TB Jadi PR Besar Pakar Kesehatan

TuberculosisSurabaya, Bhirawa
Saat ini penyakit penyakit Tuberculosis (TB) menjadi Pekerjaan Rumah (PR) besar bagi pakar kesehatan Jatim. Rencananya, tanggal 8-9 Agustus 2016 beberapa pakar kesehatan akan bertemu untuk membahas penyakit TB.
Ketua Global Strategy to Combat Emerging Infectious Diseases in Borderless Era’ (GSEID) Dr dr Soedarsono Sp.P(K) mengaku, puluhan tahun TB diberantas dan banyak juga yang sembuh dan berhasil, namun kasus TB tetap muncul lagi dan muncul kasus-kasus baru dengan beragam kasus. Sudah 20 tahun program pengendalian TB digencarkan, namun TB masih merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan angka kematian nomor tiga di Indonesia.
”Kita berharap melalui pertemuan dengan pakar kesehatan dapat menyelesaikan masalah TB,” ungkapnya.
Menurutnya, selain membahas penyakit TB, rencananya pakar kesehatan akan mengkaji beberapa penyakit yang marak terjadi di masyarakat seperti penyakit penyerta (komorbit) HIV-AIDS, diabetes, resistensi Mycobacterium tuberculosis atau kuman kebal obat yang disebut multi-drug resistance (TB MDR).
“Kasus demikian muncul ditengarai antara lain karena dampak dari lamanya pengobatan TB hingga sampai enam bulan non-stop, muncul rasa bosan, jenuh, berganti dengan obat yang lain, atau kebiasaan obat diminum separo,” katanya.
Dampaknya, penyakit menjadi tak sembuh-sembuh dan bakteri penyebab TB yaitu mycobacterium tuberculosis complex justru menjadi kebal atau resisten terhadap obat. “Kasus-kasus demikian itu yang akan dibahas dalam seminar nanti, termasuk pengobatannya, dengan mengolaborasikan hasil penelitian pakar-pakar dari luar negeri,” kata Soedarsono.
Kepala Dinkes Jatim, dr Harsono mengungkapkan, banyaknya kasus TB paru BTA positif dapat mempercepat penambahan kasus baru TB di Jatim. Dengan penanganan dan pencegahan yang benar diharapkan kasus TB di Jatim tidak bertambah.. Sampai saat ini kasus TB di Jatim sebanyak 41 ribu orang, sedangkan pasien yang berhasil diobati mencapai 28 ribu orang.
Sementara daerah penyumbang TB terbanyak diduduki Surabaya dengan 4.000 kasus, disusul Jember 3 ribu kasus, Sidoarjo 2 ribu kasus, Malang 1.900 kasus.  ”Surabaya peringkat pertama, ini harus jadi perhatian semua pihak bukan hanya tugas pemerintah,” ungkapnya.
Tingginya kasus TB, lanjut Harsono, disebabkan rendahnya pencegahan yang dilakukan masyarakat. Mereka cenderung berobat saat sakit, dan tidak mengedepankan pencegahan. “Gaya hidup dan kondisi lingkungan tidak sehat serta kurangnya ventilasi udara dan cahaya matahari ke dalam rumah, ruangan atau rumah dalam kondisi lembab, serta sanitasi yang kurang baik jadi penyebab TB berkembang,” tuturnya. [dna]

Rate this article!
Tags: