Tarif Bus Ekonomi AKDP Jatim Naik 10 Persen

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000 untuk jenis premium dan solar berdampak kepada banyak hal. Salah satunya tarif Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) di Jatim yang harus dinaikkan Gubernur Jatim Dr H Soekarwo sebesar 10 persen per Jumat (21/11) pukul 00.00.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jatim (Pergub) yang belum ada nomornya pada 2014, tentang tarif batas atas dan batas bawah angkutan penumpang AKDP kelas ekonomi menggunakan mobil bus umum di Provinsi Jatim dijelaskan, tarif angkutan penumpang AKDP kelas ekonomi dengan panjang lebih dari 9 meter, batas atasnya sebesar Rp 174/km setiap penumpang. Sedangkan batas bawahnya sebesar Rp 108/km setiap penumpang.
Kemudian, untuk bus dengan panjang maksimal 9 meter batas atasnya sebesar Rp 191/km setiap penumpang dan batas bawahnya sebesar Rp 119/km setiap penumpang. Tarif beru tersebut, belum termasuk premi asuransi jasa raharja sebesar Rp 60.
Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dishub dan LLAJ) Provinsi Jatim Ir Wahid Wahyudi menuturkan, tarif batas atas dan batas bawah tersebut resmi mulai berlaku sejak Jumat (21/11) pukul 00.00. Naiknya tarif bus ekonomi AKDP ini harus dilakukan akibat imbas naiknya harga BBM subsidi yang dilakukan pemerintah.
“Kenaikan tarif sebesar Rp 10 persen ini identik dengan kenaikan sebesar 28 persen di lapangan. Contohnya, trayek Surabaya – Malang batas atasnya yang berlaku saat ini adalah Rp 13.500. Tapi bus yang melayani menggunakan tarif batas bawah seperti Rp 11.000 pada hari biasa,” jelasnya.
Itu artinya, lanjut Wahid, ada spelling sebesar Rp 2.500 dari batas atas yang resmi ditetapkan Pemprov Jatim melalui Pergub Jatim. “Kalau tarif batas atasnya sekarang Rp 13.500, maka dengan adanya kenaikan 10 persen menjadi Rp 14.850 untuk trayek Surabaya – Malang. Namun perkiraan saya, pada hari biasa akan ditarif Rp 13.000-an,” ungkapnya.
Kenaikan tarif yang diatur dalam Pergub Jatim ini, jelasnya, hanya bus ekonomi saja. Sedangkan bus patas tidak diatur dalam pergub. “Untuk patas tarifnya diserahkan pasar. Tapi saya yakin naiknya juga tidak terlalu besar, mungkin hampir sama dengan bus ekonomi,” katanya.
Selain bus AKDP kelas ekonomi yang naik, tarif penyeberangan di Jatim juga ada kenaikan. Kenaikan itu terjadi di penyeberangan di Ujung – Kamal saja sebesar rata-rata 7,43 persen. Untuk yang di Ujung – Kamal yang naik hanya untuk roda empat atau lebih. Sedangkan penumpang dan motor tidak terjadi kenaikan.
“Sedangkan di penyeberangan lain yaitu, Paciran – Bawean, Jangkar – Kalianget dan Jangkar – Sapudi – Raas – Kalingaet tidak ada kenaikan. Sebab di penyeberangan ini ada subsidinya, sehingga operator akan diganti dengan subsidi oleh pemerintah,” pungkasnya.

Tunggu SK Wali Kota
Ancaman untuk mogok massal Kamis (20/11) oleh SPTI (Serikat Pekerja Transportasi Indonesia) di Surabaya lagi-lagi tak berjalan efektif. Hanya beberapa saja angkot yang ikut demo bersama ribuan buruh di Gedung Negara Grahadi kemarin, selebihnya tetap beroperasi seperti biasa. Mereka meminta  Gubernur Jatim untuk mendesak  Wali Kota Surabaya segera mengeluarkan SK tentang tarif angkot pasca kenaikan BBM bersubsidi. Selain itu minta subsidi BBM.
Ketua SPTI Surabaya Moch Subekti mengatakan, pihaknya masih menunggu SK yang diterbitkan oleh Wali Kota Tri Rismaharini untuk para sopir terkait tarif angkot baru. ” Mestinya Wali Kota Surabaya sesegera mungkin menerbitkan SK untuk tarif angkot. Kita juga meminta adanya subsidi BBM, teknisnya terserah pemerintah. Yang terpenting ada kesejahteraan sopir angkotnya,” kata Moch Subekti yang juga merangkap sekretaris SPTI Jatim sebelum berangkat melakukan aksi di depan Gelora 10 November.
Subekti menilai, Risma terlalu lambat menerbitkan SK untuk tarif angkot. Dirinya mencontohkan, di Bogor setelah ada pengumuman kenaikan BBM pada Selasa (18/11) dini hari, wali kota setempat sudah menginstruksikan dan sudah menyiapkan SKnya untuk ditempelkan di setiap angkot.
“Wali Kota Bogor itu sudah rundingan di saat detik-detik kenaikan BBM pas dini hari itu. Paginya di setiap angkot sudah ditempeli dengan harga baru. Jadi enak, sopir gak harus berantem dengan penumpang, penumpang juga bisa menerima kalau melihat ada pengumuman tarif baru,” katanya.
Selama dua hari setelah kenaikan BBM, menurutnya penumpang sudah bisa menyesuaikan diri dengan perubahan tarif angkot. Dari harga lama yaitu Rp 4.000, penumpang sudah mau ditarik Rp 5.000. Namun lebih pas kalau ada SK resmi dari Wali Kota Surabaya.
Sementara itu Satino, sopir lin JTK rute Medokan-Joyoboyo mengatakan, meski belum ada ketentuan dari Pemkot Surabaya terkait kenaikan tarif, di lapangan tarif angkot sudah naik. Ada penumpang yang tak terima, ada juga yang terima dengan kenaikan ini.
Sopir  tak bisa berbuat banyak dengan adanya kenaikan BBM. Agar bisa tetap bisa membeli BBM lagi dan pulang bisa membawa uang untuk keluarga, mereka menaikkan tarif naik Rp 1.000 per penumpang. Sedangkan untuk pelajar naik Rp 500.
Sementara itu Kabid Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Tundjung Iswandaru meminta kepada pemilik maupun sopir angkot agar tetap menarik tarif angkutan lama sebelum ada SK Wali Kota Surabaya terkait perubahan tarif angkot. Saat ini pihaknya masih menunggu usulan dari Organda Kota Surabaya berapa kisaran kenaikan tarif angkot pasca kenaikan harga BBM bersubsidi.
Jika usulan tarif dari Organda Surabaya sudah masuk, kata Tunjung, pihaknya akan merumuskan dengan formula yang dimiliki Dishub. “Setelah disetujui bersama (Dishub dan Organda) akan ditandatangani wali kota dan menjadi SK,” imbuhnya.
Soal adanya kenaikan tarif angkot sebelum ada SK, pihaknya berjanji akan melakukan pemantauan di lapangan dan akan memberikan sanksi pada angkutan yang menaikkan tarif semena-mena. ” Kami akan terus lakukan pemantauan di lapangan sekaligus penindakan,” tegas dia. [iib,geh]

Tags: