Tari Seblang Masuk Agenda Banyuwangi Festival

Penari Seblang Olehsari mengitari panggung melingkar dengan dituntun dua pawang laki-laki.

Penari Seblang Olehsari mengitari panggung melingkar dengan dituntun dua pawang laki-laki.

Banyuwangi, Bhirawa
Pagelaran budaya Tari Seblang Olehsari sempat enam hari molor dari jadwal semestinya. Berhasil digelar setelah roh leluhur menunjuk kembali penari lama.
Dua jam selepas pukul 12.00, ratusan orang berduyun-duyun memadati arena pertunjukan berkonsep panggung melingkar dengan diameter sekitar lima meter dan ketinggian 1,5 meter. Di tengah-tengah panggung, telah disusun seperangkat gamelan lengkap dengan pemainnya. Adapun sisi barat dan selatan panggung pertunjukan, berdiri kokoh tribun penonton. Ratusan orang ini menanti pertunjukan Tari Seblang Banyuwangi yang sebelumnya gagal digelar selama enam hari berturut-turut. Saat menginjak hari terakhir pertunjukan Seblang sesuai agenda Banyuwangi Festival, tarian tradisional ini baru berhasil dipertontonkan, Jumat (8/8) kemarin.
Menjelang sore, seorang penari Seblang bernama Suaidah (18), tiba di panggung sambil dituntun dua pawang setelah diarak keliling kampung. Menggunakan pakaian gandrung dilengkapi omprog (mahkota) berhias bunga dan rajutan pelepah pisang menjuntai menutupi wajah, penari itu dalam kondisi telah dirasuki roh leluhur. Diiringi alunan gamelan di atas panggung dan bau kemenyan yang menyeruak, dukun membacakan lagi mantra-mantra kepada si penari agar roh berkenan menggunakan perantara tubuh Suaidah untuk ritual adat Seblang.
Begitu tempeh terjatuh, pertanda Seblang bisa dimulai. “Saya mohon penonton dan wartawan tidak mengambil gambar dulu, karena dikhawatirkan mengganggu prosesi. Mohon sabar,” kata seorang tokoh adat di atas panggung. pertunjukan Tari Seblang yang diselenggarakan di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Mulai  2014, tradisi adat ini masuk kalender Banyuwangi Festival.
Prosesi berlangsung sepuluh menit. Setelah dukun yakin roh leluhur benar-benar menerima tubuh Suaidah, pagelaran Seblang dimulai. Di atas panggung diiringi alunan gamelan, Suaidah menari tak beraturan dituntun dua pawang mengelilingi panggung dengan tangan mengibaskan selendang selama 2,5 jam tanpa jeda mulai pukul 14.30-17.00. Kerasukan roh adalah kunci kekuatan tubuh ceking Suaidah sehingga mampu bertahan di atas panggung. Tak hanya menari monoton,Tari Seblang juga menyuguhkan dua sisipan saat pentas, yakni sampur dan jual kembang. Saat sampur, penari melemparkan selendang merah yang digenggamnya ke arah penonton.
Bagi penonton yang terkena lemparan, wajib naik ke atas panggung dan menari bersama si penari. Adapun prosesi jual kembang diyakini bisa mendatangkan berkah dan keberuntungan hidup bagi penonton yang membeli kembang dari tangan si Seblang. Saat pertunjukan, dua ikat kembang dibanderol Rp 5 ribu. Penonton nampak antusias berebut membeli kembang-kembang itu demi mencari keberuntungan. “Yang belum punya jodoh, segera dapat jodoh. Intinya membuang sial, tapi tetap meminta doa kepada Tuhan,” ujar tetua adat Desa Olehsari, Ansori.
Sesuai tradisi Desa Olehsari, pertunjukan Seblang biasanya digelar mulai H+7 lebaran selama satu minggu penuh. Namun karena masuk agenda Banyuwangi Festival yang disusun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, gelaran Seblang dijadwalkan pada H+5 lebaran mulai 1-8 Agustus. Konon, roh leluhur enggan merasuk ke tubuh penari yang ditunjuk panitia karena kegiatan ini menyalahi tradisi. Akibatnya, pagelaran sempat gagal selama enam hari.
Malam Jumat menjelang agenda rampung, roh leluhur meminta penari Seblang pilihan panitia, digantikan oleh sosok Suaidah, wanita yang menjadi Seblang sejak usia 11 tahun. Hasilnya tokcer. Meski sedang hamil satu bulan dan telah mengundurkan diri, Suaidah didapuk sebagai Seblang atas petunjuk roh leluhur. Semestinya, penari Seblang Olehsari dipilih wanita yang masih gadis atau belum akil balik.
Menurut Ansori, Suaidah dipilih karena berpengalaman dan cukup usia menjadi Seblang. Sehari sebelum pertunjukan, tokoh adat melakukan kejiman, ritual untuk memohon petunjuk dan restu roh leluhur. “Atas petunjuk orang yang kesurupan, ditunjuklah Suidah. Nggak masalah hamil, asalkan masih punya garis keturunan penari Seblang. Nenek dan ibunya Suaidah dulu juga penari Seblang selama 9 tahun. Suaidah masih menjalani 7 tahun, mungkin roh leluhur ingin Suaidah jadi Seblang hingga 9 tahun,” Ansori berdalih.
Bagi suku Osing, Tari Seblang untuk keperluan bersih desa, tolak bala sekaligus ucapan rasa syukur atas karunia Tuhan memberikan berkah hasil bumi yang berlimpah. Sepanjang tujuh hari penuh, Tari Seblang disuguhkan kepada masyarakat. Durasi satu minggu dipilih karena melambangkan kelengkapan hari. Bila Tari Seblang digelar perdana pada Jumat (8/8), maka berlangsung hingga satu minggu ke depan, yakni hari Jumat (15/8).
Selain Seblang Olehsari, di Banyuwangi ada tradisi Seblang Desa Bakungan yang digelar seminggu setelah Hari Raya Idul Adha. Penari Seblang Bakungan adalah seorang wanita yang berusia 50 tahun ke atas dan sudah menopause. Tujuannya sama seperti Seblang Olehsari. Seblang, kata Ansori, telah menjadi tradisi turun temurun tanpa diketahui sejak kapan dimulai.
Jika tidak melakukan tradisi Seblang, warga percaya akan mendapatkan musibah. Ritual Seblang sempat ditinggalkan pada dekade 1960an dengan alasan dinamika politik keamanan. Akibatnya, terjadi peristiwa kesurupan massal tanpa alasan jelas. Setelah dilakukan ritual adat, warga yang kesurupan roh leluhur meminta menggelar tradisi Seblang lagi. Sejak saat itu, tradisi budaya tarian Seblang terus dilestarikan hingga masuk agenda Banyuwangi Festival.
Datang dari Jember, Aris, seorang pecinta hobi fotografi itu, mengatakan tradisi Seblang merupakan momen adat yang kerap ditunggu-tunggu. Tradisi ini kental menyuguhkan perpaduan adat, magis dan human interest yang sayang untuk dilewatkan.  “Saya sudah ke sini saat hari pertama, tapi Seblangnya gagal,” ujarnya. [mb5]

Tags: