Tarif Bus AKDP Jatim Turun Rp 500 – Rp 1.500

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dishub dan LLAJ) Provinsi Jatim, akhirnya menurunkan tarif angkutan bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) sebesar 3,31 persen. Penurunan ini sudah dihitung sedemikian rupa dan mengacu pada prosentasi penurunan harga BBM (bahan bakar minyak).
“Penurunan ini sudah kita hitung berdasarkan penurunan premium Rp500. Selain itu juga ada edaran Menteri Perhubungan nomor 26 tertanggal 1 April bahwa penurunan tarif angkutan sekitar 3,5 persen,” kata Kepala Bidang Angkutan Jalan Dishub dan LLAJ Provinsi Jatim, Sumarsono, usai memimpin rapat koordinasi usulan penurunan tarif di kantor Dishub dan LLAJ Jatim, Senin (4/4).
Sumarsono mengatakan, usulan penurunan tarif AKDP juga telah disetujui para pemilik bis serta perwakilan dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jatim. Dengan penurunan ini, maka tarif AKDP di Jatim akan mengalami penurunan antara Rp500-1500. Untuk jurusan Surabaya-Malang misalnya, jika awalnya Rp13.500, saat ini ditetapkan menjadi Rp13.000. Begitu juga untuk Surabaya-Bojonegoro yang awalnya Rp18.500 saat ini menjadi Rp18.000.
“Sedangkan untuk jarak jauh seperti Surabaya-Pacitan dan Surabaya-Banyuwangi tarif turun bica mencapai Rp1.500. Sementara untuk jarak menengah seperti Surabaya-Madiun turunnya Rp1.000,” ujar Sumarsono.
Sementara itu, usulan penurunant arif ini selanjutnya akan segera diserahkan ke gubernur untuk dibuatkan payung hukum berupa peraturan gubernur. “Penurunan tarif ini sifatnya wajib, sehingga jika ada bus ekonomi yang tak menurunkan tarif, kami akan mencabut trayek bus tersebut,” kata dia.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jatim Mustafa mengaku pasrah dengan ketetapan penurunan tarif angkutan ini. Sebab menurutnya, dengan adanya penurunan BBM ini, yang menikmatinya adalah konsumen bukan perusahaan kendaraan.
“Kalau dibilang rugi sih tidak. Tapi dengan adanya penurunan tarif ini yang menikmati adalah masyarakat atau penumpang. Bagi PO (perusahaan otobus), dengan adanya penurunan BBM ternyata tidak berdampak pada keuntungan, sebab pemerintah menghendaki adanya penurunan tarif,” katanya.
Jika dihitung, katanya, penurunan BBM hanya sekitar 9 persen. Sedangkan penurunan tarif antara 3,3 persen sampai 3,8 persen. Padahal komponen bus seperti onderdil, ban, oli, supir, kondektur dan biaya komponen lainnya tidak ikut turun. “Jadi ya sama, tidak ada keuntungan besar bagi kita. Kita ikuti aturan pemerintah saja,” ungkapnya.
Menurut dia, jika Organda tidak mengikuti aturan pemerintah dengan menurunkan tariff, yang menjadi korban adalah PO. “Kalau sampai kita tidak menurunkan tariff, kita akan di bully habis-habisan. Sebab media sosial sekarang sudah sangat peka. Dari pada kita dibully, lebih baik kita turunkan saja,” pungkasnya. [iib]

Tags: