Taring Tajam Undang-Undang Perlindungan Anak

Oleh :
Em Syuhada
Guru PAI SDN 3 Talunrejo Bluluk Lamongan, pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah di MI Roudlotun Nasyiin 2 Beratkulon Mojokerto.

SETELAH sebelumnya mereda, beberapa waktu lalu dunia pendidikan kembali diriuhkan dengan berita seorang guru agama yang divonis penjara oleh pengadilan. Adalah Darmawati, guru agama islam Parepare. Pada pekan kemarin (28/07/2017), Ia dijatuhi hukuman 3 bulan penjara dengan 7 bulanpercobaan oleh Pengadilan Negeri Parepare, Sulawesi Selatan lantaran memukul muridnya saatpelaksanaan shalat zuhur.
Kasus yang dialami Darmawati ituterjadi sejak Februari 2017. Ditengah maraknya pendidikan budi pekerti, SMA 3 Parepare memiliki program pembiasaan shalat zuhur berjamaah untuk menumbuhkan akhlak yang baik. Kegiatan tersebut wajib diikuti oleh seluruh siswa. Waktu itu, ada beberapa siswi yang masih berkeliaran.Naluri Bu Darma selaku guru agama islampun muncul, reflek iamenegursiswi disertai dengan kibasan mukena dan “memukul” pundak salah-seorang siswi.Dari sinilah persoalan muncul, siswiitu melaporkan kepada orang tua. Orang tuanya tak terima hingga kasus berlanjut ke pengadilan dan vonis dijatuhkan.
Kejadian tersebuttentu saja semakin menambah daftar panjang kriminalisasi guru di negeri ini. Jauh sebelumnya pada tahun 2016,beragam peristiwa serupa pernah mencuat ke permukaan dan beritanya viral di media massa. Kita tentu masih ingat dengan kasus Pak Dasrul, guru SMK Negeri 2 Makassar. Akibat menegur siswa yang indisipliner dalam kegiatan pembelajaran, pak guru arsitek itu menjadi korban pengeroyokan anak dan orang tua hingga berdarah-berdarah. Di Sidoarjo, ada Pak Sambudi yang dilaporkan gara-gara memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengikuti shalat dhuha, serta di beberapa tempat yang lain.
Pertanyaannya, mengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa kriminalisasi guru tetap berlangsung hingga kini?Bukankah ketika ada seorang guru SD dari Majalengka yang dijatuhi hukuman percobaan oleh pengadilandengan tuduhan melanggar undang-undang perlindungan anak ketika mendidik siswa, yurisprudensi MAjustrumenganulir putusan tersebut dengan menyebutkan bahwa guru tidak bisa dipidana karena mendisiplinkan siswa?
Pertanyaan-pertanyaan itu penting untuk dikemukakan. Sebab, posisi guru sangat menentukan dalam dunia pendidikan. Kewajiban guru bukan hanya sekedar mengajar, tapi bagaimana membangun  sumber  daya  manusia  (SDM)  yang  berkualitas. Itulah sebabnya, mereka dituntut tidak hanya fasih dalam melakukan transformasi pengetahuan (transfer of knowledge). Lebih dari itu, guru juga harus piawai mentransformasikan “nilai” kepada murid yang menjadi tanggung-jawabnya (transfer of value). Pada titik inilah, tujuan pendidikan nasional diharapkan dapat diwujudkan.
Disebutkan dalam pasal (3) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pendidikan nasional berfungsi   mengembangkan   kemampuan   dan   membentuk   watak   serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung-jawab. Guru  sebagai  sosok  yang  berhadapan  langsung  dengan  peserta didik tentu memiliki peran yang signifikan untuk mewujudkan tujuan itu.
Masalahnya, bagaimana guru bisa dengan nyaman mewujudkan tujuan itu, jika setiap saat dihantui dengan taring tajam Undang-undang Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Saat ini, tuntutan profesionalisme adalah keniscayaan.Namun pada saat bersamaan, guru juga harus menghadapi tantangan zaman yang semakin komplek, seiring dengan pergeseran cara pandang masyarakat dalam dunia pendidikan. Tidakkah hal tersebut dilematis? Untuk itulah,harus ada kesepahaman meletakkan Undang-undang Perlindungan Anak dan KPAI dan Undang-undang Guru dan Dosen agar tidak saling berbenturan satu sama lain.
Sebetulnya, jika bicara tentang perlindungan profesi, UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah mengatur. Disebutkan dalam Pasal 39, bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan  wajib memberikan perlindungan terhadap  guru  dalam  pelaksanaan tugas. Perlindungan terhadap guru tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 39PP Nomor 74 Tahun 2008tentang guru juga menyebutkan, guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya. Sanksi dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Bahkan yang paling mutakhir, Mendikbud telah menetapkan Permendikbud No. 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Artinya, payung hukum perlindungan profesi guru telah semakin kuat. Guru memiliki “keleluasaan”mengambil tindakan bagi siswa yang melakukan pelanggaran disiplin. Masalah yang kemudian timbul adalah ketika guru melakukan tindakan semacam mencubit, menjewer, atau semacamnyadalam batas kewajaran, yang kemudian dilaporkan sebagai tindakan kekerasan. Tidakkah hal tersebut berlebihan?
Memang tak dibenarkan jika yang disebut kekerasan itu adalah kekejaman yang menciderai fisik dan psikis peserta didik. Guru sendiri dibatasi dengan kode etik dan etika profesi. Namun jika yang dilakukanmasih dalam  batas kewajaran,  dan tentunya dalam  proses pembelajaran  agar siswa dapat berubah menjadi lebih baik, orang tua semestinya mendukung demi perkembangan pendidikan anak ke depan.
Disadari atau tidak, banyaknya kasus kriminalisasi guru dalam kurun waktu terakhir membuat para guru menjadi was-was. Akibatnya, guru masa kini menjadi abai dengan siswanya yang tidak disiplin. Hal tersebut berbahaya jika dibiarkan berlarut-larut.Sebab apapun keadaannya, murid adalah tanggung-jawab guru selama masih berada dalam wilayah kepengasuhannya. Ini adalah pekerjaan besar yang harus dipikirkan bersama antara orang tua, sekolah, pemerintah, dan juga masyarakat, agar cita-cita mewujudkan generasi emas dalam sekian tahun ke depan bukan hanya sekedar buaian belaka. Bagaimana menurut Anda?

                                                                                                             ———— *** ————–

Tags: