Tax Amnesty, Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi dan Infrastruktur Jatim

Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf didampingi Pengamat Ekonomi dari STIE Perbanas, Abdul Mongid (kiri), Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya, Jamhadi (kanan), Owner PT Kokoh Anugerah Nusantara (KAN), Kan Eddy dan Kepala Bidang P2 Humas Kantor Wilayah DJP Jatim I, Sofian Hutajulu. [Achmad tauriq]

Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf didampingi Pengamat Ekonomi dari STIE Perbanas, Abdul Mongid (kiri), Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya, Jamhadi (kanan), Owner PT Kokoh Anugerah Nusantara (KAN), Kan Eddy dan Kepala Bidang P2 Humas Kantor Wilayah DJP Jatim I, Sofian Hutajulu. [Achmad tauriq]

Dorong Sektor UMKM
Surabaya, Bhirawa
Program pengampunan pajak (Tax Amnesty) dipastikan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur di Jatim. Sebab, dana yang masuk dari hasil repatriasi tentunya bisa dijadikan peluang untuk menanamkan investasi di dalam negeri.
Menurut Wakil Gubernur Provinsi Jatim, Saifullah Yusuf atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Ipul mengungkapkan, dana dari hasil tax amnesty ini bisa dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi, infrastruktur, maupun sektor perbankan juga akan meningkat. Terbukti sejak program pengampunan pajak ini digulirkan, gairah perbankan di Jatim bergerak signifikan.
“Pertumbuhan kredit di Jatim di bulan September tahun 2015 memang terjadi kelesuan yaitu hanya tumbuh 9%, berbeda jauh dibanding periode yang sama tahun 2014 yang mencapai 17%. Namun dengan adanya program tax amnesty, sektor perbankan di Jatim mulai kembali menggeliat karena tentunya dana repatriasi turun ke bank-bank,” jelasnya, saat dikonfirmasi Bhirawa di sela Sarasehan Forum Jurnalis Ekonomi Bisnis Surabaya tentang manfaat tax amnesty, di Hotel Ibis Basuki Rahmat Surabaya, Minggu (2/10) kemarin.
Gus Ipul Menambahkan, tax amnesty ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor riil, pembangunan infrastruktur, dan intensif bagi masyarakat  misalnya, bunga kredit bank yang murah.  “Dengan tax amnesty ini duit yang ada di luar negeri atau yang masih disimpan para pengusaha dapat turun ke berbagai sektor ekonomi.”kata Gus Ipul.
Untuk itu tax amnesty ke depan selain bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur juga diharapkan bisa di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan pariwisata. Jika dilihat dari PDRB Jatim,  sebanyak 54% telah ditopang oleh sektor UMKM. Artinya kekuatan ekonomi daerah di Jatim ini berasal dari UMKM.
“Kami ingin dengan adanya tax amnesty pada periode pertama ini, sektor UMKM dapat  pinjaman modal yang sangat murah. Sekarang Jatim sudah ada tawarkan program bunga 6% untuk petani. Kalau bisa ya menyaingi Malaysia lah dengan bunganya rendah hanya 4%,” terangnya.
Gus Ipul memaparkan dari 20 juta angkatan kerja, yang diserap sektor formal hanya 6 juta orang sisanya merupakan pekerja informal yakni UMKM dan koperasi. “Ini lah yang menjadi benteng kita, makanya pembiayaan modal harus yang murah, kalau bisa UMKM bebas pajak atau pajak rendah,” imbuh Gus Ipul.
Sementara menurut Kepala Bidang P2 Humas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim I, Sofian Hutajulu melaporkan program tax amnesty di wilayah kerjanya yakni Surabaya, hingga 29 September 2016  tercatat sudah ada dana tebusan mencapai Rp5,297 triliun, dana repatriasi mencapai Rp12,578 triliun dan deklarasi harta mencapai Rp279,663 triliun yang terdiri dari harta luar negeri Rp81,094 triliun, serta deklarasi harta dalam negeri mencapai Rp185,990 triliun.
“Sejak program tax amnesty dimulai sampai hari ini ada sekitar 1.000 wajib pajak (WP) baru yang melaporkan pajaknya,” pungkas Sofian.
Sedangkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya, Jamhadi mengatakan program tax amnesty ini merpakan momen rekonsiliasi ekonomi. Kadin berharap dana dari tax amnesty ini digunakan untuk belanja dengan tepat .
“Jadi uanganya jangan untuk beli surat utang, ini bahaya. Sebenarnya teman-teman pengusaha yang di luar negeri punya harapan agar uangnya yang pulang kampung ini bisa bermanfaat. Karena mereka pun yang berbisnis di luar juga menjalani tekanan yang luar biasa,” jelasnya.
Jamhadi menambahkan Indonesia memang perlu melakukan perubahan sistem perpajakan. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asean, pajak PPh Badan yang tinggi akan mempengaruhi daya saing ekonomi. Saat ini PPh Badan di Indonesia sejak 2011-2016 masih berada di level 25%, di Singapura secara konsisten hanya 17% (2011-2016), sedangkan di Vietnam dari 25% pada 2011 perlahan diturunkan menjadi 22% pada 2016. “Perubahan sistem perpajak di Vietnam ini luar biasa sekali makanya daya saingnya kuat,” katanya. [riq]

Tags: