selain itu, yang disukai lainnya adalah sambal serta kacang Bali,” kata Kim.
Ia juga sempat melakukan kunjungan ke beberapa lokasi industri.  “Ketika kunjungan. Saya lihat kebanyakan produk itu handmade. Di Korea, handmade memiliki harga yang  mahal. Ini adalah tugas bapak-bapak di sini untuk lebih bekerja keras mengenalkan produk-produk tersebut,” kata Kim sambil tersenyum.
Perlu diketahui, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor produk kulit Indonesia ke Korea Selatan pada 2011-2015 mengalami tren negatif, yaitu -5,99%. Namun demikian secara umum nilai ekspor produk kulit Indonesia ke dunia pada periode tersebut, tetap tumbuh positif sebesar 0,27%, yaitu dari 430,52 juta dollar AS pada 2011 menjadi 437,9 dollar AS pada 2015.
Sedangkan untuk fesyen Indonesia ke Korea Selatan justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan tren pertumbuhan 18,5% (peridode 2011-2015). Pada 2011 nilai ekspor Indonesia baru mencapai 218 juta dollar AS, sedangkan 2015 sudah mencapai 453 dollar AS. [cty]

Tags: