Tata Niaga Beras Harus Menguntungkan Petani

Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior di Surabaya

Masalah beras adalah komoditas pangan yang sangat penting dan merupakan komoditas strategis, politis, mengguncangkan keamanan negara dan menjatuhkan wibawa pimpinan negara. Karena beras adalah makanan pokok rakyat Indonesia. Walaupun sudah makan roti, kentang dan bahan makanan lainnya bila tidak makan nasi rakyat mengatakan belum makan.
Karena pentingnya komoditas beras sebagai makanan pokok sehari-hari, bila terjadi kelangkaan dan kenaikan harga beras bisa mengguncangkan masyarakat di tanah air. Kejadian  baru-baru ini permainan pedagang yang tidak sehat dengan melakukan beras oplosan merk “Maknyus”. Sekalipun pabrik opolosan beras dengan kantongan plastik 10 kg pabriknya di Bekasi Jawa Barat, namun peredarannya sampai kota Surabaya.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Perindustrian dan Perum Bulog terus mencari solusi tata niaga perdagangan perberasan di Indonesia. Sejak Pemerintahan Reformasi tata niaga beras melalui mata rantai distribusi yang panjang, lebih banyak menguntungkan para pedagang dan pabrik penggilingan beras harus dipangkas. Menurut hemat saya, tata niaga beras yang dikatakan berhasil adalah harus menguntungkan petani dan konsumen pedagang dengan keuntungan yang wajar.
Sebagaimana diketahui, bahwa para petani adalah sebagai produsen padi / beras untuk kebutuhan beras nasional. Mereka para petani mulai menggarap persawahan, menanam padi, memelihara dengan berbagai cara dengan pupuk dan obat-obatan untuk memberantas hama wereng. Setelah menanam padi, memerlukan biaya untuk mengelola padi sampai menjadi gabah. Bagi petani besar masih dilakukan pengeringan lewat lantai jemur dengan sinar matahari. Tetapi bagi petani kecil, setelah panenan dimasukkan dalam karung bahkan saat masih berada di sawah para tengkulak atau pengepul sudah mendatangi pemilik gabah kering. Tetapi bagi petani besar mereka menjual padi kering giling harganya lebih tinggi. Para pengepul atau tengkulak setelah membeli gabah petani sebagian ditampung di gudang dan sebagian di setor ke pabrik penggilingan padi atau pabrik beras. Pengepul dan tengkulak perannya sangat besar bisa mempermainkan harga, karena mereka membeli langsung di lapangan. Harga patokan dari Gabah kering sawah per kg Rp 3.700,- pengepul berani membeli Rp 4.100,- gabah kering giling Pemerintah pada panenan Juli / Agustus 2017, menurut petani harganya rendah. harga patokan Rp 4.000,- pengepul berani membeli Rp 4.300,- sampai Rp 4.500, sedangkan beras Rp 7.300,- per kg. para petani jarang yang menjual beras, terkecuali petani besar. Sementara petani kecil menyatakan dengan harga tersebut untung kecil bahkan pas-pasan. Karena itu petani minta harga patokan per kg gabah dinaikkan Rp 5.000,- sampai Rp 6.000,-
Petani kecil Moh. Iskak dari Desa Balondono Kecamatan Babat Lamongan mempunyai ukuran sawah 100 meter persegi. Pada musim panenan dia hanya memperoleh untung kecil bahkan pas-pas kembali bondo. Moh. Iskak dengan keluarga 4 orang untuk menyekolahkan anaknya terpaksa harus mencari tambahan penghasilan dengan menjadi tukang becak di Surabaya.
UMKM dan Koperasi Perberasan
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UMKM agar meningkatkan peran koperasi dan UMKM dalam mengelola dan menangani bisnis pangan khususnya perberasan. Sejak Pemerintahan Reformasi Presiden KH. Abdurrachman Wachid (Gus Dur) peran KUD (Koperasi Unit Desa) mulai berkurang dan akhirnya banyak yang berguguran. Koperasi Unit Desa tidak menangani perberasan, maka mengenai tata perberasan diserahkan dengan mekanisme pasar.
Tata Niaga perberasan sejak  reformasi sampai sekarang, melalui mata rantai yang panjang. Pembelian gabah dari petani dilapangan oleh pengepul / tengkulak baru disetorkan ke pabrik penggilingan beras setelah panen raya berakhir dan keadaan gabah digiling. Kemudian pabrik beras menyetorkan ke distributor dan di simpan di gudang dahulu sambil melihat situasi harga dan beras di pasaran. Setelah pasar agak kekurangan beras, maka distributor menyalurkan kepada agen-agen beras, yang kemudian langsung ke pengecer dan masuk pasar.
Petani sendiri harus membeli beras dengan harga pasar Rp 8.000,- sampai               Rp 9.000,- per kg. Bahkan kualitas  premium bisa mencapai Rp 10.500,- ke kg sampai Rp 11.000,- per kg. dengan harga tersebut bisa dibayangkan, maka berapa puluh trilyun keuntungan para pabrik beras dan pedagang beras, beserta para tengkulak dan pengepulnya. Sebagai gambaran, ketika kita berhasil swasembada pangan tahun 2009, Bulog membeli beras dari pabrik beras sebanyak 3,2 juta ton saja maka perputaran keuangan mencapai Rp 15 trilyun. Sehingga perputaran keuangan di pedesaan besar bisa menunjang pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Mengingat besarnya perputaran bisnis perberasan yang begitu besar, maka secepatnya peran pengusaha, UMKM dan koperasi di dalam negeri masuk ke bisnis perberasan di dalam negeri. Kalau meraih keuntungan bisa dinikmati oleh usaha mikro kecil dan menengah, UMKM dan koperasi juga anggota koperasi yang juga para petani dan rakyat di pedesaan.
Dengan adanya regulasi tata niaga perberasan  serta UMKM dan koperasi diberikan kesempatan menangani perberasan lagi, dipastikan Indonesia bisa swasembada pangan beras. Bila ada regulasi tentang peran UMKM dan koperasi maka kesempatan tersebut agar dimanfaatkan dengan keras dan kejujuran, jangan lagi salah urus yang kaya dan sejahtera hanya pengurusnya saja, tetapi para anggota koperasi dan UMKM tetap menderita.
Agar swasembada pangan khususnya beras, gula pasir, minyak, kedelai serta pangannya lainnya, maka peran Perum Bulog juga dibenahi. Perum Bulog sebagai penyedia stok beras dan stabilitas pangan perlu ada regulasi, dengan mensubsidi Perum Bulog masalah dana. Sekarang Perum Bulog kebutuhan dana meminjam keuangan dari perbankan, yang pasti akan menanggung bunga yang besar. Perum Bulog sangat strategis dan besar perannya sebagai cadangan pangan dan stabilitas harga pangan. Kalau tidak ada regulasi kepada Perum Bulog, maka perannya kalah dengan pihak swasta yang leluasa bermain dan mencari keuntungan yang besar. Karena Bulog saat ini mempunyai gudang di seluruh Indonesia, khususnya di pulau Jawa kapasitasnya mencapai 4 sampai 5 juta ton. Sesuai adanya pendirian Bulog sebagai lembaga pangan yang independent sesuai dengan UU No.18 Tahun 2012 Pasal 126 tentang Pangan Nasional. Dimana disebutkan Pemerintah mengamanatkan pendirian Lembaga Pemerintah yang menangani pangan.
Selain itu, perlu ada satgas pangan, yang terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, Pertanian, Perum Bulog dan Kementerian dari tingkat pusat, kabupaten dan kota sampai ke tingkat kecamatan. Satgas pangan menganalisa masalah rencana produksi pangan khususnya sembako, diadakan pertemuan setiap 3 bulan sekali. Dengan demikian, nantinya swasembada pangan berhasil dan tata niaga pangan juga bisa dikendalikan, akhir kita bisa mencapai kedaulatan pangan di Indonesia.

                                                                                                             ———— *** ————-

Tags: