Tarik Menarik Aset Pelelangan Ikan Belum Tuntas

Foto Ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Setelah berjalan tiga tahun sejak resmi diberlakukan pada 2016, peralihan wewenang pengelolaan aset Tempat Pelalangan Ikan (TPI) tak kunjung tuntas. Salah satu amanat yang diatur dalam Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah tersebut hingga kini masih terkendala regulasi yang salin berbenturan.
Kabag Peternakan, Perikanan dan Kelautan Biro Sumber Daya Alam Setdaprov Jatim Wicaksono Kurniawan menuturkan, serah terima P3D (Personel, Pembiayaan, Sarana Prasarana dan Dokumentasi) dengan kabupaten/kota masih belum tuntas. Hal ini dikarenakan adanya persepsi yang berbeda antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Kita sudah sempat mengundang keduanya untuk datang ke Jatim dan menggelar koordinasi dengan kabupaten/kota. Tapi keduanya tidak ada yang datang,” tutur Kurniawan yang akrab disapa Wawan tersebut, Kamis (24/1).
Dalam UU 23 tahun 2014 diamanatkan, bahwa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan aset yang harus dikelola provinsi. Sementara untuk pengelolaan fungsinya, tetap digunakan oleh kabupaten/kota. Namun, dalam perjalanannya belum ada asetPPI yang diserahkan ke provinsi. Selain itu, dalam Permen KP Nomor 8 tahun 2019, tidak disebutkan TPI melainkan hanya tempat pemasaran ikan. “Hasil koordinasi dengan Kemendagri menjelaskan, bahwa TPI adalah yang berada di luar pelabuhan (PPI). Tapi tidak ada aturan yang jelas secara tertulis,” tutur Wawan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Mohammad Gunawan Saleh menuturkan, aset PPI mulanya dibangun oleh provinsi dan diserahkan ke kabupaten/kota termasuk pengelolaannya. Totalnya mencapai 180 PPI se Jatim. Namun, setelah dikembalikan aset itu ke provinsi, PPI tinggal 87 di Jatim. “Semua pelabuhan perikanan itu ada TPI-nya. Tahun 2016, sempat ada yang mau menyerahkan asetnya. Ada tiga PPI, yaitu Camplong di Sampang serta Popoh dan Sinei di Tulungagung. Tapi kemudian batal karena ditarik lagi,” tutur Gunawan.
Gunawan mengaku, saat ini Pemprov sedang berupaya membangun kerjasama denga kabupaten/kota agar tarik menarik kewenangan ini segera teratasi. Sebab, di sejumlah daerah aset-aset PPI itu mulai tidak terawat. Karena pemerintah daerah tidak lagi mengalokasikan anggaran. “Misalnya di Probolinggo, Bapeda tidak bisa lagi merencanakan anggaran karena memang bukan asetnya,” tutur dia.
Kendati PPI merupakan aset yang dikelola provinsi, Gunawan mengaku tetap bisa saling bekerjasama dengan kabupaten/kota untuk menarik Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satunya dengan menggandeng Koperasi Unit Desa (KUD) untuk mengelola. “Jadi sistemnya seperti sewa menyewa. Pemprov menyewakan PPI ke KUD untuk dikelola, kabupaten/kota bisa mengambil PAD dari retribusi yang dikelola KUD,” tandasnya. [tam]

Tags: