Taufiqulbar Tolak Jadi ‘Tumbal Konflik’

Ketua Komisi A, Taufiqulbar.

Sidoarjo, Bhirawa
Selalu ada hikmah dibalik konflik. Setidaknya manfaat itu dipetik HM Taufiqulbar yang dipilih menjadi Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo. Kader satu-satunya PBB (Partai Bulan Bintang) namun dapat menduduki posisi bergengsi di alat kelengkapan dewan.
Tidak banyak atau mungkin baru satu-satunya di Indonesia, partai yang hanya satu kursi di lembaga kedewanan bisa menduduki jabatan strategis sebagai Ketua Komisi A. Padahal jabatan itu sebelumnya dijabat partai dengan delapan kursi (PDIP). Bahkan PAN dengan tujuh kursi juga tidak memegang jabatan ketua komisi. Akibat konflik dua kubu membuat Taufiqulbar diperhitungkan, meskipun hanya dengan satu kursi. Sehingga jabatan itu dengan mudah datang menghampiri.
Sudah sepekan belum ada tanda-tanda perseteruan kubu PKB (Golkar, Demokrat, Gerindra, PBB, PPP, Nasdem) dengan rivalnya kubu PDIP (PAN, PKS). Taufiqulbar yang masuk dalam Fraksi Golkar ini dipercaya menjadi Ketua Komisi A. ”Saya menjadi alternatif terakhir yang dipilih fraksi menjadi Ketua Komisi A,” ujarnya.
Namun beban sebagai ketua dikala terjadi perseteruan dua kubu membuat dirinya juga tidak nyaman. Harapannya konflik ini segera reda dan semua bisa mengawali pekerjaan dengan baik.
Apakah hanya diparkir sementara di Komisi A? Taufiqulbar menyakini bahwa dia tak mau hanya sebagai tempat penitipan saja di Komisi A. Dirinya dipilih melalui proses paripurna sehingga pemilhan komisi. Dia memilih tidak berandai-andai melihat proses konflik ini, namun satu hal dirinya tidak mau ‘ditumbalkan’. Jangan sampai setelah konflik diselesaikan, lalu jabatan Ketua Komisi A dialihkan ke partai lain.
Kenapa ia melihat proses pemilihan pimpinan komisi ini dianggap benar dan sesuai aturan, karena rujukannya PP (Peraturan Pemerintah). Sementara kubu rival (PDIP dkk) merujuk pada aturan dibawahnya. ”Dalam agama, aturan yang dibawahnya itu dianggap dloib (lemah) dan kita harus mengikuti aturan diatasnya,” terangnya.
Namun demikian PDIP, PAN, PKS akan membuktikan bahwa alasan menolak paripurna mempunyai dasar kuat. Karena itu pihaknya tidak ragu untuk berkonsultasi ke Pemprov Jatim dan atau membawanya ke PTUN. Menurut Ketua Fraksi PDIP, Tarkit Erdianto, langkah politik yang ditempuh fraksi itu didukung partainya. ”Saya hanya memutuskan apa yang diputuskan partai,” tandasnya.
Selaras dengan PKS yang tetap akan membawa masalah ini ke PTUN. Menurut anggota PKS, Mulyono, pemilihan Komisi A,B,C,D itu menabrak pasal 63 ayat 3 tentang anggota komisi minimal 11 dan maksimal 13 anggota.
Perkembangan terbaru dari konflik politik, meskipun dua kali dua kubu tak bertemu di panggung paripurna, namun Selasa pagi kedua kubu bertemu di Jakarta yaitu saat melakukan Kunker Banggar. Banggar, Banmus, Pansus merupakan lembaga adhoc yang anggotanya bisa berubah-ubah. Karena dia buka AKD maka kubu PDIP dkk mengikuti kegiatan Kunker dengan sementara melupakan konflik yang mendera DPRD Sidoarjo. [hds]

Tags: