Tarif BPJS Naik, Program UHC Kota Mojokerto Terancam Mandeg

Ilustrasi kenaikan tarif BPJS.

Mojokerto, Bhirawa
Program Total Coverage atau disebut Universal Healt Coverage (UHC) Kota Mojokerto tahun 2020 terancam mandeg. Hal ini karena anggaran APBD yang selama ini dialokasikan Pemkot Mojokerto untuk membayar UHC tersebut tidak mencukupi.
Naikaknya iuran BPJS menjadi penyebab pemerintah setempat itu kelimpungan. Pemkot Mojokerto telah mensahkan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2020. KUA-PPAS adalah dokumen anggaran sebagai pedoman dalam penyusunan APBD berdasarkan Rencana Kerja Prioritas Daerah (RKPD) dari hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Artinya, besaran nominal pembiayaan BPJS Kesehatan kelas III bagi 53 ribu warga ‘Kota Onde-onde’ berdasar tarif lama asuransi plat merah yakni sebesar 17 miliar sudah akan ditetapkan dalam APBD tahun 2020. Padahal, seperti diketahui tarif iuran BPJS semua kelas telah diputuskan naik sampai 100 persen, mulai Januari mendatang.
“Penyusunan APBD tahun 2020 tengah berjalan. Jika tarif BPJS dinaikkan maka sama halnya dengan membuat kita kehilangan kendali atas pembayaran lantaran slot pembayaran total coverage kita berdasarkan iuran lama BPJS Kesehatan kelas III, ” seru Agus Wahyudi Utomo, Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto.
Kondisi ini, lanjut politisi Golkar ini, akan membuat gamang pemerintah setempat.” Kondisi ini tidak baik bagi pemda. Jika demikian apa langkah kita selain membayar BPJS berdasar plafon yang ada, ” katanya.
Menurut ia, kenaikan anggaran penerima biaya iur daerah (PBID) akan membuat pemerintah daerah seperti makan buah simalakama. “Mau dihentikan tidak mungkin diteruskan tidak ada dana. Coba seperti apa langkah yang akan dilakukan,” imbuhnya.
Karena persoalan ini, Komisi III DPRD Kota Mojokerto akan memanggil baik Dinas Kesehatan dan pihak BPJS setempat untuk menyelesaikan persoalan pelik ini. Agus mengatakan perlu ada solusi arif untuk mengatasi kebuntuan tersebut. Sebab jika tidak, katanya, maka program tersebut akan mandeg ditengah jalan.
Pemkot Mojokerto terancam kolaps. Sebab, mulai tahun 2020, pemerintah setempat dituntut membengkakkan anggaran Total Coverage setidaknya hingga sebesar Rp 9 miliar pertahun. Padahal, kebijakan efisien anggaran yang dijalankan pusat sejak beberapa tahun terakhir cukup membikin puyeng pranata setempat. Sejumlah pos-pos strategis dilibas demi langkah penghematan.
“Besaran anggaran penerima biaya iur daerah (PBID) kita untuk saat ini sebesar Rp 17 miliar. Dana tersebut untuk memenuhi pembayaran program Total Coverage BPJS Kesehatan dengan estimasi 55 ribu peserta. Dengan kenaikan tarif BPJS, maka pemkot harus menyediakan tambahan anggaran Rp 9 miliar mulai tahun depan,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mojokerto, Christiana Indah Wahyu.
Imbas kenaikan tarif BPJS disemua kelas tersebut memaksa Pemkot pintar berhitung. Beberapa upaya dilakukan agar duit Pemkot cukup membayar beban tagihan BPJS kelas III tersebut. “Kita melakukan upaya validasi kepesertaan Total Coverage. Dari perhitungan ulang itu jumlah peserta ditemukan turun jadi 53 ribu orang,” imbuh Kadinkes.
Turunnya angka tersebut, menurut Indah, karena adanya peserta yang meninggal dunia dan atau pindah keluar kota. Meski dari kuantitas turun, namun kenaikan tarif baru BPJS hingga 100 persen itu adalah mimpi buruk bagi peserta asuransi plat merah ini.
Dan sudah dapat dipastikan tahun depan Pemkot wajib menyediakan slot Total Coverage lebih tebal dari biasanya yakni sebesar Rp 26.600 miliar. Angka ini dari kalkulasi 53 ribu peserta BPJS kelas 3 x 42 ribu x 12 bulan = 26.600 miliar.
Beban tersebut belum ditambah beban membayar iuran BPJS pegawai. “Pemda menanggung iuran BPJS pegawai sebesar 1 persen yang dipotong dari gaji pegawai. Yang 4 persen ditanggung sendiri oleh ASN bersangkutan,” tambahnya.[kar]

Tags: